Reuni 212: Menuju Penyatuan Visi Politik Islam


Oleh: Rini Ummu Shofia
(Praktisi Pendidikan) 


Berbagai upaya untuk menghalangi terlaksananya Reuni Akbar 212 telah dilakukan. Mulai dari cara halus hingga cara kasar. Namun Alhamdulillah, dengan pertolongan dan izin Allah SWT kegiatan berlangsung dengan sangat sukses.

Jutaan umat Islam dari berbagai penjuru datang ke Monas. Mereka merasa terpanggil untuk menjadi para pembela dan penolong Islam. Harapan mereka hanya ridha Alllah SWT serta pahala dan surga-Nya.

Mereka pun bersatu, tak ada lagi sekat yang memisahkan mereka sekalipun mereka berbeda madzhab dan organisasinya. Juga, suku dan bahasanya. Yang menyatukan mereka keimanan. Tatkala mereka bersatu karena Allah SWT, maka dia pun melunakkan hati mereka sehingga seperti saudara.

Reuni 212 yang berlangsung sejak Ahad (02/12/2018) sebelum subuh hingga tengah hari, menurut Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Dr Nashirul Haq, menjadi salah satu bukti bahwa harapan persatuan umat masih besar. “Saya menyaksikan sendiri bagaimana lautan umat Muslim berbondong-bondong menuju Monas. Ini bukti bahwa umat Islam Indonesia, lewat Aksi Bela Islam 212 dan Reuni 212, bisa bersatu di bawah panji tauhid dan kalimat Laa ilaaha illallah,” jelas Nashirul saat dihubungi Hidayatullah.com, Ahad (02/12/2018).

Umat Islam kembali menunjukkan jati diri mereka sebagai umat yang satu. Umat yang memiliki akidah yang sama, akidah Islam. Maka, sekalipun berbeda organisasinya dan tak sama madzhabnya, tetapi mereka bisa bersatu dalam gerak yang sama.

Dua tahun yang lalu, umat Islam bersatu melakukan perlawanan ketika Al-Qur’an dinistakan. Bagi umat Islam, Al-Qur’an adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Kitab suci dari Dzat Yang Maha Suci. Kebenarannya mutlak. Semua yang bertentangan dengannya pasti batil dan salah.

Kini mereka kembali bersatu ketika rayah Rasulullah SAW dihinakan dengan semena-mena. Mereka pun bangkit menunjukkan kecintaan mereka terhadap bendera bertuliskan kalimat tauhid itu. Kalimat yang membuat mereka menjadi Mukmin dan selamat dari kekufuran. Maka, aksi 212 tahun ini pun dipenuhi dengan kibaran bendera tauhid, bendera Rasulullah SAW, bendera umat Islam.

Bersatu di Bawah Panji Tauhid

Panji Tauhid sesungguhnya adalah panji pemersatu umat Islam. Karena itu umat Islam wajib bersatu di bawah Panji La ilaha illalLah Muhammad RasululLah ini.

Panji Tauhid sejatinya mampu mencegah mereka dari berpecah-belah. Tentu saja jika mereka semuanya tetap berpegang teguh pada al-Quran. Inilah yang juga ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran:

Berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali Allah dan jangan bercerai berai… (TQS Ali Imran [3]: 103).

Imam as-Samarqandi berkata, “Wa’tashimû bi hablilLâh (Berpegang teguhlah kalian pada tali Allah)” bermakna, “Tamassakû bi dînilLâhi wa bi al-Qur’ân (Berpegang teguhlah kalian semuanya dengan agama Allah dan al-Quran)” (AS-Samarqandai, Bahr al-‘Ulûm, 1/234).

Menurut Imam al-Mawardi, terkait frasa “Wa’tashimû bi hablilLâh (Berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali Allah)”, salah satu takwil atas kata “al-habl (tali)” adalah KitabulLâh. Ini adalah pendapat Ibn Mas’ud, Qatadah dan as-Sadi (Al-Mawardi, Tafsîr al-Mâwardî, 1/413).

Alhasil, persatuan umat yang hakiki adalah yang diikat oleh al-Quran. Karena itu persatuan umat Islam sejatinya bukan sekadar “kerumunan massa”. Persatuan umat Islam harus benar-benar didasarkan pada al-Quran.

