Oleh : Tri S, S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Pemerintah diminta mewaspadai lonjakan harga beras di akhir tahun. Untuk itu, Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso menyarankan agar Bulog lebih agresif dalam menggulirkan stock beras supaya harga ditingkat masyarakat tidak bergejolak (Liputan6.com/22/11/2018).
Sutarto mengatakan, apabila pemerintah tidak menggelontorkan stock beras, sedangkan permintaan ditingkat masyarakat melonjak, maka ini akan membahayakan. Sebab, seringkali ini dimanfaatkan oleh oknum dengan menaikkan harga gabah ditingkat petani.
Sebelumnya, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) , Eko Listiyanto mengatakan penyebab utama inflasi pangan di akhir tahun umumnya terjadi pada momentum Natal dan Tahun Baru. Sedangkan yang diperlukan masyarakat adalah kepastian akan stabilnya harga-harga komoditas.
Tren kenaikan harga pangan di akhir tahun dinilai berpotensi terjadi di tahun 2018. Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyebut ada beberapa komponen yang menyebabkan kenaikan harga pangan di akhir tahun (m.kontan.co.id/15/11/2018).
Komponen pertama adalah ancaman inflasi yang kemungkinan terjadi di akhir tahun. Menurut Eko, inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) dan inflasi bergejolak kerap menjadi pemicu lonjakan inflasi di Indonesia.
Ketika rata-rata nilai tukar rupiah melonjak pada bulan Juli 2018 lalu Rp 14.414, inflasi turut melonjak hingga 0,41% yang merupakan angka tertinggi sepanjang Januari hingga Oktober 2018. Tahun 2018 beberapa komoditas yang dinilai menjadi pemicu inflasi adalah berasal dari volatile food.
Misalkan beras, daging ayam ras, telur ayam ras dan bumbu dapur yang diprediksi akan mendorong inflasi di akhir tahun.
Memasuki November 2018, tren yang diadopsi dari tahun 2017 menunjukkan adanya kenaikan harga pangan hingga Januari awal tahun 2019. Oleh sebab itu, pemerintah diimbau melakukan antisipasi.
Eko menegaskan, pemerintah maupun para pengambil kebijakan tidak dapat terus berlindung dengan alasan kedua momen tersebut. Pemerintah, kata dia, harus menekan serta menstabilisasikan harga pangan guna menjaga inflasi agar tetap terkendali.
Selanjutnya ada masalah impor yang sejauh ini terus dilakukan pemerintah. Hal ini dinilai tidak berkesudahan untuk menutupi kebutuhan dalam negeri. Padahal, komponen pangan tersebut mampu di berdayakan di tingkat petani dalam negeri.
Peneliti di Institute for development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus juga membenarkan kecenderungan impor Indonesia ini. Menurutnya hal ini karena kurangnya perhatian pemerintah.
Saat ini ekspor Indonesia dinilai lebih rendah dibandingkan dengan impor, sejak 2007 neraca perdagangan hasil pertanian selalu mengalami defisit, bahkan permintaan valas turut mengguncang stabilitas rupiah. Selain itu, masalah data pangan seperti beras yang tidak akurat di pemerintahan menjadi polemik tersendiri yang menjadi masalah pemerintah menentukan kebijakan ke depannya. Oleh sebab itu, Eko berharap pemerintah bisa bersinergi untuk memastikan data yang lebih valid.
Kebutuhan pangan adalah kebutuhan pokok, seharusnya negara menjamin kestabilan harga untuk rakyat. Kenaikan harga pangan dengan alasan akhir tahun secara berulang, seharusnya sudah bisa diantisipasi jauh-jauh hari. Hal ini menjadi bukti bahwa, rezim gagal menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan dengan harga terjangkau.
Faktanya, momen ini seringkali dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menimbun bahan pokok agar mendapat untung saat ada kenaikan harga. Oleh karena itu, harus ada keseriusan dari pemerintah untuk memutus siklus dan mencari solusi agar harga pangan di akhir tahun terkendali.
Kenaikan harga pokok tiap akhir tahun adalah hal yang tidak boleh dibiarkan. Islam telah memberikan solusi bagaimana mengatasi kenaikan harga tersebut. Terdapat 2 faktor yang menyebabkan harga bahan pokok naik. Jika melambungnya harga karena faktor alami seperti gagal panen maupun bencana alam yang menyebabkan kelangkaan barang, negara wajib mengatasi kelangkaan tersebut dengan mencari suplay dari daerah lain agar harga stabil.
Jika seluruh wilayah dalam negeri keadaannya sama, maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor dengan masih memperhatikan produk dalam negeri agar tidak mematikan harga produk dari petani lokal.
Kedua, karena penyimpangan ekonomi dari hukum-hukum syariah Islam, terjadinya penimbunan, permainan harga, hingga liberalisasi yang menghantarkan kepada penjajahan ekonomi. Dalam hal ini negara harus mengatasi agar hal tersebut tidak terjadi sehingga tidak berdampak pada kelangkaan.
Begitulah sistem Islam dalam meriayah masyarakatnya. Negara wajib melakukan strategi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dengan harga terjangkau. [Tri S].