Oleh : Iis Kurniati (Ibu Rumah Tangga, Aktivis Dakwah)
Adanya gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau UU Perkawinan oleh seorang "korban" pernikahan dini, Maryati dan dua orang lainnya yaitu Endang Wasrinah dan Rasminah, menyebabkan Mahkamah Konstitusi(MK) memutuskan untuk mengubah batas usia minimal perkawinan.
Para pemohon mengajukan uji materi pada pasal 7 ayat (1) yang berbunyi "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun".
Dalam uji materi tersebut mereka meminta MK menaikkan batas minimal usia perkawinan karena tak sesuai zaman dan tak sesuai dengan batasan dewasa pada beberapa undang-undang terbaru. Beberapa di antaranya adalah UU 39/1999 tentang HAM, UU 2/2002 tentang perlindungan anak, UU 44/2004 tentang pornografi, dan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Mereka ingin setidaknya perempuan baru boleh menikah minimal pada usia 19 tahun, bukan 16 tahun seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 pada UU Perkawinan.
Namun, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mempunyai batasannya sendiri untuk pernikahan. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak terlindungi dari pernikahan dini.
Komisioner KPAI Jasra Putra menyebut bahwa batas usia pernikahan minimal 16 tahun di UU Perkawinan, sebenarnya bertentangan dengan UU Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa yang masuk dalam kategori anak adalah usia 0-18 tahun.
"UU Perkawinan bertentangan dengan UU Anak," kata Jasra kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Menurutnya, batas usia pernikahan yang ideal adalah 22 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Pada usia ini, kata dia, secara fisik dan psikologi sudah matang untuk memiliki anak dan menjalankan fungsi keluarga.
Pertimbangan lainnya, karena pada usia itu setidaknya sudah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. "Dengan demikian fungsi keluarga sudah bisa dijalankan, emosi sudah matang dan secara ekonomi sudah bekerja, sementara anak di bawah 20 tahun belum bisa menjalankan fungsi keluarga seperti mencari nafkah dan adanya kelahiran bayi prematur," kata Jafra.
"Yang menikah anak SMP akhirnya yang membiayai hidup mereka ya orangtua," lanjutnya lagi.
Menurutnya, saat ini tak ada alasan bagi orangtua untuk menikahkan anaknya terlalu dini, karena zaman sudah cukup berubah di mana akses pendidikan mudah dan kesempatan mengembangkan karir untuk perempuan sudah gampang.
Pernikahan dini juga dianggap sebagai penyebab perceraian, perselingkuhan, kemiskinan, menurunnya kesehatan reproduksi, rentan KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan hal-hal negatif lainnya.
Padahal Jika mau objektif, sesungguhnya semua itu bisa saja terjadi pada pasangan yang menikah di usia matang, tidak ada kaitannya dengan menikah di usia dini.
Jika kita cermati, sesungguhnya ada agenda terselubung dari kaum liberal dan feminis dalam pembatasan usia perkawinan ini. Salah satunya adalah untuk mengurangi rentang waktu kesuburan wanita. Semakin tinggi usia seorang wanita menikah, semakin sedikit pula waktu kesuburannya. Artinya, semakin sedikit kemungkinan dia mempunyai anak. Ini akan membatasi kelahiran dan inilah yang diinginkan kafir penjajah, membatasi pertumbuhan kaum muslim, mengingat negara kita adalah negara yang terbanyak kaum muslimnya di dunia. Sehingga dengan berbagai cara mereka berusaha menekannya, dengan melalui antek-anteknya kaum liberal dan feminis, dan salah satunya dengan pembatasan usia minimal untuk menikah.
Mereka tidak memperdulikan banyaknya perilaku pacaran di kalangan muda mudi, yang bisa mengantar kepada pergaulan bebas dan kerusakan moral. Malah itulah yang diinginkan Barat, semakin banyaknya remaja yang terjerumus dalam kerusakan moral. Mereka berusaha mencegah generasi muslim menjadi generasi yang berakidah kuat dan berpegang teguh pada Islam, karena itu akan membahayakan eksistensi mereka. Sehingga mereka memfasilitasi berbagai kemaksiatan di antaranya budaya pacaran. Mereka gambarkan pacaran itu indah dan romantis, para kapitalis memanfaatkan mereka yang berpacaran dengan menjual produk dan jasa tertentu misal bunga, coklat berbentuk hati, tempat nge-date dengan suasana romantis, dan lain-lain. Semakin maraknya pergaulan bebas, akan semakin banyak kasus aborsi, pembunuhan dan pembuangan bayi, dan prostitusi.
Sementara mereka yang membatasi usia pernikahan tidak mempertimbangkan bagaimana mengatasi gejolak yang terjadi di antara muda mudi itu. Mereka berdalih apa yang mereka lakukan itu adalah untuk kebaikan anak-anak, melindungi mereka karena anak-anak itu dianggap belum dewasa.
Padahal dalam Islam, batas seseorang dewasa adalah ketika mereka baligh. Yaitu mendapatkan haid untuk wanita dan mengalami mimpi basah untuk laki-laki.
Ketika seorang wanita sudah mengalami haid, Allah sudah menetapkan bahwa fungsi reproduksinya sudah sempurna. Artinya, dia sudah bisa mengandung dan melahirkan. Munculnya berbagai penyakit yang dihembuskan oleh kaum liberal disebabkan alat reproduksi wanita yang belum sempurna akibat menikah dini, hanyalah untuk menakuti dan mempengaruhi umat agar mereka takut menikah dini atau menikahkan putra putrinya dalam usia dini.
Sementara soal kemiskinan, juga bukan karena pernikahan dini. Bukankah Allah sudah berjanji akan membukakan pintu rezeki bagi siapa saja yang menikah?
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur : 32).
Islam juga mengatur pemenuhan gejolak gharizah nau(naluri terhadap lawan jenis) dengan menikah bagi yang sudah mampu, sementara bagi yang belum mampu untuk berpuasa. Di sini tidak dikatakan batas usia, hanya "mampu". Meski usia dini tapi jika dia sudah baligh dan mampu, Islam tidak melarang.
"Wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa sebab ia dapat mengendalikanmu".(HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
Islam juga menganjurkan banyak anak jika memungkinkan, karena Islam membutuhkan generasi yang banyak dan kuat.
"Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.”
(HR.Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ma'qil bin Yasar).
Di sini jelas bahwa pembatasan usia perkawinan adalah suatu hal yang menyalahi syari'at islam. Mereka melarang yang Allah halalkan, tapi menghalalkan yang Allah haramkan. Itulah sistem demokrasi, di mana benar salah menurut akal manusia. Sudah saatnya kita harus kembali kepada Sistem Islam, yang memuat aturan dari Yang Maha Baik.
Wallahu a'lam bishowab