Oleh : Vivin Indriani( Member Komunitas Revowriter)
Sepanjang sejarah peradaban Islam, kata toleransi mutlak dimiliki ummat ini. Diantara sekian banyak ketidak adilan terhadap etnis dan ras di berbagai belahan dunia, toleransi terhadap kebebasan memeluk agama justru di suguhkan ummat Islam kepada dunia.
Islam adalah agama dengan pengaturan sempurna seluruh aspek kehidupan. Baik hubungan manusia dengan penciptanya(hablum minallah). Maupun hubungan manusia dengan dirinya sendiri(hablum minnafsi), sekaligus hubungan manusia dengan manusia lainnya(hablum minannas). Aspek hubungan manusia dengan manusia lainnya ini mencakup sikap at-tasamuh atau at-tasahul, yang artinya saling menghormati. Yang untuk pengertian hari ini disepadankan dengan kata toleransi.
Kata toleransi berasal dari bahasa Inggris, tolerance. Adapun dalam bahasa Indonesia, kata ini diserap menjadi kata toleran atau toleransi. Di dalam Kamus Besar Bahas Indonesia(KBBI), toleransi di definisikan dengan sifat atau sikap toleran. Toleran adalah bersifat atau bersikap menenggang(menghargai, membolehkan, membiarkan) pendirian(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.(Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Pusat Bahasa,2008).
Dahulu saat kekuasaan Daulah Islamiyyah meluas ke Jazirah Arab, Nabi saw. sebagai kepala negara memberikan perlindungan atas jiwa, agama dan harta bagi penduduk Ailah, Jarba', Adzrah dan Maqna yang mayoritas berpenduduk Kristen. Nabi saw. juga memberikan perlindungan atas harta, jiwa dan agama penduduk Khaibar yang mayoritas beragama Yahudi.
Beliau saw. juga memberikan perlindungan kepada penduduk Juhainah, Bani Dhamrah, Asyja', Najran, Muzainah, Aslam, Juza'ah, Jidzam, Qadla'ah, Jarsy serta orang-orang Kristen yang ada di wilayah Bahrain, Bani Mudrik, Ri'asy dan masih banyak lagi. (Prof. Dr. Mohammad Hamidullah, Majmu'ah al-Watsa'iq asy-syiyasiyah li al Ahd an-Nabawi wa al-Khilafah ar-Rasyidah, halm. 116-123).
Kondisi ini terus berlangsung setelah Nabi saw wafat. Dimana kekuasaan Islam di teruskan oleh kepemimpinan para khalifah yang terus meluaskan wilayah sampai keluar Jazirah Arab. Namun sikap toleran masih terus dilaksanakan oleh para khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Toleransi yang sangat nyata tidak bisa di saingi oleh siapapun penguasa non muslim di dunia hingga hari ini.
Hal ini menunjukkan bahwa ketika Islam berkuasa dan menjadi mayoritas, justru sikap toleran sangat nampak terhadap orang-orang kafir. Islam tidak berlaku semena-mena terhadap mereka. Sehingga non muslim yang tinggal di wilayah kekuasaan Islam benar-benar terjaga hak dan kebebasannya terkait dengan pola peribadahan mereka. Bahkan mereka mendapatkan fasilitas yang nyaman dalam menjalankan aktifitas ibadahnya.
Bandingkan dengan keadaan hari ini di wilayah-wilayah dimana Islam menjadi agama minoritas. Sikap toleransi justru tidak didapatkan oleh ummat Islam. Bahkan penguasa banyak menunjukkan sikap semena-mena terhadap kaum muslimin. Mulai dari pelarangan aktivitas ibadah di tempat umum. Pelarangan atribut keagamaan seperti kerudung, cadar dan jenggot. Penetapan denda bagi siapa saja yang keluar rumah dengan pakaian muslim. Bahkan hingga dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi yang penuh pengawasan ketat dan siksaan untuk mendoktrin ummat Islam agar meninggalkan ajaran agamanya.
Jadi jika hari ini masih ada segelintir orang yang mengarahkan telunjuknya pada Islam. Lalu menyebut agama ini sebagai agama yang intoleran, serta penganutnya sebagai radikal dan ekstrimis yang tidak toleran pada non muslim, maka dia pasti buta sejarah. Pengetahuan dan keilmuannya akan sejarah panjang peradaban Islam selama 1300 tahun lebih tak terbaca olehnya. Bukti sejarah dan fisik yang di suguhkan bahkan di akui oleh sejarawan barat akan sikap toleransi Islam yang sangat tinggi harusnya menjadi acuan agar tak sembarangan menuduh tanpa dasar.
Sikap toleransi dalam Islam sangat jelas. Kaum muslimin tidak akan memaksa orang kafir masuk Islam(QS. 2 : 256). Orang kafir di biarkan menjalankan peribadatan sesuai agama dan keyakinan mereka. Kaum muslimin juga dilarang mencela sesembahan agama lain tanpa dasar ilmu(QS. 6 : 108). Islam memerintahkan kaum muslim berdiskusi dengan orang-orang kafir dengan cara yang makruf(QS. 29 : 46). Jadi sungguh, umat Islam memang tidak pernah bermasalag dengan kata toleransi sepanjang usianya.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, (1) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (2) Dan kamu bukan penyembah Rabb yang aku sembah. (3) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (4) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Rabb yang aku sembah. (5) Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (6)”
(QS. Al Kafirun: 1-6).
Wallahu'alam bish shawab