Oleh.Tety Kurniawati ( Komunitas Penulis Bela Islam)
Tren kenaikan harga pangan diperkirakan masih terus terjadi beberapa hari menjelang pergantian tahun. Meski bukan hal baru. Namun tak bisa dipungkiri publik senantiasa berharap kestabilan. Hingga roda perekonomian dapat berjalan. Tanpa gejolak berarti yang berpotensi jadi hambatan kemajuan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam konferensi persnya, Senin (3/12), melaporkan, harga beras semua jenis mulai dari kualitas rendah, medium, hingga premium alami kenaikan. BPS mencatat semua jenis beras melonjak mulai terjadi mulai dari tingkat penggilingan.
“Kami melaporkan laju inflasi di November 2018 mencapai 0,27 persen (month on month). Harga beras premium naik 1,30 persen, beras medium naik 2,22 persen, kualitas rendah itu naik 2,52 persen," demikian disampaikan Suhariyanto, Senin (3/12).
Sementara itu BPS mencatat, harga beras premium saat ini menjadi Rp9.771 per kilogram (kg), beras medium menjadi Rp9.604 per kg, dan beras kualitas rendah menjadi Rp9.246 per kg. (Trubus.id 3/12/18)
Eko Listianto selaku Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyebut ada beberapa komponen yang menyebabkan kenaikan harga pangan di akhir tahun diantaranya ancaman inflasi yang dipicu kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL). Selanjutnya ada masalah impor dilakukan pemerintah untuk menutupi kebutuhan dalam negeri. Padahal, komponen pangan tersebut mampu di berdayakan di tingkat petani dalam negeri. Berikut, data pangan yang tidak akurat menjadi masalah pemerintah menentukan kebijakan ke depannya. (Kontan.co.id 15/12/18 )
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Terkait erat dengan keberlangsungan hidupnya. Karenanya, kecukupan pangan merupakan hak asasi yang layak diupayakan pemenuhannya. Jika dalam jangka pendek kekurangan pangan memicu kelaparan, kemiskinan, kurang gizi, dan berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan seorang insan. Dalam jangka panjang ia berperan penting menentukan kualitas generasi yang akan memimpin peradaban. Dengan kata lain, yang dikonsumsi rakyat hari ini. Akan berdampak terhadap masa depan bangsa dikemudian hari.
Krisis pangan yang ditandai kelangkaan dan meroketnya harga bahan pangan. Tidak hanya berdampak sosial terhadap tingginya angka kriminalitas. Tapi juga acapkali menimbulkan instabilitas politik yang berujung pada pelengseran sebuah negara. Seperti terjadi di Pakistan, Meksiko, Argentina, Mesir, Haiti, dan Tunisia. Ketika dilanda krisis pangan pada 2008.
Sudah seharusnya, kenaikan harga pangan tahunan tidak dapat terus menerus dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar. Tapi harusnya bisa diantipasi jauh-jauh hari dan dicarikan solusi. Mirisnya. Tren harga tinggi di akhir tahun menjadi moral hazard oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk mencari rente dengan penimbunan. 'Rent seeking theory' berlaku dimana para spekulan dan mafia berupaya mengeruk keuntungan dari kelangkaan pangan. Tak peduli jika masyarakat yang harus menanggung kerugian. Wajar kemudian harga pangan melambung dipasaran.
Inilah sesungguhnya buah penerapan sistem ekonomi liberal. Meniscayakan kesengsaraan, menjauhkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga kebanyakan. Sementara dilain sisi memperkaya dan mensejahterakan segelintir orang yang memiliki kapital. Jelas dan terang. Bukti nyata menunjukkan bahwa negara pengemban sistem ekonomi liberal tidak mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan dengan harga terjangkau.
Islam sebagai petunjuk hidup yang sempurna. Menganggap pangan sebagai kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Maka wajib bagi pemimpin Islam untuk mengupayakan pemenuhannya. Tak boleh ada seorangpun yang kelaparan. Karena esok pasti akan dipertanggungjawabkannya di hari pembalasan.
Selanjutnya islam pun menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang jauh dari penyimpangan terhadap syariah. Seperti ihtikar ( penimbunan) yang berdampak kelangkaan bahan pangan, ghabn al fakhisy ( permainan harga) yang berdampak melambungnya harga, hingga Liberalisasi yang menjadi jalan bagi 'penjajahan' ekonomi.
Sejarah telah mencatat bagaimana Rasulullah SAW turun tangan langsung ke pasar untuk memastikan tidak terjadi ghabn ( penipuan harga), tadlis ( penipuan barang) serta melarang penimbunan. Pada masa khalifah Umar praktek ini pun dilanjutkan. Bahkan beliau melarang orang yang tidak faham hukum fikih bisnis untuk terjun dalam dunia bisnis. Ujian berkala pun diterapkan bagi mereka tuk memastikan kelayakan.
Demikianlah bukti keseriusan konsep Islam dalam menyelesaikan masalah pangan. Menutup tiap celah penyimpangan dan menjamin hadirnya kesejahteraan. Tidakkah kita merindukan hadirnya masa-masa itu? Masa dimana syariah diterapkan. Hingga rahmatan lil alamin mewujud nyata dalam kehidupan. Wallahu a'lam bish showab.