Oleh : Ika Nur Wahyuni
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Yang di dalamnya berisi pedoman dan peraturan. Allah menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW berabad-abad yang lalu sebagai pedoman hidup seluruh manusia dan sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sumber hukum Islam yang pertama dan utama.
Alquran bukan hanya berisi tentang akidah dan ibadah saja. Alquran juga menjelaskan hukum-hukum Allah bagi manusia, mulai dari hukum perkawinan, ekonomi hingga pemerintahan dan militer. Dan setiap hukum yang terkandung dalam Alquran adalah hukum terbaik bagi kemaslahatan seluruh umat manusia.
Jadi setiap muslim tidak hanya diperintahkan untuk membaca Alquran dengan tartil saja tapi kita juga diperintahkan untuk berhukum dengannya. Namun demikian di negara yang menganut sistem kapitalisme seperti Indonesia, Alquran dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan popularitas, menaikkan elektabilitas dan menjatuhkan orang lain.
Seperti banyaknya berita yang beredar baru-baru ini yaitu tentang Dewan Ikatan Dai Aceh mengusulkan adanya tes membaca Alquran bagi kedua paslon (capres-cawapres) di masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada tanggal 15 Januari 2019. Tes ini bertujuan untuk mengakhiri polemik keislaman paslon Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga. (news.okezone, 30/12/2018)
Tes baca Alquran juga dinilai untuk meminimalkan politik identitas yang sudah terlanjur dilakukan oleh pendukung kedua paslon. Adanya tes baca Alquran ini menunjukkan tidak adanya niat ikhlas mengharap rida dari Allah SWT tapi hanya mengharapkan pujian dari manusia (para pendukungnya) dan sebagai ajang pembuktian diri para paslon.
Dalam sistem kapitalisme yang mengembangkan paham sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan, para calon penguasanya (politisi) kerap kali menjadikan agama untuk kepentingan politik mereka saja. Dalam kegiatan kampanyenya, mereka kerap kali meminta dukungan ulama, mengenakan pakaian takwa, keluar masuk masjid dan pesantren untuk mencari dukungan dan terakhir menantang kefasihan membaca Alquran.
Tujuannya bukan untuk memuliakan Islam apalagi untuk menerapkan hukum Islam tapi untuk lebih sekedar menaikan pamor dan menjatuhkan lawan politiknya dan yang terpenting adalah mendapatkan simpati serta suara umat Islam karena mayoritas pemilih dalam pemilu adalah muslim. Praktik seperti ini terus menerus berulang apalagi jelang pemilu.
Allah SWT memperingatkan kaum muslim agar tidak berada dalam kelompok manusia yang fasik, zalim, bahkan kufur karena tidak berhukum pada Alquran. (QS. Al Maidah ayat 44,45,47). Berkaitan dengan ayat ini Imam Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya Zad al Masir (hlm. 386) menjelaskan bahwa siapa saja yang tidak berhukum dengan Alquran dalam keadaan dia mengetahui Allah telah menurunkannya maka dia kafir. Dan apabila dia tidak berhukum dengan Alquran karena hawa nafsunya maka dia adalah seorang zalim lagi fasik.
Alquran adalah satu-satunya kitab suci yang membawa hukum-hukum terbaik dari Allah SWT. Hendaknya kita tidak hanya membacanya tapi menjadikannya pedoman hidup di mana hukum-hukumnya diimplementasikan baik dalam kehidupan individu, bermasyarakat, bahkan dalam kehidupan bernegara.
Karena itu tantangan untuk para calon penguasa adalah bukan sekedar mampukah mereka membaca Alquran? Karena yang lebih utama adalah mampukah mereka menerapkan hukum-hukum dalam Alquran dalam menjalankan pemerintahannya?
Wallahu’alam bisshawab
Ilustrasi Pinterest.com