Oleh : Sayyida Marfuah*
Belum lama ini kita sempat dikejutkan oleh keluarnya fatwa MUI tentang kebolehan menggunakan dana nonhalal untuk kemaslahatan umat. Dana nonhalal yang dimaksud MUI adalah segala pendapatan Bank Syariah yang bersumber dari kegiatan yang tidak halal. Bentuk-bentuk penyaluran dana nonhalal yang dibolehkan antara lain sumbangan untuk penanggulangan korban bencana, penunjang pendidikan seperti masjid dan mushala, fasilitas umum yang memiliki dampak sosial.
Hal itu diputuskan dalam rapat pleno Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, pada Kamis (8/11) yang diresmikan Ketua Umum non-aktif MUI yang juga Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI KH Ma’ruf Amin, cawapres nomor urut 01.
Dilansir dari CNN Indonesia, Jumat, 09/11/2018, bahwa Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin mengatakan, "Dana nonhalal wajib digunakan dan disalurkan untuk kemaslahatan umat dan kepentingan umum yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat". Hasanuddin menjelaskan selama ini bank syariah melakukan penyaluran dana nonhalal dengan kebijakan sendiri, tanpa landasan pertimbangan ulama.
Ma’ruf Amin dalam sambutannya mengatakan “Kita terus melakukan upaya penguatan, di dalam menguatkan, kita memulai dari sesuatu yang tidak ada, dari semangat yang kita sebut dengan memasyaratkan ekonomi syariah dan mensyariahkan ekonomi masyarakat”. Dia mengatakan dua hal inilah yang menjadi tema DSN MUI sekarang ini. Dia juga sempat menyinggung perkembangan perbankan asuransi dan pasar modal yang sudah mencapai 5,85 persen. LADUNI.ID, JAKARTA.
Fakta di atas patut kita sesali, ulama di negeri ini seringkali kurang memberikan perhatian dan solusi yang tepat terhadap problem-problem yang terjadi di masyarakat, bahkan fatwa-fatwa mereka tidak jarang malah membuat kontroversi di tengah-tengah umat, menjadi bahan ejekan sebagian kaum muslimin dan sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum dimata umat, sehingga fatwa-fatwa yang telah diserukan bukan lagi dianggap sebagai suatu seruan yang patut untuk dipatuhi.
Penyebab munculnya banyak permasalan kehidupan, termasuk fenomena sikap dan pendapat ulama sebagaimana fakta di atas, terjadi karena diadopsinya sistem sekuler untuk mengatur urusan kehidupan, padahal sistem tersebut telah terbukti gagal dalam menyelesaikan persoalan umat, bahkan sangat berbahaya karena mampu mereduksi loyalitas umat terhadap syariat
Oleh karena itu revitalisasi peran ulama adalah sebuah keniscayaan, begitupun, memahami bahaya dari sistem sekuler adalah hal yang urgen bagi kaum muslimin.
Revitalisasi Peran Ulama
Diantara peran ulama adalah sebagai berikut:
Menjaga kejernihan aqidah kaum muslimin
Kaum muslimin saat ini banyak yang terpengaruh pola pikir sekuler, seperti pluralisme, liberalisme, serta cabang dan ranting sekularisme yang lain. Ulama adalah sosok yang paling stategis dalam upaya peningkatan taraf berpikir umat, yakni dengan cara: pertama, ulama harus menjelaskan secara jernih kerusakan pemikiran sekuler kepada kaum muslimin, kedua ulama harus menyerukan kepada kaum muslimin untuk kembali menjadikan aqidah Islam sebagai satu-satunya pandangan hidup yang benar.
Melakukan perang pemikiran (ash-shirâ‘ al-fikri).
Benturan peradaban, terutama antara peradaban Islam dan Barat (Kapitalisme) adalah sebuah keniscayaan. Karena itu, perang pemikiran adalah kenyataan yang harus dihadapi kaum muslimin. Bahkan, saat ini kaum muslimin bukan saja berhadapan dengan orang-orang kafir, akan tetapi juga dengan putra-putri kaum muslimin yang kadang pola pikirnya bahkan lebih “Barat” daripada orang-orang Barat sendiri. Oleh karena itu salah satu tugas penting ulama adalah melakukan perang pemikiran (ash-shirâ‘ al-fikri) dalam rangka untuk menyelamatkan kaum muslimin dari gempuran pemikiran-pemikiran yang bisa menghancurkan aqidah umat.
Memberikan solusi terhadap berbagai persoalan masyarakat.
Persoalan masyarakat seperti kebobrokan moral, angka pengangguran yang kian membengkak, kemiskinan yang terus bertambah, komersialisasi kesehatan dan pendidikan, korupsi yang makin meningkat, dan lain-lain semuanya perlu solusi. Islamlah satu-satunya aturan hidup yang berfungsi sebagai solusi terhadap persoalan-persoalan masyarakat yang terangkai dalam suatu sistem hukum. Ulama adalah pihak yang paling kredibel untuk menjelaskan semua itu.
Membongkar konspirasi penjajah.
Dalam negeri, banyak kebijakan pemerintah yang lebih condong kepada kepentingan kaum kapital. Didektenya berbagai kebijakan ekonomi negara oleh lembaga-lembaga internasional seperti IMF, IDB dan konsorsium moneter lainnya adalah sebuah konspirasi. Dikuasainya aset-aset publik (seperti minyak bumi, gas, air, listrik) dengan diawali perubahan UU yang memberikan kepada asing untuk mengelolanya adalah sebuah konspirasi. Exxon Mobil yang mencaplok Blok Cepu ditengarai oleh pengamat sebagai win win solution AS dengan negara ini. Kongres AS mendukung sepenuhnya Papua tetap berintegrasi dengan Indonesia, asalkan Blok Cepu diberikan kepada Exxon Mobil. Bagi AS, “No free lunch!” Tidak ada makan siang gratis. Rakyatlah yang akhirnya harus menjadi korban. Di luar negeri, penjajahan militer AS terhadap Irak dan Afganistan, invasi Israel atas Libanon dan Palestina, serta dengan diamnya negara-negara Arab terhadap penjajahan dan serangan, adalah sebuah konspirasi. Hal itu karena AS dan sekutu-sekutunya tidak akan dengan mudah menyerang negeri-negeri Islam tersebut jika tanpa dukungan penguasa-penguasa yang telah berkhianat. Semua peristiwa politik di atas sudah seharusnya disadari oleh para ulama pewaris nabi. Para ulama bahkah wajib menjelaskan semua konspirasi ini kepada umat sehingga umat menyadari bahayanya.
Melakukan kontrol terhadap penguasa (muhâsabah li al-hukkâm).
Muhâsabah li al-hukkâm adalah aktivitas pokok seorang ulama. Di hadapan penguasalah reputasi seorang ulama dipertaruhkan. Rasulullah saw bersabda (yang artinya), “Hendaklah kalian menyuruh kebaikan dan mencegah kejahatan. Hendaklah kalian melarang penguasa berbuat zalim dengan menyatakan kebenaran di hadapannya. Janganlah kalian menutup-nutupi kebenaran itu. Kalau tidak, nanti Allah akan menaruh rasa dendam di hati kalian dan permusuhan di antara sesama kalian, atau nanti Allah akan mengutuk kalian sebagaimana Dia mengutuk kaum Bani Israil.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Itulah sebabnya, betapa pentingnya revitalisasi peran ulama dalam membimbing umat ke jalan syariat, bukan malah sebaliknya, yakni melegitimasi kebijakan yang bertentangan dengan syariat.
Sistem Sekuler, Mereduksi Loyalitas Umat Terhadap Syariat
Sekularisme, secara terminologis, adalah paham pemisahan agama dari kehidupan, yakni pemisahan agama dari segala aspek kehidupan. Secara sosio-historis, sekularisme lahir di Eropa, bukan di Dunia Islam, sebagai kompromi antara dua pemikiran ekstrem yang kontradiktif, yaitu: Pertama, pemikiran tokoh-tokoh gereja dan raja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang mengharuskan segala urusan kehidupan tunduk menurut ketentuan agama (Katolik). Kedua, pemikiran sebagian pemikir dan filosuf yang mengingkari keberadaan Tuhan atau menolak hegemoni agama dan gereja Katolik.
Jalan tengah (kompromi) dari keduanya ialah, agama tetap diakui, tapi tidak boleh turut campur dalam pengaturan urusan masyarakat. Jadi, agama tetap diakui eksistensinya, hanya saja perannya dibatasi pada urusan privat saja, yakni interaksi antara manusia dan Tuhannya (seperti aqidah, ibadah ritual, dan akhlak), tapi agama tidak mengatur urusan publik, yakni interaksi antara manusia dengan manusia lainnya, seperti politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Sistem sekuler mampu mereduksi loyalitas umat terhadap syariat, bahaya yang ditimbulkannya antara lain:
Menolak penerapan hukum Allah SWT. Berusaha menjauhkan syariat dari berbagai aspek kehidupan kaum muslimin, serta mempertukarkan wahyu yang diturunkan Allah Ta’ala kepada Rasulullah Saw dengan undang-undang positif yang diadopsi dari orang-orang kafir yang justru memerangi Allah dan Rasul-Nya.
Memutarbalikkan sejarah Islam. Sejarah keemasan Islam yang dengan gemilang berhasil menaklukan negara-negara kafir serta menyebarluaskan ajaran Allah ke berbagai pelosok dunia, digambarkan seperti masa kaum Barbar yang penuh kekacauan dan ambisi pribadi.
Merusak Menjadikan pendidikan dan pengajaran sebagai sarana menyebarkan pemikiran sekuler.
Menganggap semua ajaran agama benar. Memandang semua ajaran agama baik dan benar, bahkan ajaran kekufuranpun dianggap benar, seluruhnya dikemas dalam satu bingkai yang apik sehingga terlihat seakan-akan tidak memiliki perbedaan satu dengan yang lain.
Berpeluang besar bagi kemerosotan moral Yakni meruntuhkan keutuhan keluarga yang merupakan pilar utama dalam pembinaan masyarakat serta mendorong ke arah penghancuran semua yang dipandang suci oleh agama melalui berbagai cara.
Menghambat laju dakwah Islam Melalui berbagai mass media, sistem sekular berusaha menciptakan keragu-raguan seseorang pada akidah dan syariat Islam, guna menjajakan dan membudidayakan pemikirannya yang sesat dan menyesatkan.
Memusuhi para da’i Memusuhi para da’i dengan mengkriminalisasikan mereka, menuduhnya dengan berbagai tuduhan palsu. Bahkan mencap mereka dengan berbagai sifat yang hina, sebagai suatu golongan reaksioner, ekstrim, fanatik, fundamentalis dan lain-lain.
Memisahkan diri dengan kaum muslimin yang konsisten Mereka berusaha memisahkan diri dari kaum muslimin yang tidak dapat diajak kompromi dengan pemikiran sekuler. Muslim yang konsisten dalam agamanya difitnah, ditangkapi, diasingkan atau diusir, dipenjarakan, bahkan tidak segan-segan membunuh mereka.
Tidak mengakui kewajiban jihad Tidak mau mengakui kewajiban jihad di jalan Allah sebagai kewajiban agama, bahkan menentangnya.
Makna perang yang dipahami oleh kaum sekuler dan antek-anteknya hanyalah peperangan untuk mempertahankan harta dan tanah air. Sedangkan peperangan untuk membela agama dan berusaha menyebarluaskan ajaran Allah Ta’ala dinilai sebagai tindakan tak beradab.
Menyeru pada kebangsaan atau nasionalisme Kebangsaan atau nasionalisme merupakan seruan untuk menggalang suatu kelompok manusia yang memiliki kesamaan bahasa atau dari suatu umat manusia yang tinggal di suatu tempat yang sama atau memiliki kepentingan yang sama. Seruan ini jelas bertentangan dengan Islam, karena bagi umat Islam, satu-satunya ikatan yang benar adalah ikatan yang didasarkan pada aqidah.
Setiap muslim hampir di seluruh negeri kaum muslimin, dapat merasakan pahit getirnya akibat buruk penerapan sistem sekuler. Dan pada waktu yang sama ia dapat merasakan pula sudah sejauh mana sekularisme itu berjaya dan merajalela di semua negara, bergelimang dalam kubangan yang busuk dan keji dengan segala akibatnya. Sistem sekuler yang menghalalkan segala cara untuk meraih tujuannya telah terbukti menyengsarakan kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu, setiap muslim wajib mencampakkan sistem sekuler dan menerapkan sistem Islam yang mampu menjaga umat agar terus terikat dengan syariat. Hanya dengan cara itulah kehidupan umat manusia akan selamat, baik di dunia, terlebih di akhirat.
Wallaahu A’lam bi Ash-Shawab
*Penulis adalah Praktisi Pendidikan dan Anggota Akademi Menulis Kreatif (AMK)