Oleh: Rina Tresna Sari, S. Pd.I (Praktisi Pendidikan dan Member AMK)
Bagaikan tamu yang tak diundang, itulah kalimat yang menggambarkan tren kenaikan harga bahan pangan yang rutin terjadi jelang akhir tahun. Seolah-olah sudah dianggap wajar terjadi, walaupun kaum ibu menjerit. Namun apalah daya Pemerintah bergeming.
Dilansir oleh Detikfinance(20/12/18). Gunungkidul - Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) DIY bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Gunungkidul melakukan sidak ke Pasar Playen Gunungkidul. Hasilnya, harga cabai rawit dan telur mengalami kenaikan yang signifikan. Selanjutnya harga akan terus melonjak hingga Natal dan Tahun Baru 2019. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Hendriadi menyebutkan sejumlah komoditas yang rentan mengalami lonjakan harga jelang akhir tahun yaitu cabai rawit, daging sapi, daging ayam, dan telur. Informasi tersebut diperoleh dari kajian pada penjualan barang pokok saat Natal dan tahun baru di 18 kota besar di 12 provinsi. Adapun sebelas komoditas yang biasa naik yaitu beras, kacang tanah, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, daging sapi, daging ayam, telur ayam, gula pasir, dan minyak goreng. Pemerintah mengaku sudah siap mengantisipasi lonjakan permintaan .
Walaupun pemerintah sudah melakukan upaya antisipasi lonjakan harga, namun faktanya, setiap jelang akhir tahun sebelas komoditas tersebut trennya mengalami kenaikan. Hal ini berimbas kepada kenaikan harga kebutuhan pokok lain tentunya, Masyarakat ekonomi menengah ke bawah dituntut pintar dalam mengatur pendapatan yang ada menghadapi tren tahunan ini. Yang sebelumnya rakyat sudah menerima kenaikan bbm, listrik, gas, dll. Lagi dan lagi rakyat yang menjadi korban. Menelan kegetiran menghadapi semakin susahnya hidup dalam himpitan ekonomi. Lantas apa sebenarnya penyebab hal ini terus berulang tiap tahun?
Dilansir oleh Kontan.co.id pada Kamis (15/11/18). Tren kenaikan ini terus berulang menjelang akhir tahun. Penyebabnya menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyebut ada beberapa komponen yang menyebabkan kenaikan harga pangan di akhir tahun.
Komponen pertama adalah ancaman inflasi yang kemungkinan terjadi di akhir tahun. Dan inflasi yang bergejolak kerap menjadi pemicu lonjakan inflasi di indonesia.
Selanjutnya ada masalah impor yang sejauh ini terus dilakukan pemerintah.
Ibarat dua mata uang yang tak bisa di pisahkan,Inflasi dan impor adalah problem yang selalu terjadi ketika negara menerapkan sistem ekonomi liberal (kapitalis). Sistem ekonomi yang sering berkaitan dengan pasar bebas dan dukungan terhadap kepemilikan individu menguasai aset dan modal.
Dalam ekonomi liberal, keputusan perekonomian sebagian besar ditentukan oleh masing-masing individu, bukan lembaga,organisasi bahkan pemerintah. Pemerintah hanya berperan sebagai pengawas saja.
Pemerintah hanya sebagai badan birokrasi dan menjaga ketersediaan bahan pokok. Hal ini sesuai dengan tujuan ekonomi liberal untuk menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
Karenanya individu mendapatkan kebebasan melakukan aktivitas ekonomi. Prioritas utamanya meraup keuntungan sebanyak-banyaknya bagi pelaku usaha itu sendiri. Untuk tujuan itu pelaku usaha akan bersaing bebas dengan yang lain. Apapun akan dilakukan, tak lagi mengindahkan halal atau haram. Serba bebas. Karenanya dalam ekonomi liberal akan di temui banyak sekali kecurangan seperti monopoli, penimbunan bahan pokok,dan permainan harga. Wajar jika persaingan bisnis tidak sehat merajalela.
Sistem ekonomi liberal ini adalah hasil dari pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme). Kegiatan ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak diserahkan kepada manusia untuk mengaturnya. Menafikan peran Tuhan, Karenanya kegiatan ekonomi dikuasai oleh mereka yang mempunyai kekuatan modal besar. Perputaran kekayaan hanya berlaku pada beberapa orang saja. Akibatnya terjadi kesenjangan sosial. Yang kaya makin kaya yang miskin tambah dimiskinkan oleh sistem. Yang lebih parah terjadi inflasi mendadak sehingga perekonomian negara menjadi tidak stabil.
Adapun islam sebagai Sistem ekonomi yang bersumber dari wahyu Ilahi. Sesuai Al Qur'an dan As Sunnah.
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap individu diberikan kebebasan untuk melakukan upaya pemenuhan tersebut. Salah satunya dengan melakukan transaksi jual beli. Jual beli apapun pada asalnya boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Allah ta'ala berfirman:
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al Baqarah :275)
Kemudian dalam prakteknya jual beli harus dilandasi keridhoan antara kedua belah pihak, tidak curang, kejujuran, tidak ada penipuan, persaingan yang sehat sesuai dengan ketentuan syariah, transparancy serta keadilan. Distribusi barang dan jasa harus lancar. Sebagai wujud menciptakan mekanisme pasar yang Islami. Sesuai dengan nash syara.
Dalam islam, praktek monopoli atau penimbunan barang dengan tujuan membuat kelangkaan barang di pasaran sehingga melambungnya harga dengan tegas dilarang.
Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa menimbun barang, maka ia telah berbuat kesalahan (dosa).” (HR. Muslim)
Dalam pandangan Islam negara memiliki hak untuk melakukan intervensi, dalam kegiatan ekonomi baik itu dalam bentuk pengawasan, pengaturan maupun pelaksanaan kegiatan ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh masyarakat. Bahkan negara bisa melakukan intervensi harga dengan kondisi yang dibenarkan syara'.
Berikutnya penggunaan mata uang kertas yang tidak di back up emas, mengakibatkan negara dengan mudah mencetaknya. Maka akan terjadi kelebihan uang yang beredar di masyarakat berimbas pada kenaikan inflasi. Solusinya dengan menggunakan standar mata uang emas dan perak. Hal ini telah digunakan pada masa Rasulullah SAW dilanjutkan pada masa kekhilafahan selama 14 abad. Dan terbukti dalam sejarah, sangat ampuh mencegah terjadinya inflasi. Alhasil rakyat hidup tenang tanpa dihantui kenaikan komoditas bahan pokok, sehingga kesejahteraan rakyat terwujud.
Demikianlah sistem ekonomi Islam yang mampu menjawab dan menyelesaikan, permasalahan ekonomi.
Wallahua'lam bishowab