Ummu Zhafran
(Grup Ibu Cinta Quran)
Ada yang menarik dari Pemilihan Presiden (Pilpres) kali ini. Menyeruak wacana diadakannya tes baca Alquran khusus bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden. Pengusulnya datang dari Dewan Ikatan Dai Aceh. Kabarnya kedua pasangan capres-cawapres akan diundang untuk ikut tes baca Alquran demi mengakhiri polemik soal keislaman para calon. Tesnya direncanakan berlangsung di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, pada 15 Januari 2019. (detik.com, Sabtu (29/12).
Potret Sekularisme?
Terhadap usulan ini beragam komentar pun mengemuka. Bahkan ada yang menganggapnya lucu. Salah satu politikus senior yang juga Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais menilai adanya usulan tes baca Al-Quran untuk para calon presiden yang bertarung dalam Pemilu 2019 merupakan hal yang tak relevan. “Itu lucu sekali," ujar Amien.
Hal senada juga diutarakan Persaudaraan Alumni (PA) 212. PA 212 menilai tes baca Alquran untuk capres dan cawapres belum perlu dilakukan. Alasannya, keislaman para capres masih di bawah rata-rata.
“..Kalau itu mungkin di Aceh silakan-silakan saja, karena Aceh itu merupakan ikon untuk qanun syariat Islam," kata Bernard Abdul Jabbar, Sekretaris Umum PA 212. (detik.com, 30/12/2018).
Lain lagi komentar dari para pasangan calon sendiri. Dari kubu Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo - Ma'ruf Amin, Hasto Kristiyanto berpandangan tak masalah dengan usulan tersebut. Sebab pasangan capres-cawapres nomor urut 01 sudah siap jika tes tersebut nantinya digelar jelang Pilpres 2019.
Sementara dari kubu sebelah tak ketinggalan urun suara. Ferdinand Hutahaean, anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandi, menghormati ajakan tersebut. Namun, tes baca Alquran bukan hal tepat untuk memilih pemimpin nasional.
"Tapi kita harus melihat bahwa capres bukan pemimpin negara syariah. Bahwa kita sedang mencari pemimpin nasional, seorang presiden yang memimpin kemajemukan," kata Ferdinand. (merdeka.com, Senin (31/12).
Lepas dari kontroversi seputar tes, tak bisa dipungkiri hal ini memercik ironi. Di negeri mayoritas muslim aroma sekularisme malah semakin meneguhkan diri. Menjadikan tak ada ruang bagi yang terkait agama mengisi. Mengutip penuturan Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas,
"Saya sangat setuju kalau hal itu disepakati oleh para capres dan cawapres dari kedua pasangan calon. Tapi pertanyaan saya adalah apakah mereka atau kedua paslon tersebut setuju atau tidak. Kalau mereka setuju, ya, silakan, kita sambut baik. Tapi kalau tidak, ya, jangan dipaksa, sebab memang tidak atau belum ada UU atau aturan yang mengatur tentang itu," (detik.com, 3/1/2019).
Nyatalah payung hukum di negeri zamrud khatulistiwa ini tak cukup lebar untuk memayungi Islam meski sebatas membaca Alquran. Padahal jelas membacanya hakikatnya untuk mengetahui, memahami dan selanjutnya mengamalkan segala isinya dalam kehidupan sehari-hari.
The way of life
Alquran adalah kalamullah. Kalamnya Allah swt. Diturunkan sebagai mukjizat Rasulullah saw. untuk menuntun manusia demi meraih kebahagiaan di dunia maupun akhirat. Begitu dahsyatnya mukjizat Alquran, maka jika diturunkan di atas gunung-gunung niscaya akan hancur karena takut.
Allah swt. menuturkan,
“Kalau sekiranya Kami turunkan Alquran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihat gunung itu akan tunduk hancur berantakan disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.” (TQS Al-Hasyr: 21).
Tak heran meski Rasul saw. menerima wahyu namun Rasul saw senang membaca dan mengulang-ulang mendengar bacaan para sahabat. Semata karena Rasulullah saw pernah bersabda,
“Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebajikan, sedangkan dari kebajikan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (Muttafaq ‘alaih).
Selanjutnya niscaya terbetik dalam benak kita, bila membacanya saja demikian berlimpah kebaikan apatah lagi mengamalkannya? Dengan kata lain menerapkannya secara totalitas di seluruh aspek kehidupan. Sebab Islam adalah deen, yaitu agama yang sempurna. Kesempurnaannya termuat dalam Alquran yang mulia. Didampingi As-Sunnah sebagai penjelas. Serta yang diakui oleh Alquran dan As-Sunah yaitu Ijma’ sahabat dan qiyas. Cukuplah bagi kita firman Allah swt untuk bersegera menyambut seruan Allah swt sebagai indikator iman dan takwa kita.
''Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.''(TQS ‘ali Imran :138).
Sebaliknya mengabaikan Alquran dan isi di dalamnya niscaya hanya akan menggiring dalam kelezatan dunia. Terbelenggu oleh tipu daya setan. Ujung-ujungnya bukan tidak mungkin menjelma menjadi yang terdepan dalam membenci syariat Allah swt. Bahkan menentang dan menantang Allah dan Rasul-Nya. Sebab telah berteman dengan syaithan. Sebagaimana peringatan Allah di ayat berikut,
“Siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (al-Quran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (TQS Az-Zukhruf [43]: 36-37). Na’udzubillah min dzalik. Wallaahu a’lam.