Oleh Nurmayaningsih (Ibu Rumah Tangga Pembelajar Islam Kaffah)
Ada 2 peristiwa aktual yang patut menjadi perenungan seluruh rakyat Indonesia selama seminggu ini. Dua peristiwa yang terjadi di tanggal yang berdekatan di awal Desember 2018. Keduanya merupakan reaksi sosial yang lahir dari gejolak masyarakat buah sistem pemerintahan yang diwariskan sejak negeri ini memproklamirkan dirinya sebagai sebuah negara yang berdaulat.
Pertama, aksi 212 yang berpusat di jantung Indonesia yaitu tugu Monas Jakarta. Dengan mengusung tema membela kalimah tauhid sebagaimana disampaikan Juru Bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212, Novel Bamukmin. Beliau menyampaikan kegiatan ini sama sekali tidak memuat unsur politik, ini murni agenda moral yang bertujuan menegakkan agama Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Antusias umat Islam yang luar biasa besar dibuktikan dengan hadirnya sekitar 5 juta lebih umat dari berbagai daerah di Indonesia. Kehadiran jutaan umat di sana dapat kita pandang sebagai sebuah harapan dan kerinduan yang besar terhadap tegaknya Islam yang rahmatan lil alamin. Hal ini dibuktikan dengan suksesnya acara yang gelar tanpa meninggalkan kerusakan apalagi kekacauan.
Karena memang itulah Islam, sebuah agama lurus yang apabila benar benar ditegakkan dalam kehidupan, Allah telah janjikan keberkahan di dalamnya. Suksesnya kegiatan 212 seakan menepis dan seharusnya bisa menghapus image yang selama ini melekat kepada Islam. Islam yang anti kebhinekaan, intoleran, bahkan gemar menebar teror atau teroris.
Kedua, peristiwa penembakan para pekerja proyek pembangunan jembatan di kabupaten Nduga, Papua. Akibat peristiwa ini sekitar 31 orang rakyat sipil tewas. Pelaku penembakan dan motifnya belum diketahui secara pasti. Namun, diduga kuat mereka adalah kelompok kriminal bersenjata yang masih terkait dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Menurut Komite Nasional Papua Barat (KNPB) - kelompok yang menyuarakan pemisahan Papua dari Indonesia melalui referendum - hal itu dapat terjadi karena Papua tidak mendapat hak mereka untuk menentukan nasibnya sendiri.
Meskipun dugaan tersebut masih dianggap dini, hal tersebut tetap harus menjadi perenungan dan evaluasi bagi pemerintah. Jangan sampai menimbulkan korban yang yang lebih banyak dan menebarkan teror kepada masyarakat tak berdosa di sekitarnya. Hak tersebut berpotensi mengundang turut campur asing ke dalamnya sehingga membahayakan kedaulatan negara. Jangan sampai peristiwa besar di tahun 1999 terulang kembali yaitu lepasnya Timor timur dari wilayah Indonesia.
Maka, bisa disimpulkan bahwa persatuan itu diraih dan dijaga bukan dengan slogan semata. Bukan dengan menuding bahwa seseorang atau sekelompok orang itu pancasila atau anti pancasila ataupun anti kebhinekaan. Yang harus dilakukan penguasa adalah bagaimana ia menjalankan kekuasaannya dan mengurusi rakyat secara merata dan benar. Jadi, ketika ada sebagian rakyat papua yang keukeuh -walau tidak semua- ingin melepaskan diri dari wilayah kesatuan Indonesia mungkin ada yang salah pada penguasa dalam mengurusi rakyat papua itu sendiri.
Papua memang dianugerahi Allah sumber daya alam yang luar biasa melimpah, kekayaan alamnya yang luar biasa indah. Di sana ada tambang emas besar yang akibat sistem yang rusak, pengelolaannya malah diserahkan kepada asing. Akibatnya tiada kesejahteraan bagi rakyat Indonesia secara umum bahkan khususnya bagi rakyat papua sendiri. Kecantikan alam kelas dunia raja ampat pun terdapat di Papua, namun tetap saja tidak mampu mengangkat kesejahteraan bagi rakyat papua sendiri.
Jadi, yakinlah adanya dua peristiwa besar yang terjadi berdekatan ini pastilah karena Allah tengah menunjukan kuasa Nya. Di mana sebagian besar umat saat ini tengah merindukan dan mengharapkan Islam kembali tegak. Agar ia menjadi rahmatan lil alamin. Apa yang mesti ditakutkan andaikan Islam tegak. Kalau saja kita semua mau berkaca dari sejarah, bahwasanya sejak Rasululloh penutup para nabi mendirikan Daulah Islam di Madinah beliau terus melakukan dakwah ke seluruh dunia yang diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dan Kekhilafahan Islam berikutnya, saat itu ada banyak bangsa di dunia yang telah dipersatukan dalam naungan daulah khilafah Islamiyah.
Mereka yang bersatu dalam naungan Islam itu berasal dari berbagai bangsa, ras dan agama yang hidup damai sejahtera selama hampir 13 abad lamanya. Siapa yang mengatakan bahwa Islam hanya dapat tegak dalam masyarakat homogen pemeluk islam. Itu adalah fitnah yang tak berdasar. Mereka yang menghembuskan isu isu demikian pastilah yang merasa terusik eksistensinya. Adapun fakta saat ini sistem pemerintahan yang diadopsi Indonesia dan mayoritas bangsa bangsa di dunia hanya terus mengantarkan manusia pada keterpurukan dan kesengsaraan. Hanya negara negara pemilik modal dan super power saja yang bisa menikmati kemakmurannya. Indonesia beserta negara negara kelas 2 lainnya hanya menjadi objek penjajahan gaya modern saja. Wallahu'alam bissawab