Demokrasi Suburkan Prostitusi


Oleh :  Iis Kurniati, S.E.

(Ibu Rumah Tangga, tinggal di Rancaekek)


Lagi dan lagi, kita disuguhkan berita yang sebenarnya sudah tidak mengagetkan, tapi tetap memalukan. Terciduknya seorang artis FTV terkenal yang tengah berkencan dengan seorang pria di sebuah hotel berbintang lima di Surabaya, menambah panjang rentetan daftar perilaku asusila yang pernah terjadi di negeri mayoritas muslim ini. Tentu masyarakat juga belum lupa dengan kasus-kasus serupa sebelumnya. Tahun 2015 ada artis AA yang juga terciduk di kamar hotel ketika akan melayani pria hidung belang yang menjadi kliennya, lalu ada FNJ, juga seorang artis FTV, yang dijadikan teman 'ngamar' terpidana pencucian uang TCW atau W yang merupakan adik mantan gubernur Banten. Jauh sebelum itu, ada kasus yang sangat menghebohkan yang melibatkan artis CT dan LM bersama seorang penyanyi pria A. Lalu ada juga kasus mesum yang sangat memalukan pada penghujung 2006, antara seorang anggota DPR berinisial YZ bersama seorang penyanyi dangdut ME.


Semua kasus itu membuat publik mengelus dada, dan bertanya-tanya, kok bisa? Apa yang sedang terjadi dengan bangsa kita? Apapun motifnya, baik prostitusi ataupun suka sama suka, semuanya merupakan perbuatan menjijikkan. Dipandang dari sudut moral atau agama, perbuatan mereka tidak bisa dibenarkan.


Tentu saja tidak perlu heran, karena dalam sistem demokrasi, yang berlandaskan sekulerisme yaitu agama dipisahkan dari kehidupan, semua itu sangat mungkin terjadi. Demokrasi sekuler yang mengagungkan kebebasan, memberi tempat kepada siapa saja untuk melakukan apapun yang disukainya atas nama hak asasi manusia(HAM). Salah satu dari hak asasi manusia adalah kebebasan berperilaku, sehingga orang bisa dengan bebas melakukan apa saja selama tidak merugikan orang lain, tidak perduli perilakunya itu bertentangan dengan moral dan agama sekalipun.


Dalam sistem demokrasi sekuler seperti  yang berlaku saat ini, para pelaku asusila itu tidak diberikan sanksi apapun, selain sanksi sosial dari masyarakat. Mengapa demikian? Karena tidak ada pasal yang bisa menjerat pelaku zina, selama mereka melakukannya atas dasar suka sama suka, dan mereka masing-masing berstatus single. Jika salah satu pelaku memiliki pasangan yang sah dan pasangan sahnya mengadukannya ke polisi, barulah mereka bisa ditindak pidana.


Begitu juga dengan kasus prostitusi online yang baru-baru ini melibatkan artis VA, dia dan pria yang membookingnya hanya dianggap sebagai korban. Tidak ada pasal yang bisa menjerat mereka berdua, yang terkena jerat hukum hanya mucikarinya, sementara sang artis dan pelanggannya bebas melenggang.


Dengan sistem seperti itu, bagaimana ada efek jera? Pelaku maksiat akan semakin banyak karena tidak adanya sanksi hukum atas mereka. Apalagi jika yang melakukannya seorang public figure, akan menjadi contoh bagi para fansnya. Sia-sia saja jika publik berharap keadilan pada sistem demokrasi. 


Berbeda dengan islam, yang menetapkan aturan untuk orang yang berbuat zina. Islam menetapkan hukuman untuk pelaku zina yang belum menikah dengan dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Sementara jika yang berbuat zinanya sudah atau pernah menikah, maka hukumannya dirajam sampai mati. Hukuman itu berlaku untuk siapapun yang berzina dan apapun motifnya.


Terdengar kejam, tapi sesungguhnya itu adalah bukti kasih sayang Allah kepada umat-Nya yang berbuat dosa. Karena hukuman yang ditetapkan Allah adalah sebagai jawabir(penebus dosa perbuatan tersebut di akhirat) bagi pelaku, dan zawajir(mencegah yang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama).


Sebagaimana kisah ghamidiyyah, seorang wanita yang datang kepada Rasulullah dan mengaku telah berzina, lalu dia minta dirajam. Lalu beliau memerintahkan agar wanita itu dirajam. Kemudian Rasulullah menshalatkannya. Umar radhiallahu ‘anhu berkata kepadanya,


“Apakah engkau menshalatkan dia wahai Rasulullah? Sedangkan ia telah berbuat zina?”


Rasulullah bersabda, “Ia telah melakukan taubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya mereka semua akan mendapatkan bagian. Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah?” (HR. Muslim).


Jika sistem islam diterapkan, maka pelaku zina tidak akan mudah ditemukan. Hukum islam akan memberikan efek jera pada masyarakat, dan setiap orang akan berpikir ribuan kali untuk berzina. Jangankan berzina, mendekatinya pun tidak akan berani, karena islam juga melarang mendekati zina. Negara tidak akan membiarkan segala macam celah ke arah perzinaan. Negara juga akan menjaga akidah dan akhlak warganya, salah satunya dengan mengatur pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Karena dalam islam, ada aturan tentang pergaulan sosial, kewajiban menutup aurat, tidak tabarruj bagi wanita, tidak berikhtilat(campur baur) antara laki-laki dan wanita, juga tidak berkhalwat(berdua-duaan). Semua itu akan mencegah peluang terjadinya perzinaan.


Karena itu sudah saatnya kita kembali kepada sistem islam, sistem yang pernah ada selama tigabelas abad dan menjaga akidah dan akhlak kaum muslimin dari perbuatan-perbuatan asusila yang diharamkan Allah subhanahu wa ta'ala. Dan sistem itu hanya ada dalam bingkai Khilafah ala minhajin nubuwah


Wallohu a'lam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak