Memaknai Bendera Rayah Dan Liwa Sebagai Warisan Rasulullah Yang Harus Dijaga

Oleh: Elis Sondari (Ibu Rumah Tangga)


Terharu, Bangga, takjub, diliputi rasa bahagia dan syukur luar biasa kepada Yang Maha Kuasa yaitu Alloh Subhana wa tala, yang mana banyak kaum Muslim bisa menyaksikan Al-Liwa' dan ar-Rayah berkibar dengan gagah pada Acara "Reuni 212" Aksi Bela Tauhid. Berkibar tak hanya satu-dua. Namun, jutaan Al-Liwa' dan ar-Rayah. Bendera Rasulullah saw, itu di usung dengan penuh semangat dan kebanggaan oleh jutaan umat Islam yang berkumpul di Monas dan sekitarnya, Ahad, 2 Desember 2018 lalu. Mereka ada yg membawa bendera Tauhid warna-warni, ada yang memakai topi Tauhid, baju tauhid, syal tauhid dan atribut tauhid lainnya. Mereka juga berasaldari berbagai latar belakang suku, bahasa, organisasi, kelompok dan mazhab. Mereka pun bukan hanya berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Namun, dari berbagai kota dan daerah. Bukan hanya dari Jawa. Namun, banyak yang datang dari luar Jawa: Dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua. 

Menyaksikan jutaan Al-Liwa' dan ar- Rayah berkibar seolah membenarkan satu jargon: "Satu Dibakar, Jutaan Berkibar!" Ya, aksi pengibaran jutaan Al-Liwa dan ar-Rayah dikawasan Monas pekan lalu tidak lain merupakan reaksi langsung terhadap aksi pembakaran Bendera Tauhid itu oleh oknum Banser di Garut beberapa waktu lalu. Jelas, Aksi Bela Tauhid yang dilakukan oleh Jutaan umat Islam itu sangat fenomenal. Aksi besar tersebut sekaligus membuktikan bahwa berbagai upaya dari rezim dan pendukungnya untuk mengalihkan isu dengan terus mempropagandakan bahwa yang dibakar adalah Bendera HTI, bukan Bendera Tauhid, gagal total. Umat kini tak lagi bisa dibohongi. Mereka sudah cerdas. Mereka sudah mulai sadar. Mereka kini paham bahwa Al-Liwa dan Ar-Rayah adalah milik mereka. Bukan semata-mata milik Hizbut Tahrir.

Al-Liwa' dan ar-Rayah adalah Bendera Tauhid. Bendera milik umat Islam. Tauhid itu sendiri adalah inti semua risalah yang di bawa oleh para nabi dan para rasul ke alam dunia. Rasulullah adalah inti agama yang mereka bawa. Alloh SWT berfirman yang artinya: 

"Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami mewahyukan kepada dia bahwa tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku. karena itu sembahlah Aku oleh kalian" (TQS al-Anbiya ayat 25).

Rayah dan liwa’ sama-sama bertuliskan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah. Pada rayah (bendera hitam) ditulis dengan warna putih, sebaliknya pada liwa’ (bendera putih) ditulis dengan warna hitam. Rayah dan liwa’ juga mempunyai fungsi yang berbeda.Rayah merupakan panji yang dipakai pemimpin atau panglima perang. Rayah menjadi penanda orang yang memakainya merupakan pimpinan dan pusat komando yang menggerakkan seluruh pasukan. Jadi, hanya para komandan (sekuadron, detasemen, dan satuan pasukan lain) yang memakai rayah.Rayah diserahkan langsung oleh khalifah kepada panglima perang serta komandan-komandannya.Selanjutnya, rayah dibawa selama berperang di medan peperangan. Karena itulah, rayah disebut juga Ummu al-Harb (Induk Perang).

Mengenai hal ini, berdalil dari hadis dari Ibnu Abbas mengatakan, Rasulullah ketika menjadi panglima di Perang Khandak pernah bersabda, “Aku benar-benar akan memberikan panji (rayah) ini kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah kemudian memberikan rayah tersebut kepada Ali bin Abi Thalib yang saat itu menjadi ketua divisi pasukan Islam. (HR Bukhari).Ibnu Asakir dalam bukunya Tarikh ad-Dimasyq jilid IV/225-226 menyebutkan, rayah milik Rasulullah sallallahu alaihi wasallam mempunyai nama. Dalam riwayat disebutkan, nama rayah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam adalah al-Uqab.

Selain itu, fungsi liwa’ sebagai penanda posisi pemimpin pasukan. Pembawa bendera liwa’ akan terus mengikuti posisi pemimpin pasukan berada. Liwa’ dalam perperangan akan diikat dan digulung pada tombak. Riwayat mengenai liwa’, seperti yang diriwayatkan dari Jabir radi allahu anhu yang mengatakan, Rasulullah membawa liwa’ ketika memasuki Kota Makkah saat Fathul Makkah (pembebasan Kota Makkah). (HR Ibnu Majah).Kalimat Tauhid juga hakikatnya adalah simbol kebangkitan Islam. Makna La ilaha illallaah Muhammad Rasulullah yaitu mengusung keesaan Alloh SWT dan menunjukkan Muhammad saw sebagai utusan-Nya, pastinya membawa semangat perubahan terhadap kondisi masyarakat Arab Jahiliyah saat itu. 

Tauhid sejatinya melahirkan ketaatan mutlak hanya kepada Alloh SWT dan Rasul-Nya. Ketaatan hanya kepada Alloh SWT tentu menafikan pihak lain untuk di taati. Tauhid pun meniscayakan bahwa pembuat hukum yang wajib ditaati hanyalah Alloh SWT. Dialah sebaik-baik pembuat aturan bagi manusia. Ketika seorang manusia tidak mau berhukum pada Alloh dan Rasul-Nya, tentu tauhidnya ternoda. Ketaatan pada hukum Alloh SWT adalah refleksi tauhid seorang muslim. Ia tidak akan menjadikan syariah Islam sebagai perkara yang boleh dipilih sesuka hati. Ia memahami bahwa memilih hanya syariah Islam adalah kewajiban. Ia pun akan menjauhkan diri dari sikap sombong dan meremehkan hukum-hukum Alloh Subhana wata'ala. 

Wallahu'alam bisowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak