Oleh: Sumiati (Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif )
Akhir-akhir ini masyarakat sedang viral membahas tentang kardus. Awalnya bingung ada apa dengan kardus, selama yang kita tahu kardus atau dus digunakan sebagai tempat air mineral, mie instan, makanan ringan, barang elektronik dan lain-lain. Itupun pemakaiannya sangatlah hati-hati, karena kardus jika terkena air akan rusak. Hal demikian Karena kardus ya bagian dari kertas.
Kapanpun jika hujan tiba, barang-barang yang menggunakan kardus sebagai wadahnya, akan sangat hati-hati pemakaiannya. Jadi teringat ketika pulang kampung, kardus salah satu barang yang dicari untuk membawa oleh-oleh sebagai tanda sayang untuk keluarga dan sanak saudara.
Jika dalam perjalanan hujan pastinya akan kerepotan, dan memilih berteduh jika sudah turun dari kendaraan. Karena jika dipaksakan kardus akan kehujanan kemudian rusak dan isinya bisa berantakan.
Bagaimana dengan kebijakan dari pemerintah yang mengatakan bahwa kotak suara pemilu yang tadinya alumunium akan diganti kardus, sementara itu kotak suara akan dikirim ke berbagai daerah yang jauh bahkan pegunungan, terbayang kan? Itu kardus dipastikan rusak, yang ada akan jadi rongsokan.
Ini di mana nalar normal penguasa? Apakah negara sudah sangat miskin hingga tidak punya kotak alumunium untuk kotak suara?
Jadi ingat waktu dulu tahun 1992, ikut kakak transmigrasi ke Sumatera Selatan. Setiap rumah atasnya seng, awet pastinya. Namun, orang-orang yang malas bekerja lebih senang menjual seng atap rumah mereka untuk biaya hidup ketimbang bekerja. Kemudian atapnya diganti daun nipah yang murah. Iya murah namun cepat rusak, dan ketika rusak maka mereka tidak bisa lagi membeli atap. Ini alamat kebangkrutan yang kemudian akhirnya mereka pulang dengan kesengsaraan.
Dalam kasus kotak suara, Yang tahun-tahun lalu kemana? Apakah ini memang sengaja dibuat, agar kotak yang biasanya digembok untuk menjaga agar tidak terjadi kecurangan. Nah jika kotaknya kardus jelas sudah disini seolah niat sekali untuk curang.
Jika sudah demikian, siapa lagi yang harus terus melanjutkan perjuangan dawah islam, agar hal ini tidak pernah terjadi. Apalagi dalam sistem kekhilafahan hal-hal demikian tidak akan pernah terjadi. Saatnya Islam bangkit untuk menyelesaikan permasalahan umat yang tiada henti.
Wallaahu a'lam bishawab.