Oleh Kanti Rahmillah, M.Si. (Aktivis Revowriter)
Perhelatan akbar dalam sejarah Indonesia. Berkumpul jutaan umat dari pelosok nusantara. Esok menjadi penantian indah, penuh cerita. Cerita yang ketiga.
Persiapan menuju Monas, tentu tak hanya sebatas materi belaka. Ada doa dan juga asa. Turut mengiringi langkah kami ke Jakarta. Tak ada niat dunia apalagi imbalan harta. Cukup Allah SWT yang menjadi alasan kami, bersusah payah kesana.
Geram rasanya, saat ada yang berkomentar. “Mencintai Islam, ga musti lebay juga kali.”. “Berkumpul hanya membuat macet, mengotori Jakarta.”. “Jangan buat masalah deh.”. “Islam untuk diamalkan, bukan untuk diumbar.”. Dan berbagai komentar sinis nan sadis lainnya. Tapi, woles aja ya mak!. Kita balas dengan untaian aksara yang mengguncang beranda. 😎
Sebenarnya, mudah saja untuk menjawabnya. 212 tahun 2016. Pertama kalinya monas dibanjiri lautan muslim muslimah. Datang dengan perasaan yang sama. Pembelaan terhadap agamanya. Surat Al maidah yang dilecehkan, menjadi saksi atas tersakitinya muslim Indonesia. Bahkan dunia.
Begitupun esok. Pelecehan demi pelecehan atas agama tak kunjung reda. Malah semakin menjadi. Bahkan, jika dulu pelakunya non muslim. Kini pelakunya muslim sendiri. Miris memang melihat beritanya. Sekelompok orang yang melabeli dirinya penolong agama Allah, malah membakar bendera tauhid. Ko bisa? Ya begitulah, jika agama dijadikan tameng untuk mencari makan.
Yang lebih menyayat hati. Saat pelaku diberikan sanksi, penjara 10 hari dan denda 2000 rupiah. Sungguh pelecehan yang luar biasa bagi agama ini. Pengadilan tak ubahnya rumah bordil. Siapa yang berduit, dia yang dilayani. Siapa yang berkuasa, dia tak diadili.
Seharusnya, sebuah negara berfungsi sebagai penjaga agama. Bukan malah menjadi aktor utama. Menebar teror. Menebar Hoax. Dengan dalih hasil penelitian. Disebutkan, terdapat 41 masjid yang terpapar paham radikal. Padahal definisi radikal pun mereka yang buat.
Begitulah jika negara tidak diatur syariat. Bertindak berdasar nafsu penguasa. Menggebuk siapa yang tak sejalan dengannya. Mengasihi siapa saja yang menjadi mitranya.
Maka, tak ada alasan untuk tidak hadir. Kedatangan kita, memperkuat posisi kita. Sebagai penolong agama Allah. Atau berdiam, saat kalimat suci dihinakan. Apakah itu yang namanya cinta? Jika ada yang tak tergerak hati dan badannya untuk datang besok. Yakinkah anda, benar-benar mencintaiNya?
Oh ya, sekedar Info. Ini adalah perhelatan akbar yang ketiga. Apakah masalah sampah ada di tahun-tahun sebelumnya?. Jika aksi ini dianggap hanya membuat masalah. Jawabnya, justru kita sedang menyelesaikan masalah.
Ya Allah, sampaikan hamba pada esok hari. Saat gemuruh persatuan umat tak bisa terkoyak. Saat ribuan Aliwa-aroyya berkibar gagah. Jika kehendak Mu lain. Persaksikanlah ya Robb. Hamba Mu telah mempersiapkan semua. Bismillah.