Alam Saja Murka Bagaimana Dengan Sang Khalik?

Oleh : Uqie Rukiyah

(Penulis Bela Islam)


Kembali, negeri Nusantara dihantam bencana.  Ada beberapa titik di wilayah Jawa Barat  yang tertimpa bencana dipenghujung pergantian tahun 2018.  Garut dan Sukabumi diantaranya menjadi wilayah terdampak longsor. 

Bencana tanah longsor melanda Kampung Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi  Jawa Barat, Senin 31 Desember 2018. Berdasarkan informasi, bencana di kabupaten Sukabumi diawali hujan deras yang terus mengguyur. Curah hujan yang cukup tinggi di mulai sekitar pukul 17.00 WIB mengakibatkan longsor di areal hutan dan persawahan menimpa kampung di bawahnya yakni Kampung garehong, Dusun Cimapag, Desa Sirnaresmi.  Data korban masih belum bisa dipastikan karena kondisi medan dan keterbatasan alat untuk mengevakuasi. Di duga terdapat puluhan rumah yang tertimbun, ditemukan beberapa jasad warga dalam kondisi meninggal dunia. 

Sepanjang tahun 2018 sudah beberapa kali Indonesia di guncang bencana alam. Peristiwa demi peristiwa seolah menunjukkan kemurkaan alam terhadap penghuni bumi. Satu persatu korban berjatuhan. Ada yang luka, hilang dan meninggal dunia. Sedemikan marahkah alam ini ?

Berkaca dari setiap kejadian, alangkah baiknya kita introspeksi diri. Setiap hal terdapat kaidah kausalitas yang perlu dicermati. Ada Sebab dan akibat yang melatarbelakangi terjadinya musibah. Musibah karena qadha (ketentuan) Allah SWT dan musibah akibat ulah tangan manusia. 

Musibah karena qadha Allah merupakan ujian bagi kaum mukmin dan orang-orang yang berakal. Bagaimana kita bersikap ketika menerima ujian itu ? Tidak lain ridha dan sabar menerimanya.  Ujian tersebut merupakan ajang mengevaluasi ketakwaan kepada Allah SWT agar semakin mendekatkan diri kepadaNya. Sementara musibah akibat ulah tangan manusia, harus disikapi dengan taubat dan berupaya memperbaiki  diri atas segala hal yang telah terjadi. Penebangan hutan, ilegal logging, pembalakan liar, penggundulan hutan dengan cara pembakaran lahan, penyumbatan saluran air karena sampah yang dibuang sembarangan adalah beberapa contoh aktivitas manusia yang berdampak munculnya bencana longsor dan banjir. Akan tetapi semua itu sebenarnya dapat dicegah dengan upaya pelestarian alam dan pemanfaatan lahan secara benar.

Musibah yang berdampak besar lainnya adalah musibah yang datang akibat diterapkan sistem kufur oleh penguasa negeri. Menerapkan aturan manusia di atas aturan Allah, mengundang halalnya azab turun. Aktivitas manusia tak lagi sesuai rambu-rambu syariat. Tatanan kehidupan masyarakat penuh kezaliman dan kesempitan. Perilaku haram di halalkan, dan sebaliknya apa yang Allah halalkan menjadi haram di mata manusia. Sebut saja perilaku menyimpang kaum LGBT dan pernikahan dini.

Kaum LGBT yang jelas-jelas diharamkan dan di murkai Allah, ternyata di negeri ini diberi payung hukum. Penyakit seksual yang seharusnya dibasmi dengan hukuman mati malah di biarkan merajalela merusak moral dan kesucian keturunan. Pernikahan yang dilakukan remaja usia 14 dan 15 tahun di anggap melanggar UU perkawinan, memicu perceraian dan merusak alat reproduksi wanita. Padahal, batas usia menikah dalam Islam bukanlah angka, melainkan aqil baligh. Muslim laki-laki dan muslim perempuan ketika sudah baligh sudah terkena taklif hukum dan wajib menjalankan semua aktivitasnya berdasarkan arahan syara’ termasuk didalamnya pernikahan. Hukum Islam memiliki aturan sempurna bagi pemeluknya, mengundang maslahat  saat diterapkan. Pemikiran bahwa pernikahan usia remaja berdampak perceraian hanyalah pemikiran dangkal. Bukankah banyak keluarga yang menikah di usia matang toh akhirnya bercerai juga? Penyebabnya adalah aturan dan cara berpikirnya bukan Islami tapi kapitalisme-sekularis.

Bagaimana mungkin anak-anak remaja saat ini mampu membina keluarga, sementara kesiapan akalnya belum sempurna akibat kurikulum pendidikan sekular? Semestinya aqil dan baligh pada diri  anak berjalan beriringan bukan sebaliknya. Baligh-nya lebih cepat berkembang dibanding akalnya. Hasrat seksual dan perubahan fisik yang terjadi membuka keran kemaksiatan dan pergaulan bebas tanpa berpikir dampak dan efek kedepannya. Mereka siap secara seksual namun kabur norma halal dan haram. Perzinaan menjadi biasa, sedang pernikahan harus menunggu cukup usia. Jika melanggar ? pembatalan pernikahan dan pidana.  Inilah bukti gagalnya ideologi kapitalis yang diemban rezim. Maraknya kemaksiatan tak mampu mereka tangani apalagi mencegahnya. Penguasa yang seharusnya memberikan tuntunan dan solusi ternyata regulator semata. Pemilik kebijakan sebenarnya adalah para komprador, baik lokal maupun asing. Akibatnya, kerusakan di berbagai aspek melanda.

Musibah yang datang bertubi-tubi meng-isyaratkan kepada kita agar segera mencampakkan aturan manusia. Sudah saatnya menghentikan rezim anti Islam bercokol di muka bumi.  Keberadaan mereka dengan kapitalisnya hanyalah mengundang murka dan azab Allah secara beruntun. Berharap terus rezim akan sadar atau memihak rakyat, hanya angan-angan kosong. Berapa kali kita terjatuh di lubang sama? Akankah kita terus mengalami berbagai kejadian dan musibah  serupa seperti tahun 2018 ?

Bagi orang-orang yang berakal tentu berharap hikmah dibalik setiap musibah dan peristiwa. Hikmahnya tidak lain adalah segera mengganti sistem yang ada dengan Sistem Islam dalam Institusi Daulah Islamiyah sebagai lembaga penerap syariat Allah SWT dan RasulNya. Cukuplah Sudah  kita dijajah pemikiran Kapitalis-Sekular dengan aturannya yang merusak dan menuai petaka.

Wallahu a’lam bi Ash Shawab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak