Dwi Agustina Djati
(Pemerhati Media Dan Member Revowriter)
Pemerintah mengijinkan asing untuk berkuasa di 54 sektor usaha. Izin usah tersebut mereka lakukan dengan mengeluarkan 54 bidang usaha tersebut dari daftar negative investasi (DNI). Izin mereka berikan sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid XVI yang baru saja dikeluarkan. Dengan ijin tersebut nantinya aliran modal asing di 54 sektor usaha tersebut terbuka 100%.
Berdasarkan data Kementrian Koordinator (Kemenko) bidang Perekonomian, sector usaha tersebut antara lain, Industry percetakan kain, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, warung internet (warnet), jasa pemboran migas dilaut, industry rokok kretek dan putih hingga gedung pertujukan seni. Ada juga industry pariwisata, industry kayu lapis, jasa survey panas bumi, industry bubur kertas dari kayu dan komunikasi data.(CNN Indonesia, 16 /11/2018)
Indonesia negeri kaya. Hasil tambangnya tersebar di Sumatra, Kalimantan dan papua. Hasil hutangnya tak kalah mentereng. Hasil laut apalagi. Pendeknya apapun yang ada di Indonesia semua bisa menjadi lumbung pendapatan. Belum lagi sumber daya manusianya.
Termasuk top five dunia, pasar yang sangat potensial bagi produk konsumsi Negara industry maju. Sejak jaman majapahit kepulauan Nusantara sudah berhubungan dengan dunia internasional, terutama China dan India. Perdagangan adalah aktivitas manusia secara alami. Masing masing bangsa memenuhi kebutuhannya dengan jalan ini.
Jika dulu adalah aktivitas perdagangan timbal balik, sekarang cenderung pada monopoli. Semua dimulai pada era penjajahan atau dikenal dengan kolonialisme. Penjajahan fisik memang telah berlalu, namun jejak penjajahan itu masih ada hingga sekarang.
Mengutip dari CNN Indonesia tentang investasi asing di Indonesia sungguh telah membuat kita terbelalak. 54 sektor usaha bidang ekonomi bukan perkara main-main. Lihat saja hamper semua industry vital. Dari hulu higga hilir.
Dari sumber bahan baku, distribusi hingga bisnis retail. Ibaratnya dari dollar ke recehan semua asinng yang miliki. Lalu dimana bagian rakyat Indonesia?
Pengelolaan Kepemilikan
Negara sebagai pihak berwenang atas rakyat sejatinya berhak menjadi pengelola tunggal sumber daya alam. Sebagaimana pula diatur dalam undang undang Negara “Bahwa kekayaan Negara harus digunakan sebesar besarnya untuk kesejahteraan rakyat”. Namun jika fakta dilapangan ternyata membuka 100% industry di kelola oleh asing, apakah tidak masuk kategori menghianati amanah undang-undang?.
Apalagi bicara industry vital Negara. Semisal jaringan komunikasi data. Bila asing diperbolehkan masuk ke bisnis ini apakah tidak berbahaya bagi keamanan Negara. Jaringan komunikasi data adalah bidang sangat vital bagi keamanan sebuah Negara. Belum industry penngeboran minyak dan gas bumi.
Sebagaimana pernah ditulis oleh pakar perminyakan Kurtubi, kekayaan Indonesia dari minyak saja ditaksir mencapai 200 T. menggiurkan bukan. Negara seharusnya yang bertanggungjawab atas proyek ini, bukan malah diserahkan sepenuhnya kepada asing.
Memang benar semua akan kembali ke rakyat, tapi untuk menikmatinya rakyat harus merogoh koceknya sekian lembar. Belum lagi sejumlah pajak yang harus dibayarkan untuk menikmati jasa tersebut.
Gurita Investasi Asing
Staf khusus Menko bidang ekonomi, Edy Putra Irawady mengatakan dalam daftar relaksasi pemerintah melepas sebanyak 54 bidang usaha ke asing. Artinya, modal asing bisa masuk lewat kepemilikan modalnya sebanyak 100%. Tentunya dengan DNI diharapkan bisa mmenningkatkan nilai investasi.(Tempo.com, 17/11/ 2018)
Hal ini jelas menegaskan bahwa kepemilikan Industri yang telah disebutkan diatas 100% milik asing. Bukankah ini berarti negeri ini bakal dikuasai asing lewat bidang ekonomi. Sedang bidang ekonomi mencakup banyak sector yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat banyak.
Pada akhirnya rakyat Indonesialah yang menjadi asing di negerinya sendiri. Gurita investasi ini telah merambah ke semua lini usaha. Bahkan hingga ke jasa retail semua milik asing. Rakyat hanya akan menjadi para kuli pekerja bukan para pemilik.
Jikapun rakyat sebagai pemilik, maka hanya pemilik semu yang tunduk di bawah kendali para CEO perusahaan besar. Indonesia for Sale tentu bukan isapan jempol belaka.
Investasi Asing Dalam Pandangan Islam
Sejatinya hubungan perdagangan antar Negara tentu saja dibolehkan. Sebagaimana hubungan alamiah antar individu masyarakat. Hubungan timbal balik seperti halnya jual-beli. Keduanya tentu saja saling membutuhkan. Namun yang patut untuk menjadi catatan, semua perlu pengaturan. Negara memegang peranan penting dalam pengaturan ini, termasuk didalamnya investasi.
Dalam Islam sebuah kerjasama perdagangan harus memenuhi syarat aqad. Ada ijab, ada qabul, modal dan pengelola, plus mekanisme pengelolaanya. Kesepakatannya pun harus jelas termasuk didalamnya berapa share keuntungannya dan kemungkinan kerugian.
Lalu bagaimana dengan investasi asing? Jelas ini tidak dibolehkan, apalagi 100% modal asing berikut pengelolanya ditentukan asing pula. Belum lagi investasi tersebut di bidang vital yang menyangkut hajat hidup banyak orang.
Rakyat adalah pemilik sah sumber daya, sedangkan Negara diberikan wewenang untuk mengelola. Maka seharusnya amanah ini harus dilakukan sebaik mugkin. Bukan malah dikhianati.
Wallahu’alam bi showab.