Oleh: Surfida, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan)
Isu terorisme kembali tayang di media. Isu ini di angkat saat menghadapi perayaan natal dan tahun baru 2019. Di kutip dari CNN.Indonesia (19/12/2018), Tim Detasemen Khusus 88/Antiteror Polri menangkap sebanyak 21 orang terduga teroris. Penangkapan ini dimulai dari bulan November sampai Desember 2018. Bapak Jendral Tito Karnavian membeberkan enam dari terduga teroris itu ditangkap di Sumatera Utara, tiga di Jawa Barat, empat di Sulawesi Tengah, dua di Yogyakarta, tiga di Sulawesi Selatan, satu di Jambi, dua kembali dari Suriah.
Selain itu, di Riau juga sudah menyiagakan 940 personel untuk untuk mengamankan perayaan Natal dan tahun baru 2019. Langkah ini di lakukan melalui Operasi Lilin Muara Takus 2018 yang berlangsung selama 10 hari, sejak 23 Desember hingga 1 Januari mendatang. Dalam operasi ini, polda Riau juga mendirikan 40 pos pengamanan dan 16 pos pelayanan.(merdeka.com, 22/12/2018).
Apa yang dilakukan polisi dan Densus 88 patut di apresiasi, karena mereka berusaha mengamankan negara dari orang-orang yang mengancam keutuhan NKRI, sehingga umat nasrani bisa khusyuk saat merayakan natal dan tahun baru .
Namun, ketika ada pemboman di tempat perayaan, aparat keamananpun cepat tanggap dalam menangani kasusnya. Aparat langsung membeberkan bukti seperti Al-Qur'an dan buku bacaan Islam. Pelakunya adalah teroris yang baru pulang dari Suriah atau yang bergabung di JAD (Jamaah Ansarud Daulah), JAT (Jamaah Ansharut Tauhid). Akhirnya Islam dan umat Islamlah yang menjadi pihak tertuduh.
Perang Melawan Teroris Produk Barat
Perang melawan terorisme (war on teroris) muncul saat gedung WTC di bom pada tanggal 11 September 2001. Dari situlah barat terutama Amerika Serikat menggaungkan perang untuk melawan para teroris. Dan yang menjadi pihak tertuduh adalah Islam. Karena menurut mereka jaringan Al-Qaedah ikut terlibat dalam pemboman tersebut. https://id.m.wikipedia.org. Menurut barat jaringan Al-Qaiedah adalah jaringan Islam.
Dengan di gaungkannya perang terhadap teroris (war on teroris), maka banyak negara menganggap bahwa terorisme identik dengan Islam termasuk negara Indonesia yang mayoritas Islam. Sehingga setiap ada penyerangan atau pemboman selalu dikaitkan-kaitkan dengan Islam. Akibatnya umat Islam semakin takut untuk mempelajari Islam.
Semangat dakwah untuk memperjuangkan tegaknya Islam semakin kendor. Mereka takut disebut tidak pancasilais, intoleran, radikalisme dan berbagai macam tuduhan lain. Di tambah lagi munculnya ISIS buatan barat, yang mana ISIS di gambarkan sebagai pejuang Islam yang akan menegakan negara Islam. Saat merebut kekuasaan itu dengan menggunakan kekerasan. Mereka membunuh siapa saja dan yang tidak sependapat dengan mereka.
Akan tetapi jika pelaku adalah non muslim, maka mereka tidak pernah disebut sebagai teroris. Mereka hanya disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), padahal mereka juga melakukan pembunuhan dan aparat keamanan tidak pernah mengirimkn Densus 88 untuk menangkap para pelaku. Bahkan pemerintah mengundangnya keistana, seperti pelaku pembakaran mesjid di Tolikara. (https:nasional.tempo.com).
Padahal jika dilihat secara jeli, Baratlah yang menjadi teroris sesungguhnya, yang selalu melancarkan aksinya terhadap Islam. Aksi perang terhadap teroris (war on teroris ) adalah cara barat untuk menguasai negara - negara Islam. Barat sengaja mengaungkan itu, agar umat Islam dan pemimpin negeri-negeri muslim mau bekerja sama dengan mereka. Dengan kerja sama tersebut, akan mampu menekan bangkitanya Islam, sehingga dengan mudah menguasai kekayaan alam negara tersebut.
Apalagi isu terorisme itu sangat sensitif menjelang tahun baru dan natal. Sehingga setiap media memberitakan tentang kasus teror bom, rakyat Indonesia yang memiliki pemahaman awam akan menuduh bahwa itu adalah umat Islam dan Islam tidak memiliki sikap toleransi.
Islam Menghapus Terorisme
Islam sangat menjunjung persatuan, bahkan persatuan yang diinginkan adalah persatuan kaum muslimin seluruh dunia tanpa ada sekat. Islam juga membeci para pelaku teror yang selalu mengancam persatuan yang diterapkan oleh negara Islam. Karena tindakan teror ini dapat mengancam nyawa manusia dan persatuan negeri-negeri Islam, maka islam akan menindak tegas para pelaku teror.
Islam juga mengharamkan tindakan terorisme ini. Sebagaimana dalam hadist Rasulullah SAW, "Siapa saja yang meneror orang Islam demi mendapatkan ridha penguasa, maka dia akan diseret pada Hari kiamat bersamanya.” (Lihat, as-Suyuthi, Jami’ al-Masanid wa al-Marasil, VII/44). Juga dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam Q. S Al-Maidah :32, "Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Ayat dan hadist tersebut menjelaskan keharaman tindakan teroris, dan ini disebut melakukan pelanggaran hukum syara'. Karena melanggar huku syara', maka harus dihukum. Hukuman yang diberikan tergantung dari kejahatan yang mereka lakukan, misalnya dengan qishas, dan diyat.
Dengan menerapkan hukum tersebut sudah dipastikan para pelaku teror akan jera. Sanksi ini diterapkan kepada seluruh warga negara Islam baik muslim dan non muslim. Karena teror itu tidak ada kaitannya dengan ajaran agama manapun. Apalagi dikait-kaitkan dengan Islam, seperti yang dituduhkan saat ini. Ajaran Islam akan terjaga dari fitnah-fitnah yang dilontarkan oleh orang kafir, khususnya tentang terorisme.
Negara Islam juga akan memberikan kebebasan kepada non muslim untuk merayakan hari rayanya. Asalkan non muslim merayakan bukan ditempat umum. Toleransi akan selalu diterapkan dalam negara Islam.
Dan jika Islam sudah tegak umat Islam tidak akan menjadi sasaran para aparat yang selalu menembak duluan sebelum melakukan penyelidikan. Oleh karena itu, marilah jaga Islam dengan menjadi penjuang Islam yang memperjuangkan agar bisa diterapkan
wallahu'alam bishowab