Kesatuan Visi dan Misi Politik Islam

Selain wajib bersatu atas dasar al-Quran, di dalam QS Ali Imran ayat berikutnya Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar:

Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan (Islam) serta melakukan amar makruf nahi mungkar. Mereka itulah kaum yang beruntung (TQS Ali Imran [3]: 104).

Terkait ayat di atas, Imam ath-Thabari menyatakan, “Abu Ja’far berkata bahwa frasa ‘yad’ûna ilâ al-khayr’ yakni ‘menyerukan kepada manusia Islam dan syariahnya yang telah Allah syariatkan kepada para hamba-Nya’…” (Ath-Thabari, Jâmi al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, 7/90-91).

Berdasarkan ayat di atas, umat Islam harus memiliki visi dan misi politik Islam yang jelas dan tegas. Visi dan misi politik Islam itu harus diwujudkan melalui gerakan politik yang menyerukan Islam dan menyadarkan umat dengan syariah Islam secara terus-menerus. Tujuannya agar umat terdorong untuk menerapkan syariah Islam secara kâffah untuk mengatur segenap aspek kehidupan mereka.

Gerakan politik yang dimaksud semata-mata diorientasikan untuk mewujudkan segala kemaslahatan bagi umat berdasarkan syariah Islam. Itulah gerakan politik Islam yang sejak awal dijalankan oleh Baginda Nabi Muhammad saw. sepanjang perjalanan dakwah beliau. Puncaknya, beliau berhasil meraih kekuasaan politik di Madinah—yang ditandai dengan pendirian Daulah Islam yang pertama—yang diorientasikan semata-mata demi melayani umat sesuai dengan syariah Islam.

Ketua Majelis Fatwa Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustadz Zain An Najah mengatakan tugas ulama mengingatkan penegakan syariat. Islam akan tegak apabila didukung dengan politik yang kuat. “Tugas ulama dan umat mengingatkan politisi agar tidak mengedepankan syahwat berkuasa. Melainkan kekuasaannya ditujukan untuk menjalankan syariat Islam,” katanya dalam Tabligh Akbar MIUMI ‘Arah Perjuangan Umat’ di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (01/12/2018).

Meneladani  Rasulullah Saw.

Sebagaimana kita ketahui, Muhammad bin Abdillah, sejak diangkat sebagai nabi/rasul, mulai tidak disukai oleh kaumnya. Para pemuka Arab, bahkan paman beliau, seperti Abu Lahab yang dulu begitu menyayangi beliau, berbalik memusuhi beliau secara keras. Apakah hal itu semata-mata karena beliau membawa agama/keyakinan baru? Tidak.

Pada masa-masa awal dakwah Rasulullah saw. di Makkah, orang-orang Arab tidak begitu peduli. Sewaktu beliau melewati majelis mereka, mereka juga hanya berkomentar, “Inilah putra Abdul Muthalib yang menyampaikan sesuatu dari langit.” Sikap mereka ini terus berlangsung untuk beberapa waktu lamanya (An-Nabhani, 1994).

Namun demikian, sikap mereka berubah drastis saat menyadari bahwa dakwah Rasulullah saw. bukan sekadar ‘gerakan keagamaan’. Ia telah berubah menjadi sebuah gerakan politik yang diprediksi bakal mengancam bukan hanya keyakinan, tradisi dan budaya mereka, tetapi bahkan bakal menggusur kedudukan sosial dan kekuasan politik mereka yang tidak mau tunduk pada Islam. Itulah yang sangat disadari terutama oleh para pemuka Arab Qurays saat itu seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Walid bin Mughirah dll.

Karena itu pula, gerakan politik Nabi saw. dan kelompok dakwah beliau mulai dicurigai, dimusuhi bahkan terus-menerus diperangi oleh bangsa Arab Jahiliah saat itu. Namun demikian, berbagai siksaan fisik maupun kekerasan psikis tidak menyurutkan gerakan politik Nabi saw. dan para Sahabat beliau. Bahkan atas bimbingan wahyu dan pertolongan Allah SWT, gerakan politik Nabi saw. dan kelompok dakwah beliau semakin tak terbendung.

