Oleh: Nazilah Ummu Hashna
Reuni 212, yang diselenggarakan pada tanggal 2 Desember 2018 lalu telah berhasil mengumpulkan umat Islam hingga jutaan orang memadati Kawasan Monas dan sekitarnya. Memang tidak dapat dipastikan jumlah akuratnya, namun berdasarkan penjelasan dari panitia dan kesaksian dari peserta, bahwa peserta yang hadir pada Reuni 212 kali ini lebih banyak dari Aksi 212 pada tahun 2016.
Reuni 212 kali ini bukan sekedar reuni yang dihadiri oleh alumni aksi bela Islam 2 tahun yang lalu. Reuni kali ini merupakan aksi membela kalimat tauhid oleh umat Islam yang berasal dari berbagai daerah dan dari berbagai elemen masyarakat. Sehingga reuni ini lebih tepat disebut dengan Aksi Bela Kalimat Tauhid 212.
Tidak ada yang menyangka bahwa aksi bela tauhid 212 akan membludak bahkan sebaran peserta lebih luas dibandingkan dengan aksi 2 tahun yang lalu. Para peserta yang datang di pagi hari harus memarkir kendaraannya jauh dari monas. Pelaksaan aksi yang telah dimulai dari pukul 03.00 dini hari dengan dilakukannya sholat tahajjud berjama’ah hingga siang hari sebelum zuhur pun tetap aman, tertib dan damai. Beberapa non muslim yang ikut hadir pun merasakan kedamaian ini. Inilah bukti bahwa umat Islam sangat menjaga keamanan dan ketertiban. Dengan hadirnya jutaan umat tersebut membuktikan bahwa umat dapat disatukan oleh kalimat Laa Ilaaha Illa-llah Muhammad Rasulullah. Ini juga merupakan bukti bahwa umat memiliki satu pengikat dan satu visi yaitu menegakkan kalimat tauhid.
Umat Islam memang beragam dan bermacam-macam. Berbeda suku, bangsa, organisasi dan juga mazhab. Banyak yang mengatakan bahwa sangat sulit bahkan mustahil untuk menyatukan umat yang berbeda-beda itu dalam satu naungan. Mereka seolah lupa atau tidak tahu bahwa perbedaan adalah fitrah. Allah swt. berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya:
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal….”
Namun, perbedaan itu bukanlah penghalang bagi umat untuk bersatu. Buktinya, hanya karena satu bendera tauhid yang dibakar, bisa membuat mayoritas umat Islam memiliki respon yang sama, baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini adalah fitrah. Muslim mana yang tidak marah ketika kalimat yang sangat dimuliakannya sengaja dibakar tanpa rasa bersalah. Bahkan, yang membakar adalah saudaranya sendiri dari umat Islam. Kemarahan ini pun merupakan gambaran bahwa kaum muslimin masih memiliki perasaan yang sama yaitu perasaan Islam. Sama-sama ingin membela Islam dan kalimat tauhid.
Pada dasarnya, untuk menjadikan umat Islam sebagai satu kesatuan yang utuh, maka bukan hanya perasaannya saja yang sama yang mendorong umat untuk melakukan hal yang sama. Umat Islam harus memiliki pemikiran yang sama yang menjadikan hubungan antar individunya berlandaskan pada pemikiran-pemikiran tersebut. Mereka pun harus memiliki aturan yang sama yang dapat memecahkan seluruh permasalahan yang ada di tengah-tengah umat. Apakah mungkin terjadi? Tentu saja, karena umat Islam memiliki akidah yang sama yaitu akidah Islam. Akidah seorang muslim harus terikat dengan batas-batas Islam. Umat Islam haruslah terikat dengan pemikiran Islam, perasaan Islam dan aturan Islam. Oleh karena itu, kita berupaya agar terbentuk kesamaan pemikiran dan aturan yaitu Islam.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa umat Islam merupakan umat terbesar di Indonesia dan di dunia. Tetapi, saat ini, jumlah besar umat Islam seperti buih dalam lautan. Tidak ada pengaruhnya bagi kebangkitan Islam. Bahkan, umat terbesar ini begitu mudah untuk dihancurkan, direndahkan dan dibumi hanguskan dari muka bumi ini. Rasulullah saw. bersabda :
"Hampir saja, banyak umat dari berbagai penjuru dunia akan memperebutkan kalian, sebagaimana makanan di atas piring diperebutkan." Kami bertanya, Apakah karena jumlah umat islam ketika itu sedikit? Jawab Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, "Tidak, ketika itu jumlah kalian (kaum muslimin) banyak. Namun kalian seperti buih di lautan. Allah hilangkan rasa takut di mata musuh kalian (orang kafir), dan Allah sematkan penyakit wahan di hati kalian." Sahabat bertanya, Apa itu penyakit wahan? Beliau bersabda, "Penyakit cinta dunia dan takut mati." (HR. Ahmad 8713, Abu Daud 4299, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Dari hadits di atas, seharusnya kita memahami bahwa begitu mudahnya umat Islam menjadi santapan musuh. Palestina masih terjajah, Rohingya dibantai, Suriah disiksa, dan masih banyak saudara-saudara kita lainnya yang merasakan penyiksaan dan pembantaian.
Hal ini terjadi karena umat tercerai berai, terpecah belah, mudah di provokasi. Umat Islam tidak bersatu dalam satu institusi global, namun terpisah oleh nasionalisme dan sekat-sekat negara-negara kecil. Inilah yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Memisahkan umat Islam menjadi bagian-bagian kecil, seolah-olah mereka tidak mungkin bersatu. Padahal dahulu, Islam mampu dipimpin dalam satu kepemimpinan global, dibawah naungan Kekhilafahan Islam selama kurang lebih 13 abad lamanya.
Sesungguhnya, musuh-musuh Islam sangat takut dengan persatuan umat. Persatuan kaum muslimin menjadi ancaman yang sangat besar bagi berlangsungnya hegemoni dan kekuasaan mereka di tengah-tengah umat. Karena itu, kita sebagai umat Islam, umat yang terbaik di sisi Allah, harus selalu mengeratkan ukhuwah kita. Membangun benteng yang kokoh dengan akidah Islam dan persatuan umat sehingga kita mampu untuk melawan common enemy yaitu para penjajah dan antek-anteknya.
Persatuan umat yang dimaksud tentu saja bukanlah yang terjadi pada Aksi Bela Tauhid 212. Akan tetapi, persatuan hakiki di bawah naungan kalimat Laa Ilaaha Illa-llah Muhammad Rasulullah yaitu dengan mengimplementasikan kalimat tersebut. Bahwa penyembahan hanya kepada Allah, hukum yang diterapkan hanyalah hukum Allah, dan kita wajib terikat dengan seluruh aturan Allah. Penerapan aturan Allah swt. secara menyeluruh hanya bisa dilakukan dalam sistem yang Allah ridhai yaitu Sistem Islam. Sistem Islam yang dimaksud adalah Khilafah Islamiyah yang telah terbukti penerapannya dapat menyatukan pemikiran, perasaan dan peraturan di tengah-tengah umat. Saat itu akan segera tiba, karena kebangkitan umat sudah di depan mata.
Wallahu a’lam bi ash-showab