Oleh : Rahmi Febiani Hidayah (Mahasiswi Komisi Penyiaran Islam, fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi)
Di Indonesia setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu Nasional. Tanggal ini di resmikan oleh Presiden Soekarno di bawah Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tangal 16 Desember 1959, pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Berbeda dengan Amerika dan 75 negara lain Mother’s Day (hari ibu) dirayakan pada bulan Mei minggu kedua. Sedangkan di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah peringatan Hari Ibu jatuh pada bulan Maret. (wikipedia.org.id)
Hari ibu adalah hari yang ditetapkan sebagai peringatan terhadap peran seorang ibu karena telah mengurus keluarga, suami, anak-anak maupun lingkungan sosial. Peringatan ini biasanya dirayakan dengan membebaskan seorang ibu dari pekerjaan yang biasa dilakukannya sehari-hari, seperti memasak, mengurus rumah tangga, anak, dan suami maupun mengurus pekerjaan lainnya yang biasa dilakukan oleh seorang ibu.
Banyak cara yang dilakukan orang ketika memperingati hari ibu ini. Diantaranya adalah dengan memberikan ucapan selamat, memberi hadiah, memberi cake dan kue, karangan bunga, dan ada pula yang membawa ibunya pergi berlibur untuk merayakan Hari Ibu tersebut.
SEJARAH
Jika memutar waktu dan melihat kebelakang mengenai sejarah diadakannya Hari Ibu sangatlah banyak. Antara satu negara dengan negara lain mempunyai sejarah yang berbeda mengenai asal mula Hari Ibu ini. Ini terbukti dari berbedanya waktu pelaksanaan perayaan Hari Ibu. Dalam sejarahnya hari ibu ini pernah dijadikan sebagai hari libur nasional sehingga harus dirayakan.
Di Eropa alasan utama diadakannya perayaan Hari Ibu ini adalah karena kepercayaan mereka dalam memuja Dewi Rhea, dan ibu para Dewa dalam sejarah atau mitologi Yunani kuno. Berbeda dengan Eropa, peringatan hari ibu pertama di Amerika dilakukan oleh Anna Jarvis yang sangat terpukul atas kematian ibunya Ann Reeves Jarvis yang merupakan seorang penggiat sosial. Lain pula halnya dengan sejarah peringatan Hari Ibu di Indonesia. Sejarah hari ibu diawali dari perjuangan kaum perempuan Indonesia dalam berjuang untuk memperoleh kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Diantara hal yang di perjuangkan oleh perempuan Indonesia ketika itu adalah keterlibatan perempuan dalam perlawanan terhadap penjajah, perdagangan anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi, dan penolakan terhadap pernikahan usia dini bagi perempuan.
Perayaan Hari Ibu Dalam Islam
Bercermin dari sejarah tadi, maka tidak kita temukan yang asal muasal perayaan hari ibu di dalam Islam. Mengapa demikian? Bukankah islam juga memuliakan ibu?
Benar. Islam begitu memuliakan wanita terkhusus bagi seorang ibu. Namun tidak akan kita temui sejarah perayaan hari ibu di dalam islam, sebab islam hanya memiliki dua hari besar yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Sebagaimana Anas bin Malik Mengatakan :
“orang-orang jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari nairuz dan mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika nabi SAW tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki hari untuk senang-senang di dalamnya, sekarang Allah telah menggantikannya begi kalian dua hari yang lebih baik yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.’” (HR. An Nasa’i no. 1557).
Walaupun perayaan hari ibu tidak ditemukan di dalam islam bukan berarti islam tidak memuliakan seorang ibu. Begitu memuliakannya islam akan seorang ibu, Allah menyebutkan kata-kata ibu berulangkali di dalam Al-Quran. Bahkan Rasulullah SAW pernah ditanya tentang, “siapakah yang lebih baik bagi kita untuk berbakti kepadanya. Rasulullah SAW menjawab, ibumu, ibumu, ibumu, lalu bapakmu, ...”
Di dalam islam, memuliakan seorang ibu tidaklah mengenal hari. Karena memuliakan ibu adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang anak kapanpun dan dimanapun. Begitu banyak pengorbanan yang telah dilakukan oleh seorang ibu, mulai dari mengandung yang membuatnya semakin hari semakin bertambah lemah, menyusui dan membesarkan, bahkan merawat ketika anaknya sedang sakit. Tak sedikitpun pengawasannya luput dalam menjaga sang anak.
Bayangkan sudah berapa banyak waktunya yang sudah kita rampas. Puasa Ramadhan yang harus ia tinggalkan sebab mengandung kita, Tahajudnya yang gagal terlaksana karena kita menangis, Dhuha yang tak jadi sebab bajunya terkena kencing, Waktu makannya yang terganggu, serta kesehatannya yang tak lagi ia prioritaskan, semua itu ia lakukan hanya demi anaknya.
Yang ia dapatkan harusnya lebih besar dari sekedar peringatan Hari Ibu. Walaupun dikhususkan untuknya satu hari dalam setahun dan dirayakan secara nasional tetap saja tak bisa membalas apa yang telah ia berikan pada anaknya. Kado terindah yang harus diterima ibu adalah anaknya yang menjadi anak sholeh dan sholehah, dan dapat mengantarkannya ke syurga kelak. Serta Berbakti dan mengurusnya ketika tua. Itu semua lebih dari kado, karangan bunga, serta kue yang kita berikan padanya.
Ibu kita tak memerlukan ucapan selamat yang kita jadikan status di WhatsApp dan Instagram. Waktunya tak cukup banyak untuk membaca itu semua. Doa dari seorang anak yang sholeh dan sholehah baginya lebih dari cukup dari pada status yang dilihat oleh berjuta-juta viewer.
Sebagai seorang muslim kita tidak boleh mengikut kepada sesuatu yang tidak di syari’atkan oleh agama islam. Maka dari itu kita hendaklah kita memiliki kepribadian islam, sehingga bisa menjadi contoh dan teladan yang baik, bukan malah mencontoh yang tidak baik dan tidak Allah syari’atkan. Dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda: “barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud no. 4031).