Gerakan politik inilah yang pada akhirnya berhasil mengantarkan Rasulullah saw. meraih tampuk kekuasaan saat beliau berhasil menjadi kepala negara di Madinah al-Munawwarah.

Gerakan politik ini pula yang sesungguhnya mampu menyukseskan dakwah beliau, yaitu saat beliau mengobarkan jihad terhadap bangsa mana saja yang merintangi penyampaian hidayah Allah SWT kepada umat manusia.

Pada akhirnya, gerakan politik pula yang memungkinkan kekuasan Islam, yang semula hanya berkisar di Madinah, meluas ke Makkah dan seluruh jazirah Arab.

Dengan dakwah dan jihad, kekuasan Islam itu kemudian terus menyebar ke seluruh kawasan Timur Tengah pada masa kepemimpinan setelah beliau (masa Khulafaur Rasyidin). Islam bahkan menembus ke jantung Afrika, Asia Tengah hingga Eropa pada masa-masa Khilafah Islam setelahnya. Tak kurang 2/3 wilayah dunia berada dalam kekuasan Khilafah Islam selama berabad-abad. Selama itu pula, bangsa-bangsa kafir tidak pernah berani melecehkan umat Islam, sebagaimana saat ini, yakni sejak keruntuhan Khilafah terakhir di Turki pada tahun 1924.

Karena itulah, saat ini berbagai gerakan politik Islam, terutama yang bertujuan membangkitkan kembali Khilafah Islam, terus ada dan makin membesar. Justru inilah yang dikhawatirkan oleh musuh-musuh Islam. Semakin membesarnya Islam sebagai gerakan politik inilah yang sangat ditakuti oleh Barat, khususnya AS, termasuk kaum sekular di negeri ini.

Berbagai upaya—mulai dari yang ‘halus’ (seperti perang pemikiran, propaganda hitam, bantuan finansial pendidikan dengan kompensasi berupa perubahan kurikulum madrasah dan pesantren agar menjadi lebih moderat) hingga yang ‘kasar’ (seperti perang melawan terorisme secara fisik maupun melawan radikalisme secara non-fisik)—terus dilakukan oleh AS dan sekutunya. Semua itu dilakukan tidak lain untuk menggembosi Islam sebagai gerakan politik.

Karena itu sangat disayangkan jika banyak tokoh Muslim yang justru malah terbawa arus propaganda Barat dan AS dengan ikut-ikutan mengecam gerakan politik Islam.

Tindakan demikian, selain hanya menguntungkan musuh-musuh Islam, juga akan semakin melemahkan posisi Islam dan kaum Muslim sebagai satu-satunya kekuatan potensial di dunia yang bisa meruntuhkan dominasi Kapitalisme saat ini, yang sesungguhnya telah terbukti banyak menimbulkan kerusakan dan aneka krisis di mana-mana, termasuk di negeri ini.

Penutup

Alhasil, sudah seharusnya umat islam , termasuk para “Alumni 212”, memiliki visi dan misi politik islam yang jelas dan tegas. Dengan begitu mereka bukan sekadar rajin melakukan aksi “kerumunan massa”. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana mereka terus melakukan gerakan politik islam. Targetnya tentu bukan sekadar agar kaum muslim bisa meraih kekuasaan. Yang lebih penting adalah agar islam benar-benar berkuasa agar negeri ini sungguh-sungguh bisa diatur dengan syariah islam secara kaffah. Tentu dalam institusi Khilafah ala minhaj an-nubuwwah.

Tentu tak ada artinya kaum muslim sekadar berhasil mendudukkan para pemimpin mereka di tampuk kekuasaan, sementara syariah islam tetap dicampakkan. Lalu yang diterapkan serta tetap berkuasa adalah sistem sekular liberal seperti sekarang ini. Wallahu a’lam.


Referensi:

https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2018/12/02/155800/umat-bisa-disatukan-dengan-ikatan-tauhid.html

https://www.kiblat.net/2018/12/02/kemenangan-politik-sejati-adalah-tegaknya-syariat-islam/



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak