Menyatukan Umat Islam Pasca Reuni 212

Oleh: Siti Maisaroh, S.Pd (Praktisi Pendidikan dan Aktivis Dakwah Islam Kaffah)


212 yang bermula dari upaya penuntutan hukum kepada penista Al Qur’an lalu memang telah memberi isyarat kepada dunia, bahwa kaum Muslim bisa bersatu untuk sebuah kepentingan yang satu, yakni menolak pemimpin kafir dan menjebloskan penista al Qur’an ke penjara.

Opini umum mengenai haram pemimpin kafir dan reaksi kaum Muslim atas penistaan al Qur’an telah menghimpun mereka pada persatuan visi. Tetapi, dapatkah dikatakan bahwa kaum Muslim saat ini telah bersatu layaknya satu tubuh? Sebagaimana sabda Rasulullah? 

Apakah kaum Muslim saat ini benar-benar telah mempunyai kekuatan besar yang disegani atau ditakuti lawan? 

Bagaimana dengan aksi berturut-turut mengenai konde nusantara, komika menista agama, pembakaran bendera tauhid, sampai tuduhan bahwa bendera tauhid adalah bendera teroris. Yang semua itu dilakukan setelah aksi 212. Ini cukup membuktikan, bahwa penistaan terhadap agama (Islam) nampak menjadi-jadi. Mereka (pelakunya) lebih berani, apalagi jika selalu dibela dengan hukum murahan ditangan yang  berkuasa. 

Islam saat ini tidak dimuliakan. Sebagaimana kaumnya juga selalu disudutkan dengan berbagai macam tuduhan. Bahkan para pengemban dakwah yang ikhlas, harus selalu menelan pahitnya kecurigaan. Dituding makar, intoleran, radikal, pemecah-belah, sampai mengancam pancasila sakti. 

Reuni demi reuni. Ujian kaum Muslim semakin kepuncak klimaks. Seharusnya, ada evaluasi besar pada setiap diri kita. Dari segi apa kita harus perbaiki agar Islam tidak kembali dihina lagi. Mengapa kejadian keji selalu terulang kembali, padahal luka yang lalu belum sembuh terobati. Terlalu sakit perasaan ini, jika bendera tauhid yang tertulis padanya kalimat La ilaha illaLah Muhammad rasululLah dibakar dengan iringan tawa penghinaan. Terlalu perih rasanya melihat penguasa negeri yang merasa aman-aman saja menyaksikannya. Bahkan, tak sedikit pihak-pihak yang datang menyumbangkan pembelaan kepada pelakunya. 

Kemana suara kaum Muslim, yang dunia tahu bahwa negeri ini adalah pemilik jumlah muslim terbanyak. Dimana para penguasa yang ditangannya segala kebijakan diamanahkan. Dimana para pemuda Muslim yang memiliki potensi dan semangat yang berapi-api. Sebenarnya apakah yang kita sibukkan? 

Hal demikian terjadi karena kita belum bersatu saudaraku. Kita masih sibuk dengan urusan-urusan individu dan kelompok masing-masing. Kita terlalu nyaman dengan kegiatan-kegiatan perbaikan kemanusiaan dan spiritual, sehingga tidak lagi tergambar kalau Islam harus dikembalikan seutuhnya dalam ranah kehidupan. Menghadirkan hukum-hukum Allah diranah politik. Sehingga kita mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan kita dengan hukum dan aturan Islam, bukan sekularisme. Sebagaimana Allah Swt berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Karena sesungguhnya, syetan adalah musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al Baqarah: 208)

Walhasil, kita harus satu dalam perasaan, pemikiran dan aturan yakni Islam. Jangan biarkan orang-orang kafir dan fasik berkuasa dan mengatur kita dengan aturan buatan mereka. 

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al Maidah: 50). 

Waallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak