Oleh: Naely Lutfiyati Margia, Amd.Keb.
Belum lama ini publik dikejutkan dengan pernyataan salah satu partai politik yang sangat menentang praktik poligami. Pihaknya menyebutkan, penolakan ini disebabkan karena banyaknya kasus ketidakadilan pada perempuan dan penelantaran anak. Dan ini merupakan masalah sosial bukan masalah agama.
Komisioner Komnas Perempuan Imam Nahe’i juga menyebutkan bahwa poligami adalah bukan ajaran Islam. Menanggapi pernyataan tersebut, Sekjen MUI Pusat (Anwar Abbas) menegaskan “Poligami adalah ajaran Islam. Oleh karena itu, mengatakan bahwa poligami bukan ajaran Islam jelas tidak berdasar dan menyesatkan”. [hidayatullah.com]
Poligami adalah bagian dari syariat Islam, yang hukumnya mubah. Boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan. Karena poligami berada dalam ranah pilihan manusia, sekalipun kita kurang menyukainya, maka kita sebagai muslim tidak boleh membencinya apalagi menolaknya. Sebab syariat yang datang daripada Allah SWT sudah pasti membawa kemaslahatan bagi ummat manusia, bukan sebaliknya.
Kalaupun dalam praktik poligami terjadi “cacat”, itu murni karena kesalahan pelaku. Hal itu datang dari kebodohan manusia sebagai hamba Allah. Dan kurangnya pemahaman tentang konsep pernikahan dengan poligami.
Disadari atau tidak, kaum sekuler saat ini ingin menyingkirkan seluruh syariat Allah yang tersisa dari muka bumi. Mulai dari hukum waris, talak, termasuk poligami. Mereka takut dan khawatir syariat Islam yang ada akan menumbuhkan kebangkitan Islam. Melawan hegemoni kapitalis sekuler di dunia. Dengan kata lain, mengancam keberadaan mereka.
Walau dijawab dengan akal atau dalil tak ada satu pun jawaban yang akan memuaskan mereka. karena sejatinya yang mereka inginkan adalah menghapus semua syariat Allah.
Dan fenomena ini akan senatiasa terjadi, berulang selama kita masih hidup dalam sistem kapitalis-sekulerisme. Ummat muslim harus menyadari bahwa kita akan terbebas dari semua tuduhan negatif atas syariat Allah jika hadir persatuan dan kesatuan di antara kita. Persatuan dan kesatuan yang hakiki. Yang diridhoi Allah SWT dengan penerapan syariatnya secara kaffah dalam institusi negara.
Wallahu a’lam bish shawab.