Reuni 212: Islam Bersatu Tak Bisa Dikalahkan


Oleh : Iis Kurniati (Ibu rumah tangga, member Akademi Menulis Kreatif)


Aksi Reuni 212 sudah berlalu, tapi spiritnya masih terasa. Ya, spirit persatuan yang menyatukan perbedaan madzhab, kelompok ormas, status sosial, pendidikan, suku, maupun bahasa. Semua perbedaan itu lebur dalam ikatan akidah yang sama, yaitu Akidah Islam. Semua berkumpul di satu tempat hanya untuk menunjukkan perasaan yang sama, yaitu perasaan marah karena bendera tauhid dibakar, dan tujuan yang sama yaitu untuk membela kalimat tauhid, kalimat yang ada dalam setiap helaan nafas dan denyut nadi seorang mukmin. Kalimat yang setiap orang Muslim ingin hidup dan mati dengannya.


Sungguh indah persatuan umat yang ditunjukkan dalam reuni 212 itu, mengingatkan kita pada persatuan kaum muslimin ketika melaksanakan ibadah haji. Di tanah harrom itu seluruh kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia yang berbeda negara, bahasa, etnis, suku, warna kulit, status sosial, tingkat pendidikan, semuanya melebur jadi satu. Hanya ada satu yang sama yaitu Akidah Islam. Itulah yang mempersatukan mereka.


Saat itu, semua muslim merasa kalau mereka bersaudara. Tidak ada sekat2 negara dan wilayah, tidak ada  sekat2 bahasa. Semua tunduk di hadapan Sang Maha Pencipta, semata untuk meraih ridho-Nya


Tapi sayangnya, ketika mereka kembali ke negara masing-masing, rasa persatuan itu seakan lenyap tak berbekas, menguap begitu cepat. Kaum muslimin kembali tersekat oleh batas wilayah negara bangsa. Tidak ada lagi perasaan bahwa mereka semua bersaudara, tidak ada lagi keperdulian di antara mereka.


Itulah sekat nasionalisme, yang merupakan alat kafir penjajah untuk memecah belah persatuan kaum muslimin. Kaum muslimin yang dulunya bersatu dalam satu negara di seluruh dunia yaitu Khilafah, kini tercerai berai dalam negara-negara bangsa. Persatuan global kaum muslimin tidak ada lagi sejak runtuhnya kekhilafahan terakhir di Turki tahun 1924. Sejak saat itu kaum muslimin bagai anak ayam kehilangan induk, semuanya mencari selamat sendiri-sendiri, tidak lagi saling memperdulikan saudaranya. Institusi Khilafah yang selama ini menjadi perisai, hilang sudah karena kelicikan Barat melalui kaki tangannya Mustafa Kemal Attaturk.


Padahal sejatinya, kaum muslimin adalah umat yang satu.


"Sungguh, inilah umat kalian, umat yang satu, dan Aku adalah Tuhan-mu, maka sembahlah Aku." (Al-Anbiya’ 92).


"Dan sungguh, inilah umat kalian, umat yang satu dan Aku adalah Tuhan-mu, maka bertakwalah kepada-Ku." (Al-Mu’minun 52).


"Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam." (HR. Muslim).


Sejarah telah membuktikan bagaimana dulu Islam mempersatukan dua pertiga dunia dalam satu wilayah negara adidaya, yang diikat oleh akidah yang sama dan berpegang pada syari'ah yang sama. Semua warga negara baik muslim maupun non muslim, tunduk dan patuh pada syari'ah yang sama, kecuali yang berkaitan dengan peribadatan bagi non muslim, mereka dibiarkan menjalaninya sesuai agama mereka. Tidak ada sekat-sekat nasionalisme di antara mereka, selama pemikiran mereka, perasaan mereka, dan aturan mereka sama, meski terpisah jarak yang jauh bahkan terpisah samudra luas, mereka tetap satu sebagai masyarakat Islam.


Nasionalisme yang menekankan kecintaan pada asal usul nenek moyang, kelompok, atau kesukuan, adalah racun yang disuntikkan Barat ke dalam pemikiran kaum muslimin.  Maka mereka masing-masing merasa bangga dengan asal usulnya dan merendahkan saudara sesama muslimnya di luar kelompok mereka. Hilanglah ikatan akidah yang selama ini mengikat kaum muslimin dalam persaudaraan yang kuat, dalam sebuah simpul yang bernama pemerintahan.


"Sungguh, simpul-simpul Islam akan terurai satu demi satu. Setiap kali satu simpul terurai, orang-orang tergantung pada simpul berikutnya. Yang pertama terurai adalah al-hukm (pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat". (HR Ahmad).


Persatuan global kaum muslimin tidak dikehendaki Barat, karena hal itu akan menyulitkan Barat dalam mengendalikan kaum muslimin dan menguasai asset negara mereka. Jika kaum muslimin bersatu, maka akan mengancam hegemoni mereka atas kaum muslimin.


Karena itu, sudah seyogyanyalah bagi kaum muslimin untuk merapatkan barisan, mengokohkan persatuan, menghilangkan perbedaan, dan memperjuangkan tegaknya kembali sebuah institusi bernama Khilafah, yang akan membawa mereka dalam persatuan hakiki.


"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara". (QS Ali Imran:103).


Wallahu a'lam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak