SDA Indonesia Dirampok Asing, Aseng dan Asong yang Bilang NKRI Harga Mati Kemana?

Oleh: Nunung Purwaningsih S.E

Konsep Aseng, dan Asong ini menunjukkan kritik dan kecaman atas realitas obyektif Indonesia sekarang. Bahwa kehidupan bernegara rakyat Indonesia telah dikuasai Asing (orang luar negeri), Aseng (ras Cina), dan Asong (kaum pribumi yang menghamba terhadap asing dan asong). Issue politik Asing, Aseng, dan Asong ini semakin membesar dan meluas sesuai dengan berkembangnya issu berbondong-bondong tenaga kerja Cina masuk ke Indonesia. Dan, penguasaan sebagian besar sumberdaya Indonesia oleh kelompok konglomerat Cina (Taipan).

Secara sederhana makna kata Asing, Aseng, dan Asong dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Asing, bermakna semua kekuatan luar negeri mengexploitasi bangsa Indonesia. Asing mendikte dan mencengkeram bangsa Indonesia. Melalui lembaga non state seperti Bank Dunia, IMF, ADB, Operasi Intelijen, dan lain-lain, mendiktekan dan mengeksploitasi  bangsa Indonesia.

2. Aseng, bermakna konglomerat atau pengusaha besar/atas Cina hitam dan terlibat mafia dalam berbagai bisnis di sekitar kekuasaan negara. Makna ini kemudian diperluas ke arah  kepentinggan Cina (RRC) di Indonesia.

3. Asong, bermakna kaum pribumi  bagaikan tukang asongan menjual  negara ini, dengan proposal bisnis, politik, kemiskinan, dan lain-lain, untuk kepentingan pribadi, kelompok, dan merugikan negara. Asong dalam beragam wujud: bisa penguasa boneka/antek/agen; bisa birokrat  fasilitator memperlancar semua kepentingan Asing dan Aseng; bisa juga kaum intelektual, akademisi, jurnalis, lawyer, aktivis LSM bekerja mencuci otak rakyat agar menerima gagasan yang sesungguhnya merugikan kepentingan negara. Mereka ini umumnya mendapatkan manfaat dan dana dari Asing dan Aseng.

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Gemah ripah loh jinawi. Baik  yang ada dipermukaan bumi atau yang ada dalam perut bumi. Yang ada didaratan atau dilautan. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat banyak,  sehingga membuat para asing dan aseng tergiur ingin memiliki dan menguasainya. 

Berbagai cara dilakukan oleh asing dan aseng agar bisa mendapatkan apa yang diinginkannya upaya yang digunakan adalah dengan cara yang halus bukan cara kekerasan atau fisik. Yaitu dengan menempatkan orang orang yang menjadi antek-antek mereka pada posisi yang strategis. Mereka telah menempatkan agen-agennya duduk di legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Inilah ancaman nyata bagi negeri kita Indonesia. Kelompok neo liberal, telah menguasai sejumlah aset dan sumber daya alam negeri ini. Lewat perundang-perundangan yang dibuat oleh DPR, mereka bisa melakukan mengeruk aset negara dengan legal. Inilah yang disebut dengan neo imperialisme. 

Mereka tidak perlu mengirimkan pasukan atau menembakan pelurunya untuk menguasai negeri ini, tapi cukup mengajukan draft undang-undang yang telah mereka siapkan, hingga lolos menjadi sebuah undang-undang. Dengan undang-undang tersebut, mereka mengeruk kekayaan negeri ini, mereka bisa menguasai negeri ini. Inilah ancaman nyata yang sedang melanda negeri ini sekarang. 

Sejumlah undang-undang telah diamandemen, seperti warga non pribumi bisa menjadi Presiden, warga negara asing bisa memiliki properti seratus persen, kepemilikan asing atas sumber daya alam, kepemilikan asing atas fasilitas yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti: air, jalan toll, dll.

Itulah fakta yang terjadi negeri yang mayoritas muslim tapi tidak diatur dengan sistem Islam,  sehingga dikuasai oleh orang orang kafir penjajah. Lalu bagaimana cara kgilafah megelola sumber daya alam. 

Ketiadaan Khilafah bagi kaum muslim saat ini menyebabkan kekayaan SDA yang dimiliki tidak dapat dimanfaatkan oleh umat. Sebagian besar  negeri-negeri Islam dipaksa menerapkan aturan Kapitalis dan melakukan liberalisasi ekonomi seperti yang terjadi di Indonesia, Bangladesh, Turki, dan Saudi Arabia. Negeri-negeri Islam pun menghadapi suatu masalah yang oleh ahli ekonom Barat disebut “kutukan SDA” (natural resource curse). Yakni paradoks negara kaya SDA tetapi penduduknya miskin.

Dalam sistem Khilafah, politik dalam negeri adalah melaksanakan hukum-hukum Islam sedangkan politik luar negeri menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Pembebaskan (futuhat) negeri-negeri yang belum tersentuh Islam. Pembebasan Islam ini berbeda dengan penjajahan yang dilakukan Barat. Sebab Islam diturunkan Allah sebagai rahmat kabar gembira, sekaligus peringatan yang keras. Politik ini juga mengharuskan Khilafah menjadi negara yang kuat dari sisi militer sehingga mencegah upaya negara-negara imperialis untuk menguasai wilayah Islam dan SDA yang terdapat di dalamnya.

Rasulullah SAW pernah mengambil kebijakan untuk memberikan tambang kepada Abyadh bin Hammal al-Mazini. Namun kebijakan tersebut kemudian ditarik kembali oleh Rasulullah setelah mengetahui tambang yang diberikan Abyadh bin Hammal laksana air yang mengalir.

Pada contoh kebijakan Rasulullah tersebut, diperbolehkan individu menguasai area tambang jika luas dan depositnya sedikit. Hasil eksploitasi barang tambang yang diperoleh individu tersebut dikenakan khumus atau seperlimanya untuk dimasukkan ke dalam Baitul Mal sebagai bagian dari harta fai.

Untuk barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas maka individu tidak boleh menguasainya sebab barang tambang tersebut termasuk harta milik umum dan hasilnya masuk dalam kas Baitul Mal. Rasulullah bersabda, “Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api” (HR Abu Dawud). 

Dengan demikian penguasaan SDA di tangan negara tidak hanya akan berkontribusi pada penyedian komoditas primer untuk keperluan pertahanan dan perekonomian Khilafah, tetapi juga menjadi sumber pemasukan negara yang melimpah pada pos harta milik umum.

Sebagai contoh cadangan minyak bumi negeri-negeri Islam mencapai 68,54% cadangan global sedangkan gas bumi 61,45% cadangan dunia. Seharusnya dengan cadangan yang besar tersebut kaum muslim mendapatkan manfaat yang besar pula. Bandingkan dengan dengan pendapatan kotor lima korporasi minyak utama dunia, yakni BP, ExxonMobil, Total, Shell, dan Chevron sebesar US$ 1,19 trilyun setara 2% nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dunia atau 220,21% PDB Indonesia.

Minyak bumi merupakan produk yang sangat penting pada masa kejayaan Khilafah jauh sebelum zaman modern sekarang. Minyak menjadi komoditas yang dibutuhkan untuk keperluan militer maupun ekonomi masyarakat. Beberapa ladang minyak bumi pada masa itu antara lain di Baku yang mulai beroperasi sejak tahun 885 M pada masa Khalifah al-Mu’tamid ‘Alailah (870-892). Pada abad ke 13, Marco Polo melaporkan ratusan kapal mengambil minyak di Baku pada waktu itu. Selain di Baku, produksi minyak mentah juga ada di tepi timur sungai Tigris hingga sepanjang jalan menuju Mosul, di Sinai Mesir dan Khuzistan di Iran. Minyak mentah tersebut tidak hanya disuling untuk keperluan sumber energi tetapi juga diolah menjadi aspal dan berbagai produk turunan lainnya.

Cadangan mineral di berbagai wilayah propinsi Khilafah berkontribusi atas kemakmuran penduduknya. Berbagai batu mulia seperti zamrud diperoleh di Mesir. Sementara di Spanyol terdapat beragam tambang mineral .

Begitulah cara khilafah mengelola sumber daya alam,  sehingga tidak ada peluang pihak asing dan aseng untuk menguasai sumber daya alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak