Oleh Siti Aufa (Member Akademi Menulis Kreatif)
Saat ini sedang hangat-hangatnya dibicarakan tentang salah satu partai peserta pemilu. Ketua umumnya yg notabene adalah seorang perempuan non muslim telah jelas-jelas memproklamirkan diri bahwasanya jika partai yg didominasi warna merah itu berorasi tidak akan pernah setuju dengan perda-perda syariah. Lalu pada moment selanjutnya didaerah Jawa timur ia pun berorasi mengenai poligami, ia beralasan bahwa poligami memperdaya perempuan dan salah satu bentuk ketidakadilan terhadap perempuan. Dengan berdalih bahwa ia telah mempunyai fakta-fakta tentang hal tersebut. Senada dengan ketua umumnya beberapa kader partai ini pun secara tegas menentang praktek poligami. Hanya berdasar bahwa karena ia sebagai seorang anak yang mencintai ibunya, sebagai seorang suami yang mencintai istrinya dan seorang ayah yang mencintai anak-anaknya. Seolah-olah didalamnya tersirat penjelasan bahwa jika ada seseorang yg mempraktekkan poligami maka ia tidak mencintai ibunya, istrinya dan anak-anaknya. Sungguh miris mendengar hal itu dikatakan oleh seorang publik figur yang sepertinya mempunyai ratusan atau bahkan puluhan followers. Ia menyatakan dengan tegas dan lugas bahwa ia menentang praktek poligami. Jangan tanya agamanya apa. Beliau beragama Islam. Tapi masih belum paham tentang _taddud_ (poligami).
Melihat hal ini terkadang isu ini secara tidak langsung membandingkan antara seorang suami "setia" dan suami yang berpoligami. Tenang sudah tahu arti _setia_ disini ternyata arti yang dimaksud penulis adalah "SElingkuh Tiada Akhir/ SEtiap Tikungan Ada". Mengapa terkadang ibu-ibu masih menghargai atau memaklumi para suami yang "setia" dari pada suami yg berpoligami, ini merupakan bukti penyesatan berpikir. Sungguh ironis. Salah satu ajaran Islam telah didiskriminasi. Memang ketika poligami dihukumi dengan perasaan akan terasa berat. Tapi hal ini hanya sebatas pernyataan suka dan tidak suka. Bukan menolak atau bahkan menentang taadud. Paham sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan membuat ajaran Islam melalui poligami dianggap sebagai salah satu sebab retaknya rumah tangga. Perlu dipahami efek Akibat dari para Suami yang sering "setia jajan" diluar rumah bisa membawa petaka kedalam rumah. Tidak sedikit para ibu rumah tangga yang terjangkit virus menular HIV Aids yang dibawa suami kedalam rumah.
Pernyataan poligami bukan ajaran Islam merupakan kelancangan yang tidak dibenarkan bahkan termasuk terkategori penistaan agama. Menurut ketua eksekutif nasional komunitas sarjana hukum muslim Indonesia (KSHUMI) Chandra Purna Irawan menyatakan bahwa unsur pasal 156a huruf a KUHP yaitu dengan sengaja, di muka umum, dan mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, terpenuhi. Dan hal yg dilakukan oleh Grace Natalie adalah tindakan penistaan agama. (Media umat, edisi 233)
Hal ini adalah salah satu Serangan terhadap Islam yang terus dilancarkan oleh kaum sekuleris antek negara2 kapitalis. Mereka bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa hukum islam yg berpotensi memunculkan kebangkitan yang akan melawan hegemoni dan penjajahan mereka atas dunia.
Setali tiga uang dengan pernyataan yang dikemukakan oleh ketua umum PSI itu Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Imam Nahe’i menyebut, pihak yang menganggap praktik poligami merupakan sunnah adalah bentuk penodaan terhadap agama Islam.
“Poligami sunah, menurut saya penodaan agama, karena tidak ada dalam fikih. Boleh saja (poligami), tapi tidak naik sampai tingkat sunah,” sebut Imam dalam acara diskusi Perempuan dan Politik; ‘Bisakah Poligami di Indonesia Dilarang?” di Gado-gado Boplo, Kuningan, Jakarta Selatan pada Sabtu, 15 Desember 2018 kutip Tempo.com
Pembahasan masalah poligami sudah ada aturannya. Menurut Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah mengatakan,
Al Quran membolehkan poligami:
(1) untuk maslahat sang wanita agar sang wanita tidak terlewatkan kesempatan menikah. Karena terkadang banyak wanita yang ditinggal mati suaminya, atau sudah berumur yg belum menikah.
(2) untuk maslahat sang laki-laki agar lelaki tidak terlewatkan manfaat saat salah seorang wanita tertimpa udzur. Wanita yang berudzur/berumur memiliki resiko hamil yang lebih rentan melahirkan.
(3) untuk maslahat umat agar jumlah umat menjadi banyak, sehingga mampu untuk menandinginya musuhnya agar kalimat Allah menjadi tinggi.
Jadi, ini adalah syariat yang bijaksana dan ditimbang dengan saksama, tidak ada yang mencelanya kecuali orang yang Allah butakan matanya dengam kegelapan kekufuran." (Sumber: Adhwaul Bayan jil 3 hlm 24/majalahtashfiyah)
Kondisi ini akan terus terjadi sepanjang umat Islam tidak memiliki kekuatan politik khilafah karena hanya khilafah lah satu-satunya yg mampu mencegah penistaan terhadap agama dan perempuan akan terwujud.
Wallahu 'alam bi ash-shawab