Oleh: Yanyan Supiyanti A.Md(Member Akademi Menulis Kreatif)
Bak semut berjajar beriringan, lautan manusia penuhi kawasan Monas dan sekitarnya pada acara Reuni Akbar Mujahid 212, ahad 2 Desember 2018 kemarin.
Dengan mengambil tema "Dengan Tauhid Kita Menuju Kejayaan NKRI", Ketua Panitia Acara Reuni 212, ustadz Bernard Abdul Jabbar, mengatakan, reuni tersebut digelar sebagai rasa syukur untuk mengenang spirit perjuangan Aksi Bela Islam pada 2 Desember 2016 lalu. Pertemuan kembali sebagai rasa syukur bahwa pada hari ini diingatkan kembali pada spirit perjuangan 212 yang telah menggemparkan dunia (msn.com, 2/12/2018).
Reuni Akbar Mujahid 212 ini, dihadiri lebih dari 8 juta orang, bahkan ada juga yang mengatakan dihadiri 10 jutaan orang, banyak peserta reuni yang meluber di luar Monas, wujudnya sudah sampai (kawasan) Gunung Sahari, Cempaka Putih, bahkan HI (Hotel Indonesia).
Dalam acara reuni tersebut juga telah berkibar 1 juta bendera tauhid dan 1 juta bendera merah putih. Kedamaian, keamanan, dan kebersihan terjaga, tidak seperti yang mereka cibirkan, cecarkan dan hinakan. Bahkan Ketua GNPF, Ulama Yusuf Martak berharap acara reuni 212 tersebut bisa digelar setiap tahunnya.
Ketua Umum FPI Ustadz Shabri Lubis, mengatakan acara reuni yang mampu menghadirkan massa hingga jutaan orang tersebut membuktikan kesolidan umat Islam untuk senantiasa membela agama dan negara.
Peserta reuni 212 mulai mengikuti rangkaian kegiatan mulai pukul 03.00 WIB, dari shalat tahajud bersama, subuh berjamaah, dilanjutkan dengan dzikir dan istighasah kubra, hingga waktu zuhur tiba. Jumlah massa yang mengikuti reuni 212 datang dari sejumlah elemen masyarakat, lembaga, dan ormas Islam, seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Pembela Islam (LPI). Massa umat Muslim datang dengan membawa atribut bertuliskan kalimat tauhid dan bendera merah putih (Dakta.com, 2/12/2018).
Kehadiran jutaan umat Islam di Reuni Akbar Mujahid 212 kemarin, dengan berkorban waktu, tenaga, dan harta, menjadi bukti bahwa umat memiliki satu pengikat dan satu visi yakni menegakkan kalimat tauhid.
Adanya panggilan iman dan dorongan kesadaran, kesadaran akan tanggung jawab sebagai Muslim yang harus membela kalimat tauhid, kesadaran meninggikan bendera Rasulullah, kesadaran menuntut pelaku pembakaran bendera tauhid diberi sanksi yang setimpal, juga kesadaran bahwa citra umat Islam yang dicap radikal wajib dilawan dengan aksi nyata yang begitu santun, elegan dan bermartabat. Fenomena lain yang sangat menggugah adalah tertibnya massa, meskipun jumlahnya kolosal dan kontrol sosial mereka untuk tidak menginjak rumput dan mengganggu fasilitas publik.
Dengan persatuan umat dalam kalimat tauhid ini akan mewujudkan perubahan hakiki, yakni penerapan hukum-hukum Allah Ta'ala dalam seluruh aspek kehidupan dan meninggalkan sistem sekuler demokrasi yang saat ini sedang mencengkeram dunia.
Saatnya kita mencampakkan sistem selain Islam yang rusak dan merusak ini, kembali pada sistem yang berasal dari Sang Pencipta dan Sang Pengatur makhluknya, yakni Allah Ta'ala, karena hanya syari'ah-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia dari langit dan bumi.
"Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami membuka untuk mereka pintu keberkahan dari langit dan bumi" (TQS al-A'raf:96).[]