Oleh Yanti Nurhayati, S.Sos. (Muslimah Peduli Umat)
Etnis Uighur adalah keturunan klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di propinsi China, Xinjiang. Namun, sejarah etnis Uighur menyebut daerahnya Uyghuristan atau Turkestan Timur. Menurut sejarah bangsa Uighur merdeka dan tinggal di Uyghuristan lebih dari 2000 tahun. Tapi Cina mengklaim daerah itu warisan sejarahnya dan oleh karenanya tidak dapat dipisahkan dari Cina. Uyghuristan merupakan tanah subur 1.500 mil dari Beijing dengan luas 1.6 juta km2 – hamper 1/6 wilayah Cina.
Orang Uighur berbeda ras dengan Cina Han. Mereka lebih mirip Eropa Kaukasus, sedang Han mirip Asia. Bangsa Uighur memiliki sejarah sepanjang 4000 tahun dan sepanjang itu mereka telah mengembangkan kebudayaan uniknya, system masyarakat, dan banyak menyumbang dalam peradaban dunia.
Orang Uighur memeluk Islam sejak 934, saat pemerintahan Satuk Bughra Khan , pengusaha Kharanid. Saat itu 300 mesjid megah dan 18 madrasah besar dengan lebih 2000 siswa masuk setiap tahunnya ini dibangun dikota Kashgar, Islam berkembang dan menjadi satu-satunya agama orang Uighur di Uyghuristan. Selain agama, dimadrasah-madrasah inilah anak Uighur belajar membaca, menulis, logika, aritmatika, geometri, astronomy, pengobatan dan pertanian.
Pada abad ke 7 pertanian mereka semakin berkembang dan mereka juga telah mengembangkan system irigasi untuk mengalirkan air dari sumber yang jauh dari lahan pertanian, sisitem irigasi kuno ini masih bisa dilihat di kota Turfan. Kebudayaan Uighur mendominasi Asia Tengah sepanjang 1000 tahun sebelum bangsa ini ditaklukkan oleh penguasa Manchu yang memerintah di Cina.
Sejumlah serangan teroris terjadi selama dekade terakhir, dan pemerintah menuding separatis di Xinjiang dan sekitarnya adalah pelakunya. Sekitar 200 orang -sebagian besar warga suku Han- tewas dalam kerusuhan di Urumqi, ibukota di sana, pada tahun 2009. Lalu pada Februari 2017, terjadi serangan penikaman yang menewaskan lima orang, yang disusul penggrebekan besar-besaran oleh pemerintah CIna terhadap apa yang mereka sebut sebagai kaum ekstremis dan separatis.
Sekarang kembali lagi Cina dihujani berbagai kritik dari masyarakat dunia atas perlakuan mereka yang dianggap menindas sejumlah besar warga suku Uighur, kelompok minoritas Muslim negeri itu, antara lain dengan menahan mereka di camp-camp khusus. Pada Agustus 2018, sebuah komite PBB mendapat laporan bahwa hingga satu juta warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya ditahan di wilayah Xinjiang barat, dan di sana mereka menjalani apa yang disebut program 'reedukasi, atau 'pendidikan ulang'.
Pemerintah Cina membantah tudingan kelompok-kelompok HAM itu. Pada saat yang sama, ada semakin banyak bukti pengawasan opresif terhadap orang-orang yang tinggal di Xinjiang.
Menurut Human Rights Watch, suku Uighur khususnya, dipantau secara sangat ketat. Mereka harus memberikan sampel biometrik dan DNA. Dilaporkan terjadi penangkapan terhadap mereka yang memiliki kerabat di 26 negara yang dianggap 'sensitif'. Dan hingga satu juta orang telah ditahan.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan orang-orang di kamp-kamp itu dipaksa belajar bahasa Mandarin dan diarahkan untuk mengecam, bahkan meninggalkan keyakinan iman mereka.
Sejumlah mantan tahanan mengatakan kepada kami tentang penyiksaan fisik maupun psikologis yang mereka alami di kamp-kamp penahanan. Seluruh keluarga mereka lenyap, dan mereka mengatakan bahwa para tahanan disiksa secara fisik dan mental. Kami juga melihat bukti dari berlangungnya pengawasan nyaris total terhadap warga Muslim di Xinjiang. Dan selain itu mereka melakukan pencucian otak untuk melupakan Islam, dipaksa untuk meminum minuman beralkohol dan memakan daging babi, wanita-wanitanya diperkosa. Mereka menyangkal adanya kamp penahanan khusus tetapi mengatakan orang-orang di Xinjiang itu mendapatkan 'pelatihan kejuruan'. Seorang pejabat tinggi di Xinjiang mengatakan wilayah itu menghadapi ancaman 'tiga kekuatan jahat': terorisme, ekstremisme dan separatisme.
Nasib warga Muslim Uighur di wilayah Xinjiang, China, semakin tak menentu. Tanah, rumah dan harta benda mereka dirampas sehingga kondisi mereka sangat memprihatinkan. Ada semacam upaya genosida terhadap warga muslim disana. Yang lagi-lagi dunia saat ini diam, negeri-negeri muslim tak mampu berbuat apa-apa bahkan organisasi HAM international pun seperti PBB tak mampu memberikan solusi.
Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam bersabda, “Orang-orang beriman itu seperti satu tubuh; jika matanya, seluruh tubuhnya terasa sakit, dan jika kepalanya sakit, seluruh tubuhnya terasa sakit. ”(Muslim)
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar seharusnya bisa mengubah gaya diplomasinya menjadi lebih tegas, bukan sekedar formalitas belaka. Tekanan pemerintah kita terhadap Cina harusnya lebih kuat dan lantang.pemutusan segala hubungan dengan Cina seharusnya bisa dijadikan opsi jika Negara tersebut masih menindas etnis muslim Uighur.
Sejatinya sebagai umat Islam, kita dan muslim Uighur adalah satu tubuh. Kita diikat oleh ikatan akidah, ukhuwah Islamiyaah yang sangat erat jauh melampaui sekat Nasionalisme. Kaum muslim harus sadar bahwa isu Uighur adalah isu Islam yang harus dipecahkan melalui perspektif Islam. Umat harus menolak bingkai nasionalisme yang membuat mereka tidak berkutik atas penindasan etnis muslim Uighur. Kita sebagai umat muslim harus banngkit dan sama-sama berjuang untuk segera mengembalikan kembali naungan Islam dibumi ini, sehingga umat muslim satu dengan yang lain tidak akan tersakiti dan teraniaya oleh neara-negara kafir.