Oleh : Ummu Himmah
Probolinggo kembali meradang. Hampir bersamaan dengan ramainya kasus prostitusi online artis VA, di daerah Tegal Siwalan terjadi penggerebekan oleh Satpol PP di beberapa warung kopi plus plus. Terjaring 10 wanita bunga warung di daerah yang dikenal EMI alias embong miring ini (warta bromo 7/1/2019).
Bisnis esek-esek dengan modus jualan minuman kopi ini kian marak saja. Ya, kita tau probolinggo termasuk jalur anyer-panarukan yang banyak dilalui pencari rupiah, ekspedisi perdagangan darat yang diangkut oleh truk truk. Penikmat dan pelanggan warung - warung ini adalah para sopir angkutan truk tadi. Untuk istirahat dan mampir. Memang tidak semua dari mereka penikmat jasa bisnis najis ini, tapi disinyalir mayoritas pelanggan warkop ini adalah mereka para sopir. Ini hanya sedikit yang dari warkop yang dilaporkan warga karena meresahkan, padahal yang masih beroperasi dan lebih profesional ketimbang warkop kecil ini juga banyak. Dan pelanggannya pun juga dari berbagai kelas dan level.
Tak usah kaget dan heran, beginilah watak demokrasi. Selama ada manfaat, bisnis apapun jalan. Selama ada supply and demand akan ada saja pasarnya. Dan selama pihak-pihak terkait masih mendapatkan keuntungan dan pundi-pundi dari bisnis ini, kasus tak kan mencuat dan di proses. Mencuatnya kasus bisnis najis seperti yang dialami oleh artis VA ato warkop ini, dipastikan ada pihak yang tidak kecipratan manisnya bisnis ini.
Dalam alam demokrasi yang selalu mengagungkan kebebasan berekspresi, hal seperti ini lumrah terjadi. Dan bahkan terfasilitasi dengan adanya layanan medsos yang berseliweran disana iklan berkonten pornografi atau pornoaksi, sehingga bak jamur yang tumbuh subur dimusim hujan. Tak peduli meski merusak akhlak generasi, alih alih kemudahan medsos untuk mengakses informasi bisa membantu revolusi mental, yang terjadi justru menyebabkan bobroknya moral. Ditambah lagi dengan sanksi yang tidak membuat jera pelaku, hanya sebagai saksi korban atau dibawa ke dinas sosial untuk diberi himbauan, sanksi yang aneh dan bikin mringis.
Semua terjadi karena pengaruh budaya sekuler liberal di tengah masyarakat. Kebahagiaan dan kesejahteraan dinilai dengan materi meski harus menghalalkan segala cara. Ukuran sukses dari seberapa banyak harta dan jabatan yang dipunya. Tak peduli meski dari muamalah yang diharamkan agama. Eksistensi diri dengan berbuat semaunya tanpa peduli batasan dan norma agama. Masyarakat tak saling peduli, yang penting tak ada yang rugi. Negara hanya menjadi legislator ketika ada yang merasa dirugikan. Masihkah berharap pada demokrasi yang merusak ini?
Sungguh islam datang untuk memuliakan manusia. Islam sangat menjaga kesucian dan kehormatan wanita dengan syariat berkerudung dan berjilbab agar terjaga dari pandangan liar lelaki. Ditanggungnya nafkah bagi wanita oleh wali dan suami sehingga kaum ibu bisa fokus bertugas menyiapkan generasi. Memudahkan jalan bagi pemuda yang siap menikah. Negara dengan instrumen kekuasaannya menjamin tersedianya lapangan kerja bagi kaum lelaki sebagai penanggung nafkah. Sanksi yang tegas untuk setiap tindak kriminal, perzinahan misalnya haruslah disanksi dengan tegas berupa dijilid bagi pelaku yang belum pernah menikah dan dirajam bagi pelaku yang pernah menikah. Sehingga tak akan berulang kasus yang sama. Dan hanya dengan penerapan islam secara menyeluruh saja semua kemaksiyatan dapat dihilangkan, tentunya penerapan islam kaffah ini hanya dalam khilafah.