Oleh Yanti Nurhati, S.Sos. (Muslimah Peduli Umat)
Sudah menjadi suatu hal yang tidak aneh lagi ketika pergantian musim, menjelang lebaran, natal dan tahun baru, harga-harga pangan mulai merangkak naik. Tentu saja hal ini membuat emak-emak menjadi panik, bagaimana tidak panik, sementara pengahsilan setiap bulan masih segitu-segitu saja sementara sekarang pengeluarannya melebihi dari penghasilan perbulan. Emak-emak dengan kondisi seperti ini harus pintar-pintar mengencangkan ikat pinggang untuk memanage setiap pengeluarannya agar kebutuhan rumah tangga setiap bulannya bisa terpenuhi.
Solusi pemerintah dengan melakukan sidak harga kebutuhan pokok dipasar-pasar atau menurunkan pajak masuk barang, bukanlah solusi jangka panjang yang bisa menyelesaikan masalah kenaikan harga ini, solusi ini hanya solusi sesaat.
Kalau kita perhatikan secara seksama maka fenomena ini terjadi bukan hanya karena ada moment seperti lebaran, natal dan tahun baru saja. Ada alasan lain yang menyebabkan harga-harga semakin melambung tinggi, salahsatu penyebabnya adalah pengalihan fungsi lahan. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa semakin banyak pembangunan-pembangunan lahan perindustrian dan perumahan dari tahun ke tahun, dimana lahan-lahan yang dipergunakan adalah lahan-lahan produktif seperti lahan pertanian, dari sini terlihat jelas bahwa sistem kapitalisme telah merusak negeri ini, pemilik modal bisa dengan leluasa mengenbangkan usahanya baik dalam bidang manufacture atau properti, mereka membangun tanpa memperdulikan lagi lahan atau tanah mana yang mereka gunakan. Sehingga pengalihan fungsi lahan ini mengakibatkan harga kebutuhan pokok terus merangkak naik dari tahun ke tahun karena lahan pertanian yang semakin berkurang sementara jumlah permintaan kebutuhan semakin meningkat, meningkatnya permintaan bahan pokok bukan pada saat ada hari-hari besar saja, tapi permintaan ini akan terus meningkat karena jumlah penduduk negeri ini semakin bertambah.
Namun, ada beberapa hal yang diatur dalam Islam mengenai hal ini, yakni tidak mengambil alih lahan produktif milik pribadi (sebelum mendapat izin) dan bukan untuk membangun tempat-tempat kemaksiatan yang mengundang murka.
Di Indonesia sendiri, pembahasan tentang tata ruang kota menjadi polemik. Pasalnya, banyak didapati bahwa tata ruang kota selama ini justru telah mengambil alih fungsi lahan. Misalnya saja di sekitar Tangerang, ada 400 ha lahan pertanian produktif yang beralih fungsi menjadi perumahan ataupun perindustrian
Sungguh memprihatinkan, di tengah arus gencarnya pemerintah mendorong upaya swasembada beras untuk pangan, lahan pertanian malah semakin menyusut. Miris
Ada beberapa hal yang disebabkan alih fungsi lahan. Pertama, berkurangnya lahan pertanian. Hal ini jelas berdampak langsung pada hasil pangan nasional terutama buruh tani. Buruh tani adalah orang-orang yang tidak memiliki lahan pertanian, namun mereka menawarkan tenaga untuk mengolah lahan milik orang lain. Sehingga, bila lahan pertanian banyak beralih fungsi dan menjadi makin sedikit, tentu saja mengancam mereka untuk kehilangan mata pencaharian.
Kedua, mengancam keseimbangan ekonomi. Sawah dan berbagai lahan pertanian lainnya merupakan ekosistem alami bagi beraneka ragam populasi. Sehingga, jika lahan-lahan tersebut beralih fungsi, binatang-binatang di dalamnya akan kehilangan tempat tinggal dan dapat mengganggu permukiman warga. Lahan pertanian juga merupakan tadah hujan yang baik, sehingga mengurangi risiko banjir saat musim hujan.
Ketiga, menurunnya produksi pangan nasional. Sebagai negara agraria, Indonesia memiliki begitu banyak lahan pertanian atau perkebunan. Dengan adanya alih fungsi lahan yang salah, berakibat menurunnya luas lahan pertanian. Alhasil, produksi beras sebagai bahan pangan terganggu. Begitu juga dalam skala besar, stabilitas pangan nasional akan sulit tercapai.
Keempat, harga pangan semakin mahal. Dengan menurunnya lahan pertanian, maka menurun pula hasil produksi tani dan perkebunan. Hal ini akan menyebabkan harga bahan-bahan pangan di pasaran semakin melonjak. Belum lagi usaha swasembada pangan yang kemudian gagal terealisasi. Alih-alih mengekspor beras, malah negara yang dijuluki negeri agraria ini justru mengimpor beras.
Kelima, tingginya angka urbanisasi. Sebagian pemukiman di pedesaan dekat dengan lahan pertanian. Ketika lahan pertanian mereka dialihfungsikan, secara otomatis mematikan lapangan pekerjaan petani. Hal inilah yang menyebabkan angka urbanisasi meningkat. Orang-orang dari pedesaan akan berbondong-bondong memadati kota dengan harapan kembali mendapat pekerjaan yang lebih layak. Padahal bisa jadi, mereka tidak berubah signifikan setelah di kota dikarenakan persaingan dengan para pemilik modal yang lebih kuat.
Secara jelas aturan tentang alih fungsi lahan sudah tertuang dalam pasal 44, UU 41 tahun 2009 mengamanatkan, bahwa alih fungsi itu boleh dengan syarat adanya kajian kelayakan strategis, rencana alih fungsi lahan, adanya pembebasan kepada pemilik lahan, dan tersedianya lahan pengganti. Sementara, banyak alih fungsi lahan pertanian yang tidak boleh dialihfungsikan, sebagaimana amanat Keputusan Presiden Nomor 33 tahun 1990, bahwa pemberian izin lokasi dan izin pembebasan tanah bagi setiap perusahaan dilakukan 8dengan ketentuan tidak mengurangi areal tanah pertanian.
Namun, pada praktiknya masih banyak yang salah dalam memfungsikan lahan kosong, bahkan justru mengambil alih fungsi lahan. Hutan lindung dijadikan lahan produktif, pantai direklamasi menjadi bangunan menjulang di atasnya, lahan retensi dan pertanian dijadikan perumahan dan permukiman, rusaknya DAS (Daerah Aliran Sungai), kawasan pendidikan dijadikan kawasan bisnis kaum kapitalis, kawasan pariwisata di jadikan kawasan maksiat, dan masih banyak lagi penyalahgunaan fungsi lahan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, baik untuk pribadi, perusahaan, maupun instansi pemerintahan.
Maka, terbukti bahwa rezim telah gagal dalam membuat sistem. Sistem Islamlah yang memberikan aturan secara rinci termasuk tentang penggunaan lahan. Sistem Islam mengatur setiap lahan produktif yang diperuntukkan untuk kepentingan kesejahteraan umat maka dikuasai pengelolaannya secara profesional oleh negara. Sehingga tak ada solusi lain selain mengganti sistem gagal kapitalisme ini dan aturan yang salah yang tidak mengikat dengan aturan yang benar yang bersumber dari syariat. Sebab, hanya Islam solusi nyata permasalahan umat. Wallahu'alam bishowab