Oleh: Dariani, S. Pd
(Guru SMPN 3 Asera)
Merdeka Hanyalah Suatu Jembatan,
“Walaupun Jembatan Emas di Seberang Jembatan Itu
Jalan Pecah Dua:
Satu Ke Dunia
Sama Rata Sama Rasa…
Sama Ratap Sama Tangis…
(Presiden Soekarno)
Belum lama ini Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dipimpin oleh Egianus Kogoya telah melakukan penyerangan terhadap para kariawan Konstruksi Trans Papua. Seperti dilansir dari Detik.com, sebanyak 31 pekerja jembatan di Jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga dibunuh oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB). Pembunuhan itu dilakukan pada hari Papua Merdeka.
Ditambah lagi, menurut penuturan Kapolres Jayawijaya AKBP Yan Piter Reba saat dihubungi detik.com melalui telpon selulernya, Selasa(04/12/2018). Pada 1 Desember, para anggota KKB itu sedang merayakan HUT tentara Merdeka (TPN/OPM). Tidak jauh dari lokasi kejadian, salah seorang pekerja mengambil foto sehingga mereka marah, dan membuh para pekerja tersebut.
Peristiwa di atas seakan mengulangi sejarah tempo dahulu, saat para pemberontak tidak mau diatur oleh pemerintah Republik Indonesia dan ingin mendirikan negara baru di wilayah Republik Indonesia. Sebut saja, pemberontakan Andi Azis di Sulawesi Selatan pada 5 April 1950. Kemudian pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin Raymond Westerling pada 23 Januari 1950 tepatnya di Kota Bandung.
Tak letinggalan, pemberontakan PRRI/PERMESTA yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein dan Mayor Eddy Gagola, Kolonel D.J Somba dkk di sumatera pada tanggal 15 Februari 1958, lalu pemberontakan RMS(Republik Maluku Selatan) yang dipimpin Mr. Dr. Christian Robert Soumokil yang memproklamirkan berdirinya negara RMS pada tanggal 25 April 1950. Itulah empat sejarah pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia. Keempat pemberontakkan tersebut telah mampu diselesaikan oleh pahlawan dan pemerintah di zaman tersebut.
Hari ini sejarah terulang kembali ketika ada sekelompok pemberontak, sebut saja OPM, yang tujuannya ingin melepaskan diri dari wilayah Republik Indonesia. Untuk kemudian mendirikan baru secara tersendiri. Maka dari itu, dibutuhkan peran negara dan pemerintah untuk menumpas pemberontak tersebut.
Mengatasi OPM
Organisasi Papua Merdeka (OPM) berdiri sejak 1963 sampai sekarang. Tujuan OPM dibentuk karena ingin memisahkan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Bahkan OPM tidak tunduk di bawah bendera merah putih melainkan bendera yang mereka buat sendiri.
Maka perlu diketahui, musuh terbesar para pencinta NKRI harga mati adalah OPM bukan ulama ataupun tempat pengajian. Karena fakta berbicara, OPM bahkan membunuh para pekerja jalan trans Papua hanya karena persoalan meliput kegiatan mereka. Sekarang upaya apa yang telah dilakukan pemerintah terhadap OPM?
Dalam pernyataannya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa telah memerintahkan TNI-Polri untuk mengejar dan menangkap para pelaku penyerangan yang disebutnya”Biadap”. Di Istana Negara, Rabu/5/12/18. Presiden juga menambahkan akan menumpas mereka sampai akar – akarnya. Pernyataan keras dari Jokowi di aamiinkan Kapendam XVII Cendrawasih, Muhammad Aidi, yang mengatakan akan menangkap hidup atau mati kelompok bersenjata yang menyerang para pekerja PT Istaka Karya di Kabupaten Nduga,Papua.
Namun kemudian, semangat itu bukan hanya sebatas ketika OPM telah menewaskan pekerja Trans Papua namun sebelum itu pula semangat ini harus ditumbuhkan. Mengingat OPM telah berdiri sudah sejak lama hingga saat ini pemerintah belum bisa menangkap komplotan pemberontak tersebut. Padahal, OPM jelas-jelas telah merongrong kedaulatan NKRI, namun kelompok separatis tersebut tidak pernah dicap sebagai kelompok anti Pancasila atau radikal, hanya dicap sebagai kriminal. Ini berarti negeri ini telah tergadai secara politik dan tunduk dalam kontrol negara-negara Barat yang sangat bernafsu memisahkan Papua dari pangkuan ibu pertiwi.
Ya, sudah bukan rahasia lagi, ada kedekatan dan dukungan negara Asing, khususnya Amerika, Inggris, dan Australia terhadap OPM. Baik dari sisi persenjataan maupun perjuangan diplomasi ke luar negeri. Tanpa dukungan asing, OPM bukanlah apa-apa.
Sikap tak tegas pemerintah ini berbanding terbalik ketika berhadapan dengan para terduga terorisme. PAemerintah langsung siap siaga untuk menumpas bahkan dalam hitungan hari pemerintah telah meringkus mereka.
Islam Memandang
Dalam Islam, membunuh secara sengaja adalah sebuah dosa besar. Baik muslim maupun non muslim yang dilindungi haknya oleh negara Khilafah. Sebagaiman firman Allah SWT, “Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam. Ia kekal di dalamnya, Alah murka kepadanya, mengutuknya, serta menyediakan azab yang besar baginya.” (TQS. An-Nisa: 93).
Islam juga telah mengajarkan kesatuan dan persatuan di tengah-tengah kaum Muslim. Allah berfirman dalam Q.S Ali-Imran: 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Di satu sisi, Islam menjaga kesatuan dan persatuan, dan melarang perpecahan, pada saat yang sama, Islam tidak mengacuhkan potensi perbedaan dan perselisihan yang bisa menghancurkan kesatuan dan persatuan. Karena itu, Islam menetapkan akidah Islam menetapkan akidah Islam sebagai dasar Negara.
Persatuan dan kesatuan negara dijaga oleh Islam, antara lain, dengan diterapkannya larangan melakukan makar (bughat) dan memisahkan diri dari kekhilafahan. Nabi bersabda, “Siapa saja mencabut ketaatan (kepada imam/khalifah), maka dia akan menghadap Allah tanpa hujjah (yang bisa mendukungnya).” (HR. Muslim).
Dengan demikian, tentu sangat tidak dibenarkan apa yang telah diperbuat oleh OPM. Mereka hendak memisahkan diri, namun hanya dilabeli KKB. Sungguh, ini PR besar bagi pemerintah. Wallahu a’lam.