Oleh : Saniawati (Mahasiswi UHO)
Uighur adalah minoritas Muslim yang sebagian besar berada di daerah Xinjiang, China Barat. Pemberitaan media Internasional menyoroti dugaan pelanggaran HAM China terhadap etnis Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang. Salah satu pelanggaran yang dikhawatirkan adalah mengenai penahanan jutaan etnis Uighur dan minoritas lainnya yang dilakukan otoritas China. Dugaan itu terkuak salah satunya melalui laporan yang diliris Amnesty Internasional pada September lalu.
Mengenai masalah ini, Indonesia masih belum bisa bertindak. Salah satu keganjalan Indonesia tak cukup vokal dalam mengecam Negeri Tirai Bambu atas dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur karena kedekatan pemerintah dengan China. Serta kerja sama ekonomi terutama modal Beijing yang cukup besar tertanam di Indonesia.
Peneliti Kebijakan Luar Negeri dan Politik Asia Tenggara dari Internasional Institute for Strategic Studies (ISS), Aaron Connelly, menganggap Jokowi masih ingin menarik lebih banyak inisiatif China untuk bekerja sama dalam membangun infrastruktur Indonesia. Hal itu tidak mungkin dilakukan jika China merasa tersinggung dengan Indonesia sehingga membuat Indonesia belum bertindak tegas dan vokal.
Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon menganggap pemerintah RI sebagai peliharaan China lantaran tidak berani vokal mengkritik dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang. Di sisi lain, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra memintah pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk turun tangan soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan China terhadap warga muslim Uihgur di Xinjian tersebut. Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan pemerintah belum menentukan sikap apapun atas apa etnis minoritas Uighur, lantaran masih menunggu laporan Duta Besar Indonesia di Beijing.
Pemerintah Indonesia dinilai mempunyai posisi kuat untuk mendorong pemerintah China membuka informasi atas apa yang menimpa etnis Uighur. Pengamat hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Agung Nurwijoyo, mengatakan Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, anggota Dewan Keamanan PBB, dan juga memiliki hubungan bilateral yang baik dengan China. Dapat memanfaatkan hal itu agar menjembatani persoalan yang dialami konunitas tersebut.
Etnis Uighur merupakan minoritas muslim di Xinjiang China yang sedang mengalami tindak kekerasan di negaranya sendiri. Bagi umat Islam sesama muslim bagaikan satu tubuh, jika tubuh satu sakit maka tubuh yang lain akan sakit pula. Seperti umat muslim Uighur sekarang yang sedang mengalam ketidakadilan. Seharusnya negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim turun tangan langsung dalam menghadapi masalah ini.
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, Indonesia sebenarnya dapat membantu muslim Uighur yang berada di China. Indonesia memiliki hubungan diplomatic yang baik dengan China dan juga merupakan bagian dari anggota Dewan Keamanan PBB. Seharusnya dengan posisi tersebut dapat membantu saudara muslim Uighur di China. Bantuan juga dapat berupa berkomunikasi dengan pihak China agar mau menghentikan tindak kekerasannya, ataupun dengan mengirim bala tentara Indonesia ke China untuk menghentikan tindak kekerasannya terhadap muslim Uighur.
Namun, sampai sekarang Indonesia masih belum mengambil keputusan dalam membantu muslim Uighur. mengapa demikian? Ada beberapa faktor sehingga Indonesia masih belum bertindak. Salah satu faktornya yaitu Indonesia masih bergantung pada China dalam membangun infrastrukur dalam negeri dan Indonesia. Selain itu Indonesia masih terlibat hutang luar negeri terhadap China, yang jika Indonesia mengungkit atau ikut campur persoalan yang ada di China, maka China akan menghentikan kerjasama tersebut dengan Indonesia.
Dengan dihentikannya kerjasama Indonesia dan China maka Indonesia akan berkurang kerjasama dengan luar negeri hingga tidak ada bantuan dalam membangun infrastruktur di Indonesia. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Indonesia hanya bergantung pada China sehingga pemerintah Indonesia tidak berani membantu atau turun tangan terhadap persoalan muslim Uighur di China.
Masalah tindak kekerasan di Uighur, Xinjiang China tidak membuat penguasa negeri muslim mengambil keputusan dalam membantu etnis muslim di sana. Hal ini terjadi karena saat ini negeri-negeri Islam terpecah belah oleh paham nasionalisme. Penguasa negeri muslim di negara lain sibuk mementingkan kepentingan negaranya sendiri sehingga abai dengan keadaan saudara semuslim dan seakidah.
Sejak runtuhnya Khilafah pada tahun 1924, umat Muslim tercerai berai sehingga tidak lagi memiliki kekuatan untuk menghalau kekuasaan asing yang menjegal mereka. Negeri muslim tidak lagi memiliki kekuatan akibat tidak adanya persatuan umat muslim di bawah naungan Khilafah. Sejarah menjelaskan bahwa hanya di bawah naungan Khilafah, umat muslim terlindungi dan berjaya.
Oleh sebab itu, marilah kita bersama-sama dan rapatkan barisan dalam berjuang menegakkan kembali negara Islam yaitu Khilafah, karena dengannya akan ada Kholifah sebagai pemimpin sehingga umat muslim terjaga harta dan jiwa mereka dimana pun berada.