AKIBAT INVESTASI ASING, RAKYAT JADI PUSING

BY: SITI SULISTIYANI SPd

Pemerintah mengizinkan asing untuk berkuasa di 54 sektor usaha. Izin tersebut mereka lakukan dengan mengeluarkan 54 bidang usaha tersebut dari Daftar Negatif Investasi (DNI).Izin tersebut mereka berikan sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XVI yang baru saja dikeluarkan Jumat (16/11) ini. Dengan izin tersebut nantinya aliran modal asing di 54 sektor usaha tersebut terbuka 100 persen.Berdasarkan data Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, sektor usaha tersebut antara lain; industri percetakan kain, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, warung internet (warnet), jasa pemboran migas di laut, industri rokok kretek dan putih, hingga gedung pertunjukan seni.Selain sektor tersebut, sektor usaha yang dibuka antara lain; warung internet, industri kayu lapis, industri pariwisata alam, jasa survei panas bumi, jasa pemboran migas di laut, industri bubur kertas dari kayu dan sistem komunikasi data.(cnn.indonesia)


Sebuah kebijakan akan mengandung konskuensi.Begitu pula yang dilakukan pemerintah dalam memberikan ruang bagi investor asing untuk berinvestasi di bidang bidang yang telah diputuskan.Keberadaan investor asing akan berefek pada tergesernya ruang gerak usaha dalam negri kepada investor asing. Dalam pemikiran bisnis  senantiasa berpandangan pada keuntungan sebagai orientasi logis dari sebuah usaha.Mengapa justru pemerintah lebih memberi kesempatan bagi investor asing?


Alasan pemerintah membuka pintu kepada investor asing penting untuk menekan impor. Alasan ini nampaknya tidak terlalu relevan.Karena bidang bidang industri yang diberikan sebenarnya bukan termasuk pada bidang bidang penting.Sehingga jikalaupun tidak dilakukan impor tidak akan berefek pada tidak terpenuhinya hajat.Dan dalam realita bidang bidang ini sebenarnya menjadi potensi strategis yang dapat di kembangkan oleh pengusaha lokal untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negri.  Dan fakta dilapangan  menunjukkan telah  terpenuhinya kebutuhan tersebut.Dan justru ketika bidang bidang tersebut telah dikuasai asing maka yang bisa kita saksikan akan sama saja dengan import.Karena mekanisme yang berlaku akan mengikuti standart perdagangan dunia.


Jika investasi asing ini dianggap sebagai pemicu geliat perekonomian maka yang sebenarnya terjadi justru sebaliknya.Persaingan yang tidak sehat akan terjadi.Pengusaha lokal akan bersaing dengan pengusaha asing.Dalam posisi sama,mungkin tidak seberapa berpengaruh.Namun jika pengusaha lokal ini yang justru didominasi pengusaha kecil maka persaingan yang tidak seimbang akan terjadi.Sehingga keberadaan pengusaha lokal akan terancam.


Belum lagi bicara tentang pengelolaan.Investor asing akan mengelola usaha ini dengan standar pakem yang mereka tetapkan.Termasuk dalam perekrutan tenaga kerja.Menjadi hak mereka jika kemudian ia merekrut karyawan seluruhnya dari tenaga kerja asing.Bagaimana dengan nasib para karyawan lokal atau SDM yang ada di negri ini?Bukankah model model investasi seperti ini justru akan menambah deretan pengangguran?Fenomena seperti ini sudah banyak terjadi.Lalu dikemanakan SDM kita?


Jika kebijakan ini terus dijalankan maka cepat atau lambat akan terjadi penguasaan asing atas potensi potensi strategis di negri ini. Apalagi jika posisi tawar kita rendah maka ini jalan mulus untuk menguasai aset aset dalam negri oleh asing.Trackrecord selama ini jika perjanjian atau mou yang dibuat dengan negara negara seperti AS senantiasa lebih menguntungkan asing. Walhasil penjajahan akan semakin mulus berjalan di negri ini.


