Kontrol Sosial Mengedukasi Moral

Oleh : Leli Novitasari

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)


Reuni Akbar 212 sudah berjalan lancar dan damai. Namun sayup-sayup terdengar cibiran sebelum dan sesudah acara digelar masih banyak bersliweran. Yang katanya 212 dipakai sebagai ajang kampanye terselubung, dan ingin membuat makar yang bisa mengancam keutuhan NKRI, nampak belum legowo dengan terselanggaranya hajatan umat Islam yang berlangsung damai tanpa anarkis . Cibiran yang keluar dari omongan-omongan di luar mencerminkan apa yang ada dalam isi kepalanya. 

Namun banyak pula pesan pesan positif dari orang-orang yang ikut hadir serta menyaksikan langsung 212, salah satunya  "Siem Mei Hwa" melalui tulisannya menceritakan pengalamannya datang ke 212, “Aku yg tadinya sempat menilai negatif thinking tentang ini semua. Jadi mendapatkan suatu nilai moral yg luar biasa. Aku dan keluarga besarku yg biasa dengar Pasteur khotbah di gereja, atau denger Bhikkhu di vihara. Tak pernah sampai seharu ini. Puji Tuhan....!!! Di sinilah, di 212 lah aku menyaksikan dengan mata kepala ku sendiri. Bahwa merekalah orang orang yg mempunyai hati terpilih. Yang mempunyai pesan moral yang tiada ternilai. Untuk menyikapi rasa persaudaraan sesama anak bangsa”. Sedikit kutipan yang diambil dari tulisan susi semilia wati “siem mei hwa” yang merupakan umat non Islam. (Gelora News, 6 Desember 2018)

Umat Islam belajar dari reuni akbar 212 bahwa persatuan umat berlandaskan ukhuwah Islamiyah bukanlah mimpi belaka. Bagaimana sikap saling menghargai, memberi jalan pada orang lain, berbagi makanan, bahkan saling mengingatkan agar menjaga rerumputan agar tidak terinjak. inilah pesan moral dari akhlak seorang muslim yang menjadikan agamanya sebagai pedoman hidup. Juga adanya kontrol sosial membuktikan sesama umat manusia bisa saling mengingatkan dengan cara yang santun. Dalam kamus KBBI Kontrol Sosial memiliki arti Istilah politik kesadaran bersama sebagai manusia yang dibatasi oleh kekuatan yang sepadan bagi intensitas dengan lingkungan untuk bertingkah laku dalam cara tertentu tanpa memandang secara berlebih-lebihan kepentingan sendiri

Kontrol sosial yang terlihat di reuni 212  memberikan efek yang baik bagi umat manusia lainnya. Perilaku manusia yang terkadang lalai dan berbuat kesalahan akan diingatkan dan dinasehati. Ini sebagai bentuk rasa sayang dan penjagaan terhadap sesama manusia. Dan  kontrol sosial tidak hanya dilakukan dalam lingkup individu melainkan dalam bermasyarakat juga dalam bernegara.  

Bukti dalam liputan Fakta tvOne, disiarkan hari senin, 3 Desember 2018 mengangkat tema "Reuni 212: Memperkuat Persatuan Umat. Terlihat di 212 dalam berbagai jepretan foto juga vidio dan opini-opini para peserta yang hadir dan yang melihat dari kejauhan di layar kaca. Bahwa acara 212 tak hanya terbukti damai namun ada pesan tersirat yang ingin disampaikan kepada penguasa , bahwa dengan cara yang intelektual umat Islam tetap tertib dalam menyampaikan aspirasinya mengingatkan rezim agar dalam membuat kebijakan dan aturan bernegara hendaknya harus berada dalam koridor syara’ bukan yang lain. Karena hukum yang paling haq untuk diterapkan hanya syariat’Nya bukan yang lainnya. 

Mengkritik dengan cara yang intelek tanpa mencaci tanpa menghakimi, namun umat Islam menyuarakannya tetap dengan cara yang  satun dan beradab dalam mengkritik kebijakan rezim adalah bagian dari cara kontrol sosial agar penguasa terhindar dari kezholiman akan pemenuhan hak-hak rakyatnya termasuk dalam beragama.

Yang kita ketahui bersama tercetusnya Reuni Akbar 212 bukanlah yang pertama kali, melainkan 2 tahun yang lalu ketika ada seorang Gubernur menistakan agama Islam. Aksi 212 bela Islam dilakukan umat Islam sebagai bentuk meminta keadilan pada penguasa, dengan memberikan sanksi bagi siapapun yang menistakan agama. 

Terlebih ketika beberapa waktu yang lalu terjadi aksi pembakaran bendera Tauhid yang merupakan simbol dalam agama Islam sebagai Panji Rasulullah yang sangat tidak pantas dibakar dengan suasana riang gembira sembari joget dan menyanyikan lagu. Berulang kembali seakan tidak ada efek jera inilah yang membuat para penista agama menari dan bersuka cita menistakan agama yang dianggap tidak sejalan dengan keyakinan dan pemikirannya. 

Islam tidak mengajarkan kebencian terhadap sesama manusia apalagi seorang muslim. namun bila manusia yang menistakan agama Islam apalagi saudaranya yang melakukan penistaan, umat muslim lainnya wajib mengingatkan agar saudaranya itu tidak semakin terjerumus dalam kelalaian dan kubangan kemaksiatan. Inilah bentuk amar ma’ruf nahi mungkar dalam Islam. 

Dan momentum 212 yang terselenggara selain sebagai  bentuk amar ma’ruf nahi mungkar umat Islam kepada penguasa agar menegakkan keadilan, juga sebagai syiar Islam. Mengedukasi umat bahwa ketika Islam diterapkan dalam kehidupan, maka keadilan dan ketentraman itu diberikan bukan berdasarkan hawa nafsu manusia juga siapa yang berkuasa, melainkan semua bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. 

Perintah dari Allah swt :

 

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (ال عمران : 104 )

104. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.


Mekanisme kontrol sosial dalam Islam digunakan untuk mencegah penyimpangan yang bertentangan dengan syariat’Nya. Contoh kontrol sosial yang ada ketika syariat Islam itu tegak dibagi menjadi tiga lapis, yaitu:

Ketaqwaan individu

Kontrol sosial/ masyarakat

Kontrol negara berupa penerapan hukum yang tegas

Bagaimana penjabaran bukti kesempuraannya, 

Lapisan pertama yaitu ketaqwaan individu, tingkat keimanan seseorang menjadikan dirinya melakukan segala aktivitas didasari oleh keimanan pada Allah dan semua aturan yang diturunkanNya, dengan menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Kita bisa ambil contoh dalam kehidupan saat ini yang merupakan perilaku menyimpang yaitu LgBt, keimanan seseorang akan membuatnya menjauhi lingkungan serta ajakan yang mengarah pada LGBT karena dia meyakini bahwa perilaku tersebut dilaknat oleh Allah SWT.

Lapisan kedua yaitu kontrol sosial/masyarakat, kita sadari bahwa keimanan seseorang terkadang naik turun. Disaat keimanannya mulai goyah dan mulai sedikit demi sedikit mengikuti perilaku menyimpang seperti Lgbt, di sinilah peran kontrol sosial/ masyarakat berfungsi sebagai benteng pertahanan kedua yaitu dengan cara menasehatinya agar segera bertaubat dan meninggalkan perbuatan tersebut. Adanya kontrol sosial/masyarakat bisa membuat seseorang tersebut merasa malu untuk terang-terangan melakukan hal yang mengundang amarah warga yang sudah memahami dalam Islam bahwa perilaku tersebut dapat mengundang murka Allah dengan menurunkan azab Nya, seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an, ketika kaum sodom dan wilayahnya diluluhlantakkan karena tak mendengarkan nasihat Nabi Luth as. 

Lapisan ketiga yaitu kontrol negara berupa penerapan hukum yang tegas. Ketika keimanan seseorang, kontrol sosial/ masyarakat tak bisa lagi mencegah perilaku penyimpangan tersebut, maka di sinilah peran negara dalam mengatasinya. Yaitu memberikan sangsi tegas dengan pemberian hukuman sesuai dengan syariat Islam. Dan hal ini akan memberikan efek jera bagi masyarakat luas agar tak mencontoh perilaku tersebut di kemudian hari.

Dari ketiga lapisan kontrol sosial di atas dilakukan bukan berdasarkan norma dan nilai yang berlaku atas dasar prespektif manusia yang punya hawa nafsu. Namun semua bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dengan penjelasan di atas semakin menguatkan dan menegaskan Islam mempunyai aturan yang lengkap, tak hanya dalam aspek beribadah namun dalam bermasyarakat juga bernegara. Penegakkan aturan yang lengkap ini hanya bisa diterapkan oleh penguasa yang mau secara kaffah menerapkan aturan yang bersumber dari Pencipta manusia. 

Allah SWT berfirman, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” {Al-Maidah : 50}. 

Manusia diciptakan dengan diberikan akal dan hawa nafsu. Bila manusia tak mempunyai standar dalam melakukan perbuatan termasuk dalam membuat kebijakan, maka yang ditimbulkan adalah kerusakan, kebinasahan dan kezholiman. Maka perlunya manusia mempunyai pedoman hidup terlebih bila ia adalah seorang pemimpin yang mempunyai tanggung jawab besar atas yang dipimpinnya. 

Al-Quran secara tegas menyeru orang-orang beriman untuk melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh, tanpa membeda-bedakan ajaran yang satu dengan ajaran yang lain. Allah ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

Penerapan aturan Islam bisa ditegakkan dan direalisasikan dengan adanya dukungan dari intitusi berdaulat yang mampu menerapkan dan menegakkannya dalam bingkai negara. Dan negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah itulah yang disebut Khilafah. 

Wallahu’alam bishowab. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak