Oleh: Arin RM, S. Si
(Member TSC, Freelance Author)
Meski sudah berlangsung hampir sepekan, gempita reuni akbar 212 masih manis dalam ingatan. Bagi muslim yang meyakini, aksi ini bukan sekedar reuni, melainkan bukti bahwa sinyal persatuan hakiki karena landasan tauhid sudah menguat. Menjelma bagaikan magnet yang mampu menarik seluruh muslimin dari kelompok apapun. Semuanya berpadu menyatu dengan maksud meninggikan kalimat tauhid, berpartisipasi dan ambil bagian dalam aksi pengibaran 1.000.000 bendera tauhid. Tentu tak mudah dilupakan.
Bagi pendengki, tentu tetap pada kedengkiannya. Mereka akan terus menguras energi nya untuk memadamkan kobaran semangat 212. Jika gagal sebelum dan saat berlangsungnya aksi, maka mereka masih berupaya mencegah viralnya pemberitaan sesudahnya. Dan sampai disini mungkin mereka lupa, bahwa makar mereka selalu gagal. Sebab Allah mendampingi dan memenangkan apa yang mereka benci. Ketika berita di dalam negeri mendadak mati suri dari kemilau aksi, harian cetak di luar negeri justru sebaliknya. Ramai menyuarakan dengan gambar yang besar.
Oleh karenanya, bagi pendengki haruslah pake strategi tarik ulur. Ulurkan, biarkan dan kendurkan saja nyinyiran mereka hingga menguap terbawa angin. Tetapi tarik terus fokus umat dengan edukasi tanpa henti agar mereka semakin yakin bahwa bendera Tauhid adalah Panji Rasulullah. Edukasi dunia nyata dengan berbagai aksi lapangan serta edukasi dunia maya akan meninggalkan jejak, bahwa kebenaran bendera tauhid sebagai warisan Nabi adalah hal yang pasti untuk terus diketahui setiap generasi. Agar mereka tak terbujuk rayuan sesat dan narasi jahat kaum pendengki lagi pembenci.
Generasi perlu yakin bahwa bendera Rasulullah saw. ada dua macam yaitu Al-Liwa‘ (bendera putih) dan ar-Rayah (bendera hitam) bertuliskan: Lâ ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh. Dan Tegas dinyatakan dalam hadis lain: “Rayah Rasulullah saw. berwarna hitam dan Liwa-nya berwarna putih. Tertulis di situ Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh.” (HR Abu Syaikh al-Ashbahani dalam Akhlâq an-Nabiy saw.).
Bendera dengan lafadz Lâ ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh adalah kalimat yang mempersatukan umat Islam sebagai satu kesatuan tanpa melihat lagi keanekaragaman bahasa, warna kulit, kebangsaan ataupun mazhab dan paham yang ada di tengah umat Islam.
Imam Abdul Hayyi Al-Kattani menjelaskan, jika suatu kaum berhimpun di bawah satu bendera, artinya bendera itu menjadi tanda persamaan pendapat kaum tersebut (ijtimâ’i kalimatihim) dan juga tanda persatuan hati mereka (ittihâdi qulûbihim). Dengan demikian kaum itu akan menjadi bagaikan satu tubuh (ka al-jasad al-wâhid) dan akan terikat satu sama lain dalam satu ikatan yang bahkan jauh lebih kuat daripada ikatan antar saudara yang masih satu kerabat (dzawil arhâm) (Abdul Hayyi al-Kattani, Nizhâm al-Hukûmah an-Nabawiyyah [At-Tarâtib al-Idâriyyah], I/266).
Sebagai warisan Nabi, sebagaimana sosok Nabi Muhammad sendiri yang menjadi Nabi penutup bagi seluruh umat, maka bendera tauhid adalah simbol kepemimpinan. Faktanya, al-Liwa‘ dan ar-Rayah itu selalu dibawa oleh komandan perang pada zaman Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin. Misalnya pada saat Perang Khaibar, Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh aku akan memberikan ar-Rayah ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberikan kemenangan kepada dirinya.” Umar bin al-Khaththab berkata, “Tidaklah aku menyukai kepemimpinan kecuali hari itu.” (HR Muslim).
Paparan singkat demikian yang perlu sampai pada generasi. Meski mereka kini asing dikarenakan sejak keruntuhan Khilafah di Turki tahun 1924 silam, negeri-negeri Islam terpecah-belah atas dasar konsep nation-state (negara-bangsa) mengikuti gaya hidup Barat. Sehingga, masing-masing negara-bangsa mempunyai bendera nasional dengan berbagai macam corak dan warna. Sejak saat itulah, al-Liwa‘ dan ar-Rayah seakan-akan tenggelam dan menjadi sesuatu yang asing di tengah masyarakat Muslim.
Kondisi inilah yang mengakibatkan munculnya pandangan curiga dan phobia dari penguasa sekular terhadap bendera Islam yang bertuliskan Lâ ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh. Bendera yang dicontohkan sendiri oleh Rasulullah saw. ini pun kemudian sering dicap atau dihubungkan dengan terorisme atau radikalisme. Dan kondisi ini harus segera diakhiri. Seiring dengan pahamnya umat akan hakikat bendera tauhid, maka umat tak akan lagi percaya apa yang disampaikan pendengki seperti di atas. Sebaliknya justru akan kita saksikan bahwa umat semakin cinta bendera warisan Nabi, sebagaimana yang dibuktikan di reuni Akbar 212 tempo hari. [Arin RM]