Oleh: Dewi Ummu Maulana (Muslimah Pembelajar Islam Kaffah)
Sekulerisme yang dalam istilah Islam dikenal dengan istilah fashlu ad-din ani al-hayyah (memisahkan agama dari kehidupan) telah nyata membawa dampak yang teramat buruk terhadap Umat Islam. Mereka yang menghendaki agar peran Agama (Islam) dibatasi dalam pengaturan kehidupan semakin menjauhkan Umat Islam jauh dari agamanya Sendiri. Umat Islam telah kehilangan jati diri dan kehormatannya sebagai Khoirru Ummah ketika mengadopsi sekulerisme sebagai ideologi.
Demokrasi sebagai sistem telah menjadikan sekulerisme sebagai asas dan landasan berpikirnya. Maka wajar, dalam demokrasi Islam tidak pernah benar-benar bisa muncul sebagai satu solusi untuk menyelesaikan berbagai kondisi yang menimpa negeri. Alih-alih menjadi solusi, demokrasi-sekuler malah semakin menghantarkan Umat pada jurang kehancuran. Menghalalkan segala cara untuk mempertahankan eksistensi dengan mengacuhkan berbagai ketetapan Syariat-Nya.
Salah satu dampak buruk yang dihasilkan sekulerisme adalah hilangnya Marwah Ulama penganutnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memperbolehkan bank syariah memakai dana non-halal untuk kemaslahatan umat. Hal itu diputuskan dalam rapat pleno Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI di Ancol, Jakarta, pada Kamis (8/11) yang dipimpin Ketua MUI yang juga menjadi cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin. "Dana non-halal wajib digunakan dan disalurkan untuk kemaslahatan umat dan kepentingan umum yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat," ujar Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin saat dihubungi CNN Indonesia.com, Kamis (8/11). Hasanuddin mencontohkan pendapatan berupa denda saat nasabah terlambat mengembalikan pinjaman. Lalu pendapatan dari kegiatan menjual produk, seperti makanan dan minuman halal.
