Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional (HGN). Tahun ini HGN mengangkat tema “Meningkatkan Profesionalisme Guru Menuju Pendidikan Abad 21”. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan pidato tertulis dalam menyambut HGN. Adapun point pentingnya adalah tantangan guru abad 21, manfaatkan kemajuan teknologi, peran guru tidak tergantikan, mengubah sisi negatif menjadi positif, pemerataan lewat sistem zoonasi dan titipan amanah bangsa (edukasi.kompas.com, 25/11).
Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat Hari Guru. “Saya ingin mengucapkan Selamat Hari Guru kepada seluruh guru dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote,” kata Jokowi. Beliau mengungkapkan, guru adalah pembangkit inspirasi. Guru memberikan ilmu serta memberikan bimbingan agar Indonesia bisa meningkatkan kualitas sumber daya yang ada (nasional.kompas.com, 25/11).
Sementara, ketika disinggung mengenai nasib para guru honorer, Jokowi mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Nantinya P3K itu akan mengakomodasi para CPNS termasuk guru honorer yang tidak lolos seleksi PNS. “Guru honorer seperti yang sudah saya sampaikan yang lalu, akan dimasukkan ke P3K,” kata Jokowi. Namun, beliau menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menyelesaikan hal tersebut (m.liputan6.com, 25/11).
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW lewat perantara malaikat Jibril. Agama yang tak hanya mengurusi permasalahan ibadah hamba kepada Robbnya saja, namun mengatur seluruhnya. Semua diatur oleh Islam, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan dirinya sendiri ataupun dengan orang lain.
Tak ubahnya dalam bidang pendidikan, Islam sangat peduli terhadap hal tersebut. Karena dalam Islam pendidikan termasuk dalam kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi. Dan menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Keberadaan guru menjadi amat penting dalam proses pengajaran (pendidikan). Kehadirannya bukan hanya sebagai orang yang menyampaikan, tapi sebagai pembimbing dalam hal keteladanan (uswah) yang baik. Artinya guru harus memiliki kekuatan akhlak agar menjadi panutan dan teladan bagi para siswanya.
Terlepas dari beban berat yang berada di pundak para guru, ada sesuatu yang membuat kita menggelengkan kepala. Pasalnya guru (honorer) hanya di gaji sebesar Rp 300-400 ribu per bulannya. Jauh dari kata sejahtera dan mencukupi. Padahal mereka sudah susah payah untuk bisa menjalankan amanahnya tetapi yang terjadi adalah ketidakadilan yang diterima. Begitulah gambaran nyata guru di negeri ini. Amat sanagt jauh berbeda manakala Islam diterapkan dalam kehidupan.
Dalam Islam, guru diberikan penghargaan setinggi-tingginya. Mereka di perlakukan dengan baik dan diayomi. Segala macam kebutuhannya di fasilitasi dan penuhi oleh negara. Bahkan tanpa segan-segan hadiah akan diberikan dengan cuma-cuma manakala Sang guru telah berhasil membuat karya yang dibukukan. Hadiah tersebut adalah emas, besarnya disesuaikan dengan berat dari buku yang berhasil ditulisnya. Subhanallah sungguh penghargaan yang luar biasa.
Belum lagi jika kita membicarakan gaji seorang guru. Di masa Khalifah Umar bin Khattab ra beliau sangat peduli terhadap dunia pendidikan. Pada masanya, beliau selalu antusias dalam hal meningkatkan mutu pendidikan bagi kaum Muslim. Salah satu langkah yang dijalankan adalah menetapkan besaran gaji bagi setiap guru (pengajar). Besarnya gaji guru adalah sebanyak 15 dinar untuk setiap bulannya. Besarnya satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jika kita kalkulasikan dengan perhitungan emas di masa sekarang (1 gram bernilai Rp 500.000,00) maka 1 dinar setara dengan Rp 2.125.000,00. Maka dapat kita perkirakan gaji seorang pahlawan tanpa tanda jasa tersebut sekitar Rp 31.875.000,00. Jika dibandingkan dengan gaji guru di zaman milenial, maka akan sangat berbeda. Gaji mereka ada dikisaran Rp 2-3 juta/bulan. Itu bagi guru yang menjadi PNS, jika honorer maka gajinya 400-700 ribu saja, sungguh sangat jauh berbeda.
Sebagaimana sabda Nabi SAW yang berbungi “Barangsiapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rezeki (gaji/upah/imbalan), maka apa yang dimbil selain itu adalah kecurangan” (HR Abu Daud).
Gambaran dari hadist diatas adalah ketika manusia melakukan sebuah pekerjaan maka hendaklah diberikan gaji atau upah yang sesuai. Jika pekerjaan yang dilakukannya itu berat maka sesuaikanlah gajinya agar terhindar dari kedzaliman. Tentunya disesuaikan dengan kebiasaan yang ada pada suatu daerah, yang memungkinkan akan berbeda satu dengan wilayah yang lain. Tetapi yang wajib digaris bawahi adalah besaran gaji tersebut harus mengakomodir kebutuhan hidupnya. Itulah sejatinya yang ada pada Islam.
Kesejahteraan guru hanya akan terwujud jika sistem yang diterapkan adalah sebuah sistem yang mampu menghargai peran dan fungsi guru seutuhnya. Tak sekedar janji-janji palsu atau kebijakan PHP yang selalu dilontarkan, namun butuh kenyataan. Tentunya hal tersebut hanya bisa diterapkan jika sistem yang ada sesuai pada hakikat manusia, sesuai dengan fitrahnya. Hanya dengan sistem Islam-lah yang mampu menjadikan pendidikan sebagai tonggak awal dari peradaban serta mampu mencetak generasi yang tangguh lewat tenaga pengajar yang tangguh pula. Tak sekedar itu, kata sejahtera akan nyata terwujud pada para pengajar
Rindukan kita akan masa-masa itu?. Mulai saat ini ayo kita berjuang bersama agar sistem tersebut segera diterapkan dalam kehidupan. Sehingga mampu merubah keadaan serta mampu melahirkan peradaban gemilang seperti yang pernah tertoreh pada zaman dahulu ketika Islam diterapkan. Tentunya guru yang sejahtera akan bisa terwujud dengan nyata. Wallahu a’lam. [ ]
Mulyaningsih, S.Pt
Pemerhati keluarga, anak dan remaja
Anggota Akademi Menulis Kreatif (AMK) Kalsel