Oleh: Royati (Ibu Rumah Tangga)
Demokrasi yang digembar-gemborkan selama ini jelas tidak cocok dan tidak kompatibel untuk bangsa dan negara ini. Demokrasi hanya menjadi alat legalisasi penjarahan bagi para konglomerat dan kapitalis asing. Suara rakyat hanya akan diperalat untuk meloloskan agenda-agenda busuk.
Dalam demokrasi pula, kritikan dianggap sebagai ancaman. sebagai contoh, kasus Muhammad Said Didu yang mengkritik kebijakan tentang freeport yang jelas-jelas merugikan rakyat, lagipula BUMN merupalam Badan Usaha Milik Negara bukan milik penguasa. Atas dasar itulah Said Didu diberhentikan dari jabatanya, bukan karena kinerjanya yang buruk, akan tetapi tidak sejalan dengan menteri, artinya jika mau jadi pejabat BUMN, sekarang harus siap jadi penjilat.
Ini bukti rusaknya sistem demokrasi dan sistem ekonomi neoliberal. Di tengah melimpahnya kekayaan Indonesia, tetapi mayoritas rakyatnya miskin dan jauh dari kata sejahtera. Kondisi tekanan ekonomi saat ini terjadi karena kesalahan haluan ekonomi yang diambil oleh pemerintah, dimana mereka mempercayai penuh mekanisme pasar bebas atau neoliberalisme sebagai jalan dalam pelaksanaan ekonomi.
Dalam sistem ekonomi islam yang di terapkan oleh khilafah,kepemilikan atas barang dan jasa di kelompokan menjadi tiga, yaitu milik individu, milik umum, dan milik negara. Dalam pandangan Islam, tambang di bumi Papua yang dikelola oleh PT.Freeport merupakan milik umum yang wajib dikelola oleh negara sebagai wakil dari umat. Maka haram hukumnya dikuasai oleh pihak asing.
Persoalannya adalah tinggal menunggu negara yang menerapkan sistem Islam dalam segala aspek kehidupan. Tentu negaranya bukan negara yang berideologi kapitalis atau sosialis, melainkan negara dengan sistem Islam. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, maka akan terjaminlah pemerataan dan keadilan ekonomi bagi seluruh umat. Tidak hanya bagi yang kaya saja atau yang muslim saja, akan tetapi bagi seluruh alam.
Allaahu a'lam bi ash-shawab.