Oleh: Neni (Ibu Rumah Tangga Tinggal di Kabupaten Bandung)
Mengejutkan! Pemerintahan presiden Joko Widodo atau Jokowi meluncurkan paket kebijakan ekonomi ke-16. Dimana dalam salah satu paket kebijakan ini, pemerintah memberikan relaksasi berupa pelepasan daftar negatif investasi (DNI). Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady mengatakan dalam daftar relaksasi tersebut pemerintah melepas sebanyak 54 bidang usaha ke asing. Artinya, modal asing bisa masuk lewat kepemilikan modalnya sebanyak 100 persen.
DNI sendiri merupakan daftar yang disusun oleh pemerintah untuk melindungi pengusaha domestik supaya tak bersaing dengan pengusaha asing. Bila sebuah bidang masuk dalam DNI, artinya pemerintah bisa membatasi kepemilikan modal asing dalam bidang tersebut. Aturan DNI sendiri yang dikeluarkan pada Peraturan Pemerintah no 44 tahun 2016 silam, yang berisi tentang daftar bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal ini memperjelas bahwa setiap penanam modal wajib mengetahui bidang apa saja yang menjadi pilihannya. Namun seiring waktu berjalan ternyata sebelum kebijakan paket ekonomi ke-16 dirilis, sektor usaha yang mendapat relaksasi 100 persen tak banyak dilirik investor asing. Karena itu pemerintah menilai harus dibuka relaksasi 100 persen tersebut.
Di sisi lain keadaan perekonomian masyarakat pun nampak makin terpuruk. Msasyarakat makin sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya, akibat dari naiknya berbagai harga kebutuhan pokok. Paska terjatuhnya rupiah terhadap dollar melewati angka 15.000, tentu barang-barang kebutuhan pokok akan ikut naik. Hal ini makin membuat orang miskin semakin miskin, karena tak dapat memenuhi kebutuhan asasinya yaitu untuk kebutuhan makan.
Kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi ke 16 nampaknya membuktikan wujud penguasa kita yang menyerah total kepada bangsa asing. Belum lagi aroma liberalistik dalam paket kebijakan ini begitu kental rasanya, bagaimana tidak? Aset negara yaitu perusahaan-perusahaan milik negara yang vital bagi kepentingan dalam negeri dengan adanya relaksasi ini tentu makin tidak terproteksi atau telindungi dari serangan kepentingan asing yang ingin menguasainya.
Pemerintah bukannya melindungi kepentingan asset nasional, yang ada justru makin memperkuat cengkraman asing di Indoesia. Tentunya ini sangat berbahaya bagi bangsa ini. Para pelaku usaha dalam negeri, yang bermodal kecil dan menengah akan dihantam dengan para kapitalis asing dengan kekuatan modal mereka. Walhasil paket kebijakan ekonomi yang baru dirilis pemerintah ini adalah kebijakan zholim penguasa atas rakyatnya.
Wajar saja hal ini disepakati pemerintah, karena kebijakan penguasa yang menjalankan dan tunduk pada kepentingan kapitalisme global pastinya akan sangat merugikan rakyat. Substansial masalah ekonomi sekarang adalah sistem ekonomi Kapitalis itu sendiri yang sudah sampai pada puncak permasalahan. Di awalnya memang permasalahan itu memberikan keuntungan yang banyak bagi pemilik modal. Tapi, sebenarnya dalam jangka panjang, justru merusak sistem Kapitalisme itu sendiri. Seperti kata Antony Giddens sosiolog dari Inggris. Sistem Kapitalisme ini ibarat jugernath. Di tahap awal, sistem Kapitalisme ini memang seperti kuda yang menarik kereta. Jadi bisa mempercepat ekonomi dan member keuntungan para pemilik modal. Tapi, semakin lama semakin cepat dan tidak lagi terkendali, sehingga pada akhirnya jugernath itu pun bisa membanting dan menghancurkan kereta yang ditariknya itu. Demikian juga yang terjadi pada sistem Kapitalisme saat ini. Sistem kapitalisme sekarang sudah mendekati tahap penghancuran diri sendiri.
Berbeda dengan Islam, sebagai satu-satunya ideologi yang mampu memimpin ekonomi global dengan hukum-hukum syariah, yang akan melahirkan keadilan dalam distribusi kekayaan, dimana kekayaan saat ini yang ada di dunia sebenarnya cukup dan melebihi kebutuhan manusia. Namun, kegagalan yang dihasilkan oleh sistem ekonomi Kapitalis itulah yang menyebabkan pertumbuhan kekayaan sebagai masalah, tanpa melihat lagi tatacara pendistribusiannya. Sesuatu yang telah menghasilkan paradoks; satu mati bergelimang harta, sementara milyaran lainnya hidup kelaparan, akibat buruknya distribusi kekayaan.
Dalam konteks negara, negara mengadopsi ekonomi syariah yang termanifestasi dalam wujud Negara Khilafah yang berdasarkan syariah. Negara inilah yang akan menghasilkan satu sistem ekonomi yang mampu mewujudkan kestabilan dan keadilan ekonomi melalui pengaturan yang jelas mengenai ekonomi. Pengharaman menimbun harta, menjual sekuritas hutang, mengharamkan riba, bursa saham dan bursa komoditas berjangka; menetapkan dengan jelas jenis kepemilikan dalam Islam, baik itu kepemilikan perorangan, umum maupun milik negara adalah poin-poin yang akan terlaksan dengan jelas dalam sistem ekonomi syariah ini. Terlebih lagi negara akan menolak segala bentuk intervensi asing baik berupa paket kebijakan atau investasi modal yang bisa menjadi jalan dikuasainya umat oleh pihak asing.
Wallahu’alam Bi Shawwab