Oleh: Elis Sondari (Ibu Rumah Tangga Pembelajar Islam Kaffah)
Entah apa yang ada di pikiran para pengambil kebijakan hari ini. Setelah berbagai kebijakan yang membebani rakyat disahkan, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang melukai nurani dan hati mereka para pelaku usaha. Pemerintah telah mengizinkan pihak asing 'berkuasa' di 54 sektor usaha. Jelas ini merupakan sebuah pengkhianatan.
Seperti dilansir dari berbagai halaman berita, Pemerintah telah mengeluarkan keputusan bahwa pemerintah mengizinkan pihak swasta asing untuk bisa bersaing dengan para pelaku usaha lokal. Izin tersebut dikeluarkan setelah pemerintah mengeluarkan 54 bidang usaha dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Izin tersebut mereka berikan sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XVI yang baru saja dikeluarkan Jumat (16/11) ini. Dengan izin tersebut nantinya aliran modal asing di 54 sektor usaha tersebut terbuka 100 persen.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, sektor usaha tersebut antara lain; industri percetakan kain, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, warung internet (warnet), jasa pemboran migas di laut, industri rokok kretek dan putih, hingga gedung pertunjukan seni.
Hal ini jelas mengancam keberadaan para pelaku usaha lokal, termasuk para pelaku UKM. Dan bisa dipastikan akan menciptakan persaingan yang sangat ketat dan pasti berimbas besar pada hancurnya perekonomian para pelaku usaha lokal yang terbatas dalam hal pemodalan (kapital).
Disisi lain hal ini tentu akan sangat menguntungkan para pemilik modal (kapitalis) asing. Sudah barang tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam sistem kapitalisme, tentu yang akan memenangkan pertarungan adalah mereka yang memiliki modal dalam jumlah yang besar.
Hal seperti tentu sangat wajar di dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan tolak ukur mmanfaat-keuntungan sebagai satu-satunya standar dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Berbeda dengan Islam yang menjadikan akidah sebagai landasan dalam berbagai pelaksanaan aktifitas, salah satunya ekonomi. Islam memandang bahwa perputaran ekonomi tidak boleh berputar pada salah satu pihak yakni pemilik modal. Modal (harta) haruslah bisa didistribusikan secara merata. Tidak berlaku didalamnya, "Yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin". Maka dari itu Islam telah mengatur perekonomian dalam satu konsep Sistem Ekonomi Islam (Nidhomul Iqtishodi) dimana didalamnya diatur terkait konsep kepemilikan. Mana yang boleh dikuasai individu mana yang tidak, misalnya tentang pengelolaan SDA yang ini jelas haram dikuasai oleh asing/swasta.
Pembebasan penguasaan sektor-sektor usaha oleh asing jelas merupakan kedzaliman yang merugikan masyarakat pelaku usaha. Oleh karena itu harus kita kritisi. Salah satunya dengan memperkenalkan bagaimana seharusnya kegiatan ekonomi harus dilaksanakan dengan seadil-adilnya demi kemaslahatan umat. Dan hal ini jelas tidak bisa didapatkan dari sistem ekonomi kapitalisme.
Hanya Islam yang mampu memberikan kesejahteraan secara merata dan adil. Maka, penerapan Sistem Ekonomi Islam menjadi hal yang urgent untuk segera diterapkan, dan ini tentu membutuhkan institusi yang mampu untuk merealisasikannya dalam hal ini peran negara.
Pertanyaannya apakah negara yang menjalankan sistem ekonomi kapitalisme mampu? Tentu saja jawabannya tidak.
. Wallaahu'alam Bi Shawwab