Oleh: Naini Mar Atus Solikhah S.Psi
Ibarat makan buah simalakama, sudah jatuh tertimpa tangga. Begitu pepatah mengatakan. Masyarakat kembali dikejutkan dengan berita mengenai pelayanan kesehatan di negri ini. Ya, baru-baru ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan mengeluarkan himbauan akan mengetatkan sanksi kepada peserta BPJS kesehatan yang masih menunggak iuran. Sanksinya bagi peserta yang tak patuh tidak akan bisa memperpanjang Surat Ijin Mengemudi (SIM), STNK hingga Paspor.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 7,95 triliun. Melihat hal tersebut, salah satu yang bisa dilakukan untuk membuat peserta informal patuh adalah adanya penguatan regulasi soal sanksi ketat. Salah satunya yakni tidak bisa memproses izin-izin jika belum melunasi tunggakan BPJS Kesehatan, dikutip dari bogor.tribunnews.com (Senin,12/11/2018).
"Soal keterkaitan izin ini sebetulnya sudah tercantum di PP 86 Tahun 2013, memang ini sudah dipersiapkan bahkan sebelum JKN ada," jelas Iqbal melansir Kontan.co.id, Senin (12/9/2018). Disebutkan, dalam Pasal 9 ayat 1 dan 2 sanksi itu meliputi tidak mendapat pelayanan publik tertentu kepada yang dikenai penerima seperti perizinan terkait usaha, izin yg diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan tenaga kerja asing dan izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dan izin mendirikan bangunan (IMB).
Dzalim !
BPJS kesehatan bukannya mempermudah, justru semakin menunjukkan wajah aslinya. Rakyat semakin dibuat menderita. Mereka yang mendaftar sebagai peserta BPJS berharap mendapatkan keringanan karena semakin mahalnya harga pelayanan kesehatan di negri ini. Indonesia didominasi masyarakat yang memiliki taraf ekonomi menengah ke bawah. Pendapatan masing-masing yang diperoleh tiap keluarga tak sebanding dengan kebutuhan yang tak sedikit seperti sandang, pangan, papan. Bahkan harga kebutuhan pangan yang menunjang gizi tiap hari pun kian hari semakin mahal. Belum lagi masalah pendidikan apalagi kesehatan. Namun yang sangat menyedihkan, negri ini seakan setengah hati memikirkan pelayanan kesehatan bagi rakyatnya. Bagaimana tidak, BPJS kesehatan bakal memberikan sanksi kepada peserta BPJS yang menunggak iuran. Sanksinya tidak tanggung-tanggung, mereka tidak akan memperoleh pelayanan seperti tidak bisa memperpanjang SIM, STNK dan Paspor.
Masyarakat tentu akan berpikir seribu kali bila surat-surat penting seperti SIM, STNK serta Paspor mereka mati karena tidak bisa diperpanjang. Karena mereka bisa kena tilang bila berkendara tanpa disertai surat yang lengkap. Itu artinya mereka akan berurusan dengan pihak keamanan yang ujungnya diganjar dengan denda juga. Akhirnya, masyarakat mau tidak mau mereka harus membayar tunggakan iuran BPJS itu. Selain itu masyarakat telah dipaksa untuk membayar iuran BPJS secara rutin karena bila tidak tentunya ada sanksi dan denda yang telah menunggu.
Belum lagi rakyat diliputi kecemasan akan kondisinya atau keluarganya yang sedang bertaruh nyawa antara hidup dan mati menunggu kepastian akan takdirnya. Kini, masalah baru mereka hadapi, bukannya bantuan yang diterima namun ancaman sanksi di depan mata. Ibarat makan buah simalakama.
Disisi lain, bukan rahasia lagi bahwa banyak peserta BPJS kesehatan mengeluh terhadap pelayanan tenaga kesehatan di rumah sakit - rumah sakit yang pernah mereka datangi. Ribetnya administrasi hingga penolakan pasien dengan alasan kamar penuh sering terjadi. Namun berbeda saat si pasien datang dengan dana pribadi. Pelayanan ramah dan tindakan cepat diterima. Pertanyaannya kemana larinya uang yang mereka setorkan bila ujung-ujungnya tak bisa dipakai? Malah sering terjadi pasien membayar dari kantong pribadi.
Masalah ini sudah cukup menjadi bukti bahwa sebenarnya pemerintah serta rezim saat ini yang berkuasa dibawah payung sistem kapitalisme demokrasi abai terhadap masalah kesehatan rakyatnya. Rezim telah berhasil membuat rakyatnya yang sedang sakit menjadi makin parah penyakitnya. Pemerintahan di bawah rezim saat ini telah memaksa dengan berbagai cara agar masyarakat tunduk pada kemauannya. Masyarakat dipaksa menanggung hutang yang tak pernah mereka nikmati. Parahnya, sistem kapitalisme demokrasi kini memunculkan slogan-slogan yang harus ditelan pahit seperti "Orang miskin dilarang sakit " juga slogan "jika ingin sehat, ya, berani bayar". Miris, sudah jatuh tertimpa tangga. Nasib.
Pelayanan Kesehatan Kewajiban Negara
Dalam Islam, kebutuhan akan pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Klinik dan rumah sakit merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum Muslimin dalam terapi pengobatan dan berobat. Maka jadilah pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq) itu, wajib bagi negara melakukannya sebab keduanya termasuk apa yang diwajibkan oleh ri’ayah negara sesuai dengan sabda Rasul:
Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)
Ini adalah nas yang bersifat umum atas tanggungjawab negara tentang kesehatan dan pengobatan karena keduanya termasuk dalam ri’ayah yang diwajibkan bagi negara.
Pelayanan kesehatan dan pengobatan termasuk kebutuhan dasar bagi rakyat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk orang-orang diantara rakyat yang memerlukannya. Pelayanan kesehatan gratis itu diberikan dan menjadi hak setiap individu rakyat sesuai kebutuhan layanan kesehatannnya tanpa memperhatikan tingkat ekonominya. Pemberian layanan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana besar. Untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat.
Fakta-fakta kehidupan yang kita jalani menegaskan kepada kita untuk segera meninggalkan sistem kapitalisme demokrasi dan segera kembali ke pangkuan syariat Islam dalam naungan khilafah. Hanya dalam khilafah setiap individu rakyat akan mendapatkan hak-haknya termasuk pelayanan kesehatan dan pengobatan yang memadani secara gratis. Karena itu saatnya kita bergegas merapkan syariah Islam secara total dalam naungan Khilafah Rasyidah, yang sekaligus itu juga merupakan pembuktian kesempurnaan keiamanan kita. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.