Reuni 212, Pemersatu Umat Islam


Oleh: Tri S, S.Si 

(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)


Opini pasca aksi bela Islam jilid I dan reuni tahun sebelumnya, sukses mengaduk-aduk perasaan umat yang bersih hatinya.

Boleh jadi, tahun depan, reuni akbar 212 akan semakin membengkak pesertanya. Karena efek domino kesuksesan reuni 212 kemarin, masih akan membahana beberapa pekan ke depan. Tak hanya ke pelosok Nusantara, juga lintas benua. Semakin menggetarkan jiwa-jiwa yang belum sempat menghadirkan raga. 

Maka, di luar soal jumlah, yang terpenting adalah reuni 212 ini manfaatnya apa? Sukses menggulirkan opini apa saja? Kendati sudah banyak yang membeberkannya dari berbagai sudut pandang, berikut di antaranya: 

1. Islam damai, tidak radikal

Jutaan massa berkumpul bersamaan dalam satu titik, sangat potensial menimbulkan chaos. Namun terbukti adem ayem. Tidak ada kekerasan. Tidak ada kerusuhan. Tidak ada kekejian. Tidak ada kebrutalan. Padatnya massa, lamanya antrean, panasnya mentari, dahaga dan lapar tak sedikitpun menyulut amarah. Egoisme tersingkir sudah. Justru empati ada di mana-mana. Dengung salawat dan zikir pun membahana. Jutaan manusia hilir mudik dengan tertib tanpa insiden. Tanpa gesekan.

2. Persatuan umat 

Umat Islam bak air bah, mengalir dari berbagai penjuru negeri tanpa peduli siapa komandonya. Tak mementingkan siapa panitia penyelenggaranya. Siapa yang mengundangnya. Siapa orator-oratornya. Siapa yang mengajaknya. Ormas, parpol atau harokahnya apa, lebur tanpa pemisah. Semangat persatuan kental terasa. Ashobiyah luntur sudah. Tak hendak menonjolkan diri atau kelompoknya, tapi persatuan.

3. Umat Islam itu kaya 

Peserta bukanlah massa bayaran. Mereka masing-masing mampu menjadi penyandang dana untuk diri dan keluarganya. Bahkan mendanai peserta lain yang kurang mampu.  Berlomba-lomba melebih-lebihkan perbekalan. Padahal ia tahu, masing-masing sudah pasti membawa bekal. Mengapa bisa begitu? 

Berkat dakwah,  dermawan telah menjadi sifat dari Muslim milenial. Kendati hidup di zaman materialistis, namun mereka tidak cinta mati pada harta. Apalagi demi agama. Yakin Allah itu kaya, Maha Pemberi Segala. Rezeki makin dibagi, kekayaan makin diisi. Itulah keyakinan umat Islam.

4. Diterimanya bendera tauhid.  

Sejak arak-arakan Arroyah raksasa di aksi 212 pada 2016 mencuri perhatian massa, pengenalan panji Rasulullah SAW itu terus disosialisasikan. Hasilnya, meski fitnah keji dan persekusi tak henti terjadi, penerimaan bendera ini kian membulat. Umat Islam telah sah menerima bendera tauhid sebagai simbol agamanya. Memahami panji Rasulullah SAW yang selama ini asing dari forum-forum kajian. Ini kesuksesan besarnya. Karena inilah agenda utama reuni 212. Bela kalimat tauhid.

5. Umat melek politik

Sejak aksi 212, umat banyak belajar tentang hakikat percaturan agama dalam perpolitikan. Ini sedikit banyak membuat umat melek politik, walau mungkin baru sebatas politik praktis.  Ungkapan "jangan politisasi agama" atau "jauhkan agama dari politik" kian tenggelam. Umat telah jenuh menyaksikan politik gersang tanpa agama. Atau, agama hanya dijadikan komoditas politik sesaat. Kepedulian umat pada umat, pada cara pengaturan negara, itu hakikatnya berpolitik.  Sebab itu perintah agama. Agama juga mengatur urusan umat. Kendati aspek politik ini belum kental menjadi pemahaman yang benar, setidaknya umat tak lagi alergi bicara soal politik. 

Itu di antara sekian manfaat dari reuni 212. Silakan ditambahkan. Sebab jika dijabarkan semua, akan menjadi sangat panjang. Lazimnya event akbar tentu menghasilan efek akbar pula. Seperti membangkitkan ghiroh keagamaan, mengentalnya rasa persaudaraan, terjalinnya jaringan silah ukhuwah, serta terbukanya pintu-pintu hidayah bagi siapa saja yang membuka hati mengikuti sejarah. (Tri S ).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak