Oleh : Kamila Amiluddin (Guru dan Pemerhati Anak, Member Akademi Menulis Kreatif)
Bencana tak berkesudahan, masihkah kita tak mengambil pelajaran?
Musibah kembali menghampiri, banjir bandang melanda kabupaten Gowa Sulawesi Selatan pada Selasa siang kemarindengan jumlah korban jiwa enam orang meninggal dunia.
Dilansir dari VIVA.co.id
“Ada empat jembatan (yang terputus), salah satunya Bongaya. Ada jalan lain yang bisa dilewati, namun agak jauh dan kita harus memutar. Dari laporan yang kami terima ada enam orang korban jiwa yang dinyatakan meninggal dunia,” Kata Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan.(22/01/2019)
Beberapa daerah di Kabupaten Gowa dilanda banjir karena mengalami kondisi cuaca ekstrem selama dua hari terakhir. Sedikitnya ada lima kecamatan yang terkena banjir tersebut yakni kecamtan Bantimurung, Simbang, Cenrana, Maros Baru, dan Lau.
Musibah juga bagian dari muhasabah agar manusia tak banyak berlaku salah menyimpang dari syariah, instrospeksi nasional untuk mencari jalan hidayah pengantar pada kehidupan penuh berkah. Musibah merupakan cara pencipta untuk meningatkan hambanya terutama para manusia, supaya kembali kepada aturannya. Namun jika musibah datang bertubi silih berganti, itu tanda murkanya atas acuhnya hamba pada diriNya.
Ada hal yang seharusnya menjadi bahan perenungan kita, belum hilang dar ingatan kita ditahun lalu telah terjadi gempa di Lombok yang tidak diikuti tsunami namun banyak menelan korban jiwa. Kemudian beberapa minggu setelahnya terjadi gempa dan tsunami disertai likuifaksi di Palu dan Donggala. Musibah ini dikatakan cukup besar dengan adanya ribuan korban yang meninggal karena tenggelam oleh lumpur sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengevakuasi para korban.
Lalu musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT610 diperairan Karawang, Jawa Barat pada tanggal 29/10/2018 yang juga banyak merenggut korban jiwa dalam satu pesawat tersebut. Dan nampaknya setiap mendekati akhir tahun seakan kita selalu diingatkan oleh Sang Pemilik semesta dengan adanya bencana, tsunami ini salah satunya. Sekarang diawal tahun 2019 bulan januari ini Indonesia kembali berduka dengan adanya musibah banjir bandang yang terjadi di Sulawesi Selatan.
Sesuatu yang terjadi atas kehendak dari Allah pasti ada ibroh yang bisa kita ambil didalamnya. Karena apa yang terjadi pasti memiliki sebab, dan dibalik sebab pastiada kebaikan.
Apakah yang telah dilakukan negeri ini sehingga bencana demi bencana hadir tiada henti? Apakah Allah sedang menyentil kita bahwa sudah terlalu banyak kedzaliman yang berlaku di negeri ini. Virus LGBT masih merajalela diberbagai daerah, perzinahan remaja, prostitusi online, korupsi, jaminan kesehatan yang dijadikan alat pemeras bagi rakyat, dan dzolim terhadap ulama hingga dianggap sebagai sebuah lelucon.
Tidak kah kita sadar bahwa itu merupakan perbuatan yang mengundang azab Allah, membawa kepada keburukan karena didalamnya terdapat perilaku kufur yang sangat dibenci oleh Allah. Bagaimanakah seorang pemimpin akan mempertanggung jawabkan atas kelalaian yang terjadi pada negeri ini. Apakah kita dilarang untuk memuhasabahi penguasa ketika jelas-jelas mereka mendzolimi rakyatnya dengan kebijakan-kebijakannya?
Bukankah setiap muslim bertanggung jawab atas prilaku-prilaku menyimpang yang terjadi disekitarnya? Ali Bin Abi Thalib pernah berkata :
“Ketika ahlul haq diam terhadap kebathikan, maka ahlul bathil mengira mereka berada dalam kebenaran”
Dari musibah yang terus menerus seakan Allah berpesan mengingatkan kepada kita agar tidak jatuh dalam jurang kemaksiatan, sehingga tidak mengundang murka Allah.
Hadits qudsi yang menyatakan
“Tak seharipun, kecuali laut meminta izin kepada RabbNya untuk menenggelamkan manusia.”
Yang mampu menolong manusia dari murka-Nya adalah ketaatan kita, seperti dalam firman Allah SWT dalam Qur’an
surah Al-Isra’ : 16
dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Inilah pesan dari Allah yang menginginkan kita kembali kepada syariatnya, meninggalkan segala bentuk hal-hal yang merugikan. Setiap manusia pasti menginginginkan kehidupan yang damai nan sejahtera. Kehidupan yang semacam itu tidak akan pernah bisa diraih jika tidak dihapuskannya kemaksiatan dan kedzoliman dari muka bumi.
Sementara itu, tidak akan pernah bisa hilang kemaksiatan jika tidak diterapkan islam dalam semua sudut kehidupan. Dengan diterapkannya islam dalam berbagai lini, selain kemaksiatan akan sirna bencanapun tidak akan dijumpa atas kehendak sang pencipta. Sebagaimana sungai nil yang berhenti murkanya dengan kembali mengalirkan air dengan wasilah surat dari Umar ibn Khattab atas izin Allah Azza wa Jalla.