Ironis: Nusantara berduka, PT. Freeport Bahagia**


Oleh: SW. Retnani S.Pd (Praktisi Pendidikan)


       Tepat satu hari sebelum bencana tsunami selat Sunda menerjang Banten dan Lampung, pemerintah menyetujui pembelian saham (divestasi) PT. Freeport. Dengan disetujuinya divestasi ini maka kontrak karya PT. Freeport di Nusantara pun diperpanjang hingga tahun 2041. Yang artinya, sumber daya alam Nusantara akan terus dikeruk dan dinikmati oleh kafir penjajah selama 23 tahun mendatang. Dan parahnya lagi, bahkan kontrak karya ini bisa diteruskan hingga tahun 2061.


      Padahal, operasional PT Freeport di Papua banyak merugikan bangsa kita. Jumlah royalti yang dibayarkan kepada pemerintah sangat kecil dibandingkan royalti yang umum berlaku di dunia. 

PT. Freeport hanya memberikan 3,5%. Sedangkan royalti yang umum di dunia mencapai 7%.

PT. Freeport juga penyumbang limbah aktif, yang menyebabkan pencemaran Lingkungan. Sungai, tanah tercemar, hutan hujan tropis rusak dan hancur.


      Dibalik euforia kebahagiaan PT. Freeport yang mendapatkan uang tunai senilai 4 miliar dolar plus perpanjangan kontrak karya serta kemudahan- kemudahan lain yang diberikan pemerintah ternyata muncul fakta yang sangat mengenaskan dan memilukan . Papua tak hanya terkenal dengan gunung emasnya namun ternyata Papua juga identik dengan kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan.


       Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun ini menunjukkan  jumlah penduduk miskin di Papua meningkat, sebesar 917, 63 ribu orang.

Hal ini didukung oleh pernyataan Kepala Badan Pusat  Statistik (BPS) Suhariyanto menyebutkan adanya "warning besar" untuk pemerintah. Yakni, disparatis kemiskinan  yang tinggi antara kota dan desa, juga disparatis antar provinsi. Sebagai contoh, tingkat kemiskinan di Papua (27,74%) jauh lebih tinggi dibandingkan di DKI Jakarta (3, 57%).


      Fakta itu kian memilukan tatkala potret survei yang sama menyebutkan sekitar 16,99% penduduk miskin usia 15-24 tahun buta huruf.

Bahkan di kabupaten Yahukimo dan Paniai, status serupa lebih dari 40%. Hal tersebut lantaran di wilayah kantong kemiskinan minim fasilitas pendidikan.

Hasil Pendataan Potensi Desa menunjukkan bahwa hanya 40,63% desa di Papua yang memiliki Sekolah Dasar (SD). Hal itu akhirnya membuat anak- anak yang tinggal di kampung ( yang tidak memiliki SD) harus jalan kaki menembus hutan dan mendayung perahu untuk bersekolah.

Suatu kondisi yang kurang lebih pernah tergambar dalam Film Denias Senandung diatas Awan produksi Alinea Pictures 12 tahun lalu. (Rafly Parenta Bano, Statistisi Ahli BPS Kabupaten Merauke,  pemerhati masalah sosial di Papua) (Detiknews.com) (2018/08/02).


      Miris, di tengah- tengah pulau yang sangat kaya- raya dengan sumber daya alam yang berlimpah dan sangat bernilai tinggi, namun penduduknya lekat dengan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Ironis memang dikala Nusantara sedih dan berduka dengan berbagai masalah yang mendera, PT Freeport tersenyum lebar bahagia. 


      Semua ini di akibatkan dari kebijakan pemerintah yang mengadopsi sistem neoliberalisme yang merupakan buah dari kapitalisme- demokrasi.

Sehingga pemerintah lebih mengutamakan kepentingan para investor asing daripada rakyatnya. Inilah bukti nyata kegagalan sekuler saat ini dalam menyejahterakan rakyatnya.


       Kenyataan ini berbeda jauh dengan sistem Islam. Hukum- hukum Islam sangat melindungi dan mengutamakan kepentingan serta kemaslahatan umat.


      Menurut aturan Islam kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Sehingga semua sumber daya alam wajib dikelola oleh negara. Hasilnya  diserahkan dan diperuntukkan demi kesejahteraan umat. 

Rasululloh saw bersabda: 

"Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api". (HR. Ibnu Majah).

Terkait dengan hadist diatas maka haram hukumnya menyerahkan pengelolaan  sumber daya alam (yang termasuk kepemilikan umum) kepada individu, swasta apa lagi asing.


      Dengan hasil tambang yang berlimpah seperti emas, perak, batu bara, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas, hutan, laut dll. dapat digunakan untuk membiayai infrastruktur baik pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Papua terutama di wilayah- wilayah pedalaman. Sehingga rakyat akan terlepas dari  jerat kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.


      Pengelolaan sumber daya alam yang mengacu pada aturan Islam, membutuhkan sosok seorang pemimpin yang amanah. Pemimpin yang tidak menipu dan mengkhianati rakyat. Pemimpin bertaqwa yang mampu meri'ayah umat. Rasululloh saw memperingatkan bahwa seorang pemimpin harus bertanggung jawab pada rakyatnya. Sabda beliau saw.:

" Tidaklah seorang pemimpin mengurusi rakyat kaum Muslim lalu mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Alloh swt mengharamkan bagi dia surga ". (HR. Al Bukhari).


      Solusi inilah yang mampu mengatasi segala permasalahan umat  di dunia. Yaitu dengan pengelolaan sumber daya alam secara Islami lalu didukung oleh seorang pemimpin yang amanah, taat pada Syariat Islam dan dinaungi dengan pemerintahan yang bersistemkan Islam, Khilafah. Kesejahteraa umat pasti terwujud.

Mari kita bersegera menjalankan semua ketentuan Alloh swt dan Rasululloh saw dengan cara melaksanakan serta menerapkan Syariat Islam.

Wallohu a'lam bish showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak