Oleh: Ika (Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)
Kita semua tentu dikagetkan dengan kasus yang menjadi viral di media akhir-akhir ini. Kasus mengenai pelecehan yang menimpa Baiq Nuril Maknun, seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram, yang merekam pembicaraannya dengan mantan kepala sekolah tersebut pada 2017 lalu. Rekaman tersebut berisi cerita hubungan seksual dengan orang yang bukan pasangan resminya. Nuril merekam percakapan tersebut sebagai cara untuk melindungi dirinya serta bukti bahwa dia tidak memiliki hubungan khusus dengan pelaku.
Namun pasca pelaporannya tersebut Nuril dilaporkan balik oleh pimpinannya itu karena dituduh menyebarkan rekaman tesebut. Di persidangan, terungkap bahwa tidak ada unsur kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang dituduhkan. Majelis hakim pada persidangan 2017 lalu menyatakan yang mendistribusikan rekaman tersebut adalah rekan kerja Nuril.
PN Mataram kemudian memutuskan Nuril tidak bersalah. Jaksa mengajukan kasasi ke MA atas vonis tersebut, yang akhirnya memutuskan Nuril bersalah dengan hukuman penjara selama enam bulan dan denda Rp500juta, subsider tiga bulan kurungan.
Kasus penyebaran rekaman asusila yang menimpa Baiq Nuril ini kemudian membuka perdebatan baru terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun nampaknya juga kasus-kasus serpa yang semisal ini mengalami kebuntuan, dan berakhir dengan kenyataan aturan- aturan ini digunakan orang powerful kepada orang powerless untuk menutupi kesalahan mereka. Tentunya hal ini sangat melukai rasa keadilan yang ada, seseorang yang tidak bersalah seperti Baiq Nuril justru menjadi pesakitan dan harus dihukum karena perbuatannya untuk membela diri. Aneh tentunya…!
Di sisi lain hal ini menampilkan wajah asli hukum di Indonesia yang memang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Potret buruk atas penerapan sistem hukum sekuler-demokrasi warisan penjajah yang sangat tak manusiawi dan tak adil. Kasus semisal seperti pembakaran bendera yang merupakan panji Rosulullah Muhammad saw. juga menyiratkan hal ini. Keadilan hukum pada akhirnya menjadi barang mahal yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang bisa membelinya atau menguasainya. Miris!!
Padahal jika kita ketahui, dulu ketika Islam berkuasa dan Berjaya pada masanya, yakni pada masa KeKhilafahan Islam, keadilan dihadapan hukum dirasakan oleh seluruh warga negaranya dengan luar biasa. Pada masa Al Mu’tashim Billah, pada masa Abasiyah, saat itu kehormatan seorang wanita muslimah begitu sangat dilindungi. Ketika ada seorang muslimah yang dilecehkan oleh seorang tentara romawi disebuah pasar. Wanita ini kemudian meminta keadilan dari Khalifahnya. Dan ketika Khalifah mendengarnya, seketika itupun ia mengerahkan bala tentaranya untuk membela korban pelecehan tersebut yang padahal hanya seorang wanita saja. Namun tidak demikian bagi seorang pemimpin kaum muslimin, keadilan bagi warganya adalah sesuatu yang wajib ia penuhi, karena jika tidak maka pertanggungjawabannya sangat berat dihadapan Allah SWT kelak.
Dengan demikian, maka keadilan hanya akan terwujud dalam sistem aturan yang benar, yakni sistem yang datang dari Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Adil yakni Allah SWT. Maka hanya dengan tegaknya sisem Islam saja yaitu Sistem Khilafah Islam, maka keadilan akan benar-benar terwujud di dunia ini. Wallahu’alam Bi Shawwab