Kebijakan negara yang menyangkut tentang pemaksimalan pengelolaan potensi potensi kekayaan dalam negri sudah seharusnya berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan rakyat.Termasuk problem sempitnya lapangan pekerjaan sudah seharusnya menjadi pertimbangan dalam menetapkan kebijakan.Mestinya setiap potensi yang mampu untuk menyerap tenaga kerja maka harus berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja. Sehingga berefek langsung pada peningkatan kesejahteraan. Bukan sebaliknya.


Ketentuan ini jelas bertentangan dengan syariat Islam. Dalam pandangan syariat Islam, tugas utama negara adalah memberikan riayah (pengaturan dan pelayanan) terhadap rakyatnya. Rasulullah saw menyatakan:

“Maka al-imam al-adzam yang (berkuasa) atas manusia adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya” (HR Muslim).

Secara empirik semua hal di atas menggambarkan penjajahan asing dengan mengatasnamakan investasi. Bila kondisi demikian dibiarkan, Indonesia akan semakin berada dalam cengkeraman penjajahan ekonomi neoliberal. 


Selayaknya perlakuan terhadap pelaku usaha dalam negeri (rakyat) memang harus dibedakan dengan pelaku usaha asing. Dalam usyur misalnya, negara hanya boleh memungutnya secara penuh dari perdagangan asing (kafir harbi). Abdullah bin Umar pernah berkata, Umar memungut ½ usyur dari perdagangan nabath, minyak (zaitun), dan gandum, supaya lebih banyak dibawa ke Madinah agar rakyat terdorong membawa nabath, minyak zaitun, dan gandum ke madinah. Ia juga memungut usyur dari pedagangan kapas (HR Abu Ubaid).


Atsar ini menunjukkan bahwa Umar bin al-Khaththab memungut usyur dari perdagangan yang melewati perbatasan negara, yakni 1/4 usyur dari perdagangan umat Islam dan 1/2 usyur dari pedagangan kafir dzimmi serta usyur dari penduduk kafir harbi. Jika dalam perdagangan yang melewati batas negara saja tidak boleh disamakan, terlebih menanam modal yang usahanya berjalan di wilayah negeri muslim. Tentu lebih tidak boleh disamakan.


Negara seharusnya menetapkan dengan batas batas yang jelas mana bidang bidang yang boleh ada keterlibatan asing dan tidak.. Usaha yang boleh diselenggarakan adalah terhadap barang dan jasa yang halal saja. Adapun investasi usaha di bidang barang dan jasa yang haram harus dinyatakan tertutup sama sekali dan masuk dalam kelompok negatif investasi.


Selain itu, juga harus memperhatikan aspek kepemilikan, yakni apakah pada sektor kepemilikan individu, kepemilikan umum atau kepemilikan negara. Penanaman modal oleh swasta hanya dibolehkan pada sektor usaha yang dapat dimiliki oleh individu. Sementara dalam sektor kepemilikan umum sama sekali tidak boleh dimasuki penanaman modal swasta, baik dalam negeri maupun asing. Yang termasuk dalam cakupan kepemilikan umum adalah: 1) Sarana-sarana umum yang amat diperlukan oleh rakyat dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput, api, dll. 2) Harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya, seperti jalan raya, sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll. 3) Barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah atau tak terbatas. Semua sektor itu tidak boleh dimiliki, dikuasai, atau diserahkan pengelolaannya kepada individu, kelompok individu baik dari dalam negeri apalagi dari luar negeri.


Klasifikasi semua bidang usaha dalam  ini sebagai bidang usaha terbuka jelas bertentangan dengan syariat Islam. Sementara dalam kepemilikan negara, pemerintah diperbolehkan memberikan sebagian kepemilikan negara kepada individu, seperti tanah, bangunan, dan sebagainya. Oleh karena itu, berkenaan dengan keberadaan penanaman Modal Asing tersebut, pada perspektif kajian ekonomi sangat merugikan pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi Indonesia yang semakin memperparah, memperburuk menyensarakan masyarakat Indonesia dan menjadi  ancaman perekonomian di Indonesia.waallahu alam


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak