Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif Regional Jawa Timur)
Kembali mencuat isu radikalisme di tengah masyarakat. Beredarnya informasi dari Badan Intelejen Negara (BIN) terkait 41 masjid yang terpapar radikal di lingkungan pemerintahan di wilayah Jakarta. Yang terbagi menjadi tiga zonasi yang terdiri dari 7 masjid masuk kategori radikal rendah, 17 masjid radikal sedang, dan 17 masjid radikal tinggi (idntimes.com, 21/11/2018).
Hasil 41 masjid yang terindikasi terpapar radikal diperoleh dari survei yang dilakukan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Survei yang dilakukan terhadap 100 masjid yang terdiri dari 35 masjid di kementrian, 28 masjid di lembaga negara dan 37 masjid di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Survei dilaksanakan setiap sholat Jumat dari 29 September hingga 27 Oktober 2017. Dengan menjadikan isi dari khutbah Jumat sebagai patokannya.
Namun sampai saat ini belum ada pernyataan nama-nama masjid mana yang terindikasi. Tentu kabar yang berhembus ini menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat. Mana masjid yang terindikasi radikal dan mana yang bukan. Dan tentunya kembali menimbulkan keresahan dan perpecahan akibat saling mencurigai.
Saat ini kesadaran berpolitik umat Islam semakin meningkat, semenjak terjadinya kasus penistaan agama. Di mana proses peradilannya lambat dan membuat umat meradang sehingga muncullah Aksi 212 guna menuntut sang penista agama. Dan sekarang menjelang Reuni Akbar 212, isu radikalisme kembali dihembuskan. Berbagai upaya dilakukan agar persatuan umat Islam tidak terlaksana. Karena persatuan umat Islam merupakan momok bagi kaum sekuler. Semakin meningkatnya kesadaran umat akan Islam, akan semakin melemahkan cengkeraman kaum sekuler pada kaum muslim.
Peranan masjid pada masa Rasulullah SAW sangat vital. Karena masjid merupakan pusat pembangunan peradaban. Bukan hanya sebagai pusat pembangunan ruhiyah (keimanan) saja tetapi juga pusat budaya, pendidikan, ekonomi, peradilan serta segala kegiatan yang menyangkut persoalan umat.
Sedangkan masa kini peran masjid telah mengalami pergeseran. Masjid hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata serta ceramah keagamaan, selain dalam kondisi tersebut masjid menjadi sepi.
Pergeseran peranan masjid merupakan efek penerapan sistem sekuler yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Sehingga kegiatan yang pada masa Rasulullah SAW dilaksanakan di masjid kini beralih pada lembaga-lembaga lain. Sehingga fungsi masjid yang sebenarnya tidak terintegrasi, potensi masjid tersia-siakan serta umat cenderung memisahkan urusan dunia dan akhirat baik disadari atau tidak.
Penerapan Islam secara kaffah merupakan solusi hakiki. Hanya dengan adanya pemimpin yang mau menerapkan Islam secara total yang mampu mengembalikan fungsi masjid sebagai tempat pembangun peradaban. Menjadi tugas kita bersama agar umat semakin sadar terhadap Islam dan menjadikannya sebagai satu-satunya pengatur kehidupan.