Reuni 212: Refleksi dan Kontemplasi Atas Kemelut Negeri Ini

Oleh Rahmi Rahmawati (Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Dzikir yang paling utama adalah bacaan ’laa ilaaha illallaah’. (HR. Al-Tirmidzi)

Alhamdulillaah, Event akbar ummat Islam telah terselanggara dengan sangat baik dan sukses. Menurut ahli geospasial, Reuni 212 ini dihadiri oleh tiga hingga lima juta peserta dari berbagai sudut negeri. Peristiwa ini nampaknya belum ada tandingannya. Ummat dengan sukarela datang jauh-jauh dan mengeluarkan modal sendiri yang tidak sedikit. Jika dirupiahkan tentu akan menjadi nominal yang sangat fantastis. Allaahu akbar.

Bela tauhid menjadi motif yang umum di tengah peserta yang hadir. Ya, sebab adanya pembakaran bendera tauhid oleh oknum ormas tertentu beberapa waktu silam, pembelaan ummat Islam sungguh luar biasa. Ummat kian cerdas bahwa bendera tauhid yakni bendera Rasulullaah Muhammad saw. adalah bendera seluruh ummat Islam di bagian dunia mana pun kapan pun. 

Tauhid adalah asas bagi setiap muslim. Apa makna bendera tauhid bagi seorang muslim? Pertama, bendera tauhid adalah simbol tauhid. Simbol dalam mengesakan dan mengagungkan Allaah serta mengakui Muhammad saw. Rasul Allaah dan mengikuti ajaran-ajarannya. Kedua, bendera tauhid adalah pemersatu ummat. Tidak ada batasan ras, suku, bangsa di bawah naungan kalimat tauhid. Ummat hanya diikat oleh ikatan shahih yang satu yakni ikatan akidah. Pada peristiwa fathu makkah yang damai, setelah 19 hari rekonsiliasi pasukan kaum muslim bersama Rasulullaah Muhammad saw. berkata hari ini adalah hari balas dendam, namun kata Nabi saw. hari ini adalah hari kasih sayang. Muhajirin dan anshar pun disatukan dengan tauhid.  

Ketiga, bendera tauhid merupakan simbol kepemimpinan. Pada saat Perang Khaibar, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh aku akan memberikan ar-Rayah ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberikan kemenangan kepada dirinya.” Umar bin al-Khaththab berkata, “Tidaklah aku menyukai kepemimpinan kecuali hari itu.” (HR Muslim). Akhirnya bendera tauhid tersebut diberikan kepada Ali ra. Pasukan kaum muslim menang saat itu dan mendapat ghanimah 10.000 keping dinar yang setara dengan Rp. 20M. Kemudian pada saat Perang Uhud Mush’aib bin umair ra. mengangkat bendera diikuti pasukan islam di belakang, saat itu bendera tauhid menjadi pemersatu kepemimpinan pasukan. Lalu musuh mengobrak-abrik pasukan dengan  memotong tangan kanan Mush’aib ra., lalu tangan kiri, akhirnya jantung Mush’aib ra. ditusuk tiga kali. Sehingga beliau ra. syahid. 

Keempat, bendera tauhid adalah pembangkit keberanian dan pengorbanan dalam perang. Dalam Perang Mu’tah yang jumlah pasukan lawan sangat timpang, saat itu komandan perang yang memegang bendera berusaha untuk tetap memegang dan mengibarkan bendera walaupun nyawa taruhannya. Imam al-Bukhari meriwayatkan bahwa yang memegang ar-Rayah dalam Perang Mu’tah awalnya adalah Zaid bin Haritsah ra., tetapi ia kemudian gugur. Ar-Rayah lalu dipegang oleh Ja’far ra., tetapi ia pun gugur. Ar-Rayah lalu berpindah tangan dan dipegang oleh Abdullah bin Rawwahah ra., tetapi ia akhirnya gugur juga di jalan Allah SWT (HR al-Bukhari, Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, IV/281). 

Kelima, bendera tauhid menggentarkan musuh dalam perang. Imam Ibnu Khaldun dalam halini menyatakan, “Banyaknya bendera-bendera itu, dengan berbagai warna dan ukurannya, maksudnya satu, yaitu untuk menggentarkan musuh…” (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, II/805-806). 

Terdapat banyak hadits shahih atau minimal hasan yang menyebutkan bahwa bendera tauhid yakni  al-rayah (panji) Rasul berwarna hitam dan al-liwa (bendera)nya berwarna putih. Ustadz Yuana Ryan Tresna Pimpinan Majlis Khamidus Sunnah menjelaskan bahwa para ulama sudah membahas hal ini ketika mereka semua menjelaskan hadits-hadits diatas dalam kitab syarah dan takhrijnya. Sebut saja seperti Kanz al-Ummal, Majma’ al-Zawa’id, Fath al-Bari, Tuhfah al-Ahwadzi, Umdah al-Qari, Faidh al-Qadir, dll. Belum lagi dalam kitab sirah dan maghazi yang diantaranya memiliki sanad kuat. 

Terkait warna, hadits-hadits shahih menyebutkan bahwa warna al-rayah adalah hitam dan al-liwa’nya adalah putih. Adapun hadits-hadits yang menyebutkan warna lain seperti kuning dan merah, memang ada, tetapi kualitasnya dha’if dan ada yang sifatnya sementara. Terkait tulisan dan khat serta ukuran itu hanyalah perkara teknis, yang dalam sejarahnya hal tersebut tidak diatur secara rinci. Tentu saja tidak bijak kalau persoalan teknis ini dijadikan argumetasi untuk menggugurkan syariat terkait al-rayah dan al-liwa’. Itu juga yang terjadi pada khat penulisan al-Qur’an. Ketidak-pastian khat tidak boleh menjadi dasar penolakan pada al-Qur’an. 

Maka bendera tauhid menyatukan ummat dan menguatkan ummat. Bendera tauhid menghilangkan fanatisme golongan dan bangsa. Semoga semangat bela tauhid akan terus menggelora di dada-dada ummat yang merindukan hidup di bawah kalimat tauhid, yakni hidup dengan ajaran-ajaran Islam yang syamil (menyeluruh) dan kamil (paripurna). Wallahu'alam bishowab


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak