Oleh : Lilieh Solihah (Revowriter)
Baru-baru ini tersiar kabar bahwa ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie, membeberkan tiga misi partainya, jika diberi amanat oleh rakyat untuk duduk di Parlemen. Salah satunya yaitu mencegah diskriminasi dengan tidak akan pernah mendukung perda injil atau perda syariah diterapkan di Indonesia. Padahal, sampai saat ini perda syariah masih diterapkan di Aceh, meskipun perda ini masih menimbulkan berbagai kontroversi dari berbagai pihak. Walaupun secara syariah, islam itu sudah menjadi aturan yang seharusnya diterapkan di negeri ini.
Di lain pihak, Mahkamah Konstitusi Mahfud MDRA HANI menilai, hukum syariah dan sejenisnya merupakan hukum perdata yang tak perlu dirancang menjadi peraturan daerah atau perda syariah. Beliau mengatakan bahwa upaya perancangan itu hanya akan sia-sia. Sebelumnya PPMI (Persatuan Pekerja Muslim Indonesia) melaporkan Grace Natalie atas dasar penistaan agama karena tidak mendukung perda yang berlandaskan agama seperti perda syariah dan perda injil.
Sungguh, sistem demokrasi kapitalis yang menjauhkan agama dari kehidupan dan umat islam di negara manapun tidak ada yang menggunakan hukum Allah, yakni hukum Islam secara mutlak dan sepenuhnya dalam peraturan kenegaraannya. Kita hari ini dihadapkan pada dua sistem, yaitu sistem demokrasi dan sistem diktator. Keduanya bukan dari Islam, tetapi harus dihadapi. Bukan memilih antara yang ideal atau tidak, tetapi memilih sistem yang lebih memungkinkan dan yang lebih dekat dengan kemaslahatan umat Islam.
Demokrasi adalah produk Yunani yang berasal dari kata kerja demos, artinya rakyat dan cratos adalah kekuatan/kekuasaan. Secara istilah, demokrasi berarti kekuasaan dan kedaulatan di tangan rakyat. Asas demokrasi menjadikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan, maksudnya antitesis kekuasaan di tangan perorangan (diktator), dan sistem ini menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan tertentu serta memakai asas manfaat.
Lain halnya dengan islam, Islam memandang bahwa pengaturan hidup manusia ada yang mengatur, yakni Sang Khalik, Allah Subhanahu Wata'ala. Kita harus tunduk dan patuh terhadap aturan-Nya yang tidak berubah dari dulu hingga sekarang, yaitu Alqur'an dan As Sunnah. Dan akidah adalah asas tempat masyarakat berpijak. Dalam Islam, peraturan dilaksanakan oleh setiap individu mukmin dengan dorongan taqwallah yang tumbuh dalam jiwanya. Teknik pelaksanaannya dilaksanakan oleh negara yang dapat dirasakan oleh jamaah dan menjalankan amar ma'ruf nahi munkar serta diterapkannya peraturan dengan kekuatan negara. Dalam hal ini, negara bertanggungjawab terhadap urusan jamaah.
Dari sini, dapat dipahami seandainya seluruh manusia itu muslim sedangkan yang dibawanya adat kapitalisme demokrasi, maka masyarakat menjadi masyarakat yang tidak Islami, sekalipun mayoritas penduduknya adalah orang-orang Islam. Masyarakat islam akan terbentuk jika manusia memiliki pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama, yaitu islam.
Wallahua'lam bish-shawab
*sumber gambar : matamatapolitik.com