Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Tim Siber Prostitusi online melacak melalui media sosial seperti wechat atau beetalk memanfaatkan fitur people nearby atau fitur lihat orang sekitar. Tak sulit melacak karena secara terang-terangan PSK online ini membuat status yang isinya menunjukkan bisa diajak kencan. Kode yang paling lazim digunakan adalah ‘open bo’. Kode ‘open bo’ memiliki makna bisa di-booking. Foto wajah juga terpampang di sana, dan juga di dalam galeri fotonya.
Tentu harus ada kepedulian dan keberanian dari pihak manajemen hotel untuk meminimalisir praktik prostitusi. Seperti halnya yang dilakukan manajemen Hotel Roditha, punya tim siber prostitusi online. Tim ini melacak dan menindak pelaku yang jualan jasa esek-esek di hotel tersebut. Pasalnya pihak manajemen berkomitmen menolak segala bentuk prostitusi, tanpa kecuali prostitusi online.
Tim siber prostitusi online Roditha hotel tiap hari ketat mengawasi, dari beberapa kali penertiban yang dilakukan pelaku PSK online ternyata didominasi dari Banjarmasin. Fakta ini sangat mudah tercatat dari identitas yang terekam saat check in. Ketika mereka check in pun banyak modusnya, ada yang sama pacar, bawa teman kamar, tak hanya perseorangan.
Dari beberapa kali penertiban didapat kisaran PSK Online pasang tarif awalnya menawarkan antara Rp 700 ribu sampai Rp 800 ribu. Tapi kalau dealnya bisa kisaran Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. Tidak ada habisnya selalu ada saja silih berganti. Dari keterangan yang didapat tim siber prostitusi online para PSK online biasanya pekerjaan sampingan. Berbagai kalangan, ada mahasiswa dan ibu rumah tangga (banjarmasin.tribunnews.com, 02/11/2018).
Prostitusi merupakan aktivitas seks yang dilakukan di luar akad nikah yang sah. Dari prostitusi inimuncul berbagai masalah sosial masyarakat, seperti perselingkuhan, perceraian, aborsi, trafficking dan penyebaran penyakit seksual menular, termasuk HIV/AIDS.
Anehnya, pemerintah masih tutup mata dengan dampak berantai dari eksistensi prostitusi ini. Malah memberikan jalan lokalisasi. Akibatnya, prostitusi makin menjadi, memakan korban dari kalangan anak-anak dan remaja. Bahkan, kian pesat lewat media online.
Perzinaan via dunia maya semakin merebak. Sasarannya tak hanya orang dewasa, namun sudah menjelajah ke semua usia. Di dunia maya justru lebih dahsyat karena penikmatnya tak nampak mata. Tinggal kelancaran koneksi internet, bisnis esek-esek pun tambah berjaya. Inilah buah kerusakan kapitalisme. Kebebasan bertingkah laku telah menjadi raja, sang penentu perkara. Semua demi materi semata. Halal haram tak lagi jadi halangan. Hanya kebahagiaan jasadiyah yang dikejar oleh mereka.
Mengapa prostitusi menjadi? Setidaknya ada beberapa penyebabnya, yakni: Pertama, merosotnya pemahaman agama sehingga keimanan masyarakat rapuh. Halal dan haram tak menjadi standar perbuatan. Bahkan, resiko penyakit HIV/AIDS dan kelamin pun diacuhkan.
Kedua, tidak ada lagi kontrol masyarakat yang mencegah/menghentikan kemaksiatan. Amar makruf nahi munkar tidak lagi dijalankan. Masyarakat pun telah individualis.
Ketiga, gagalnya pemerintah dalam menjaga aqidah dan menyejahterakan rakyatnya. Himpitan ekonomi dan kurangnya lapangan pekerjaan kerap disebut-sebut menjadi fakor pendorong terbesar yang mendorong untuk menjadi PSK. Selain itu, penguasa masih membiarkan berbagai media merusak serta tidak menindak tegas para pelaku kemaksiatan.
Semua faktor tersebut hanyalah faktor cabang saja yang mengerucut pada satu faktor utama, yaitu dijadikannya kapitalisme-sekular sebagai asas dan standar dalam kehidupan. Karena itu, menyelesaikan salah satu faktor saja, tak akan pernah menuntaskan masalah ini.
Firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (TQS. Al-Isra: 32)
Menurut Islam mendekati zina saja tidak boleh, apalagi melakukannya. Islam melarang dengan tegas perbuatan zina karena perbuatan tersebut adalah kotor dan keji. Perbuatan yang termasuk dosa besar ini, selain mengundang azab Allah SWT, juga berdampak sangat buruk dan menimbulkan berbagai keburukan.
Islam dengan sistem hidup yang paripurna telah mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan dengan jelas. Penjagaan terhadap posisi perempuan direalisasikan dengan kewajiban menutup aurat, pengaturan mahram perempuan, peranan wali, pengaturan nikah, dan sebagainya. Gharizatun na’u (naluri ketertarikan lawan jenis) yang merupakan fitrah pada manusia disalurkan sesuai syariat dengan pernikahan. Sehingga masyarakat pun akan terwarna dengan takwa.
Dalam sistem ekonomi, negara harus menjamin kebutuhan pokok setiap warga negara dan menyediakan lapangan pekerjaan. Terutama, bagi para lelaki yang secara syara' memang diwajibkan mencari nafkah yang halal bagi diri dan keluarga yang ditanggungnya. Sehingga, para wanita tidak menjadi pencari nafkah utama keluarga.
Kalaupun ada para wanita yang tidak memiliki mahram atau keluarga penanggung dirinya sehingga terkategori fakir atau miskin, maka negara menjamin kebutuhan pokoknya dari alokasi pengeluaran Baitul Maal. Karenanya, tak ada lagi alasan karena masalah nafkah, wanita terjerumus dalam dosa.
Di bidang media massa, negara harus pula menutup dan melarang setiap publikasi, tayangan dan konten pornografi-pornoaksi. Negara harus menyusun program-program media sesuai dengan politik penerangan, mencakup pengokohan akidah dan hukum-hukum di dalam membangun akal dan hati masyarakyat, serta penjelasan akan pemikiran-pemikiran merusak dan aspek kerusakannya.
Bila semua sistem tersebut telah sempuna diterapkan, namun tetap saja ada yang berbuat zina, maka sanksi tegas akan diberikan penguasa pada pelaku bila terbukti melakukan perbuatan tersebut. Baik diberikan hukuman rajam bagi yang pernah menikah (muhsan) ataupun dikenakan jilid terhadap yang belum pernah menikah (ghairu muhsan). Semata, agar dapat menebus dosanya dan memberikan efek jera.
Allah SWT berfirman: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman." (TQS. An-Nur: 2).
Dengan demikian, sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku zina ini akan meminimalisir kejahatan seksual dan memutus mata rantai prostitusi, khususnya lewat media online. Generasi Islam pun akan disuasanakan dengan kehidupan Islami yang kental. Mereka akan terkondisi dalam aktivitas ibadah dan menuntut ilmu, yang menjadi bagian tak terpisahkan untuk membangun peradaban gemilang.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.