Oleh: Yanyan Supiyanti A.Md
(Member Akademi Menulis Kreatif dan Pengajar di Sekolah Tahfidz di Bandung)
Guruku tersayang
Guru tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku
Cuplikan lagu di atas selalu menghiasi peringatan Hari Guru Nasional (HGN) yang diperingati setiap tanggal 25 November tiap tahunnya.
Dilansir Liputan6.com pada tanggal 25 November 2018, Presiden Joko Widodo turut memberikan ucapan selamat hari guru pada seluruh guru di seluruh Indonesia. Menurut dia, guru adalah pembangkit inspirasi dan sumber ilmu bagi generasi penerus bangsa. Jokowi berterima kasih kepada para guru yang tak pernah lelah mendidik dan memberikan ilmu kepada anak bangsa. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini berharap, bimbingan dan ilmu yang diberikan oleh para guru dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Sementara ketika disinggung mengenai nasib para guru honorer, Jokowi mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Nantinya P3K itu akan mengakomodasi para CPNS termasuk guru honorer yang tidak lolos seleksi PNS. Namun, Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menyelesaikan hal tersebut.
Apresiasi rezim demokrasi terhadap guru tak sebanding dengan jasa mereka dalam mendidik generasi. Apresiasi hanya sebatas janji dan basa basi.
Realitas kebijakan terkait guru sangat dzalim dan menyulitkan mereka menjalankan tupoksinya sebagai pendidik generasi.
Guru adalah sosok insan mulia, kedudukannya tinggi dihadapan Allah Ta'ala, sebagaiman firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." (TQS. Al-Mujadalah : 11)
Dan di dalam hadist juga disebutkan bahwa guru memiliki banyak keutamaan:
"Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bershalawat kepada mu'alim (orang yang berilmu dan mengajarkannya) yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. Tirmidzi)
Dalam Islam, guru mendapat posisi dan perlakuan mulia, karena posisi sebagai orang berilmu dan mengajarkan ilmu serta karena posisi strategisnya sebagai salah satu pilar pencetak generasi cemerlang.
Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam naungan Khilafah mendapatkan penghargaan yang tinggi, berupa pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan ke dalam rupiah, artinya gaji guru sekitar Rp. 30.000.000, tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS ataupun honorer, apalagi tersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru. Tidak heran di masa kekhilafahan kita jumpai banyak generasi cerdas dan shalih. Selain itu, berbagai fasilitas pendukung pendidikan dapat dinikmati tanpa beban biaya yang besar.
Kenapa bisa seorang guru memiliki gaji sebesar itu, yang mungkin orang awam akan berpikir bahwa hal itu mustahil. Dalam sistem demokrasi, setiap yang bermutu pasti mahal. Tapi tidak bagi sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, hal tersebut terbukti selama 13 abad mampu menjamin kesejahteraan guru dan murid.
Inilah Islam, ketika diterapkan secara kaffah maka rahmatnya akan dirasakan oleh seluruh makhluk. Selama masih diterapkannya sistem bobrok kapatalisme-sekulerisme, termasuk di dalamnya demokrasi, maka tidak akan pernah kita rasakan yang bermutu dan murah. Apalagi ingin mencapai kesejahteraan guru, itu adalah hal yang mustahil bagi guru.
Perhatian para kepala negara kaum Muslimin (Khalifah) bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik, sarana dan prasarana untuk menunjang profesionalitas guru juga disediakan secara cuma-cuma. Jelas terbayang, guru akan fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak sumber daya manusia berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.
Hanya sistem pendidikan Islam yang memiliki kebijakan terbaik atas guru, mengingat posisi strategisnya sebagai pencetak generasi masa depan. Wallahu a'lam bishawab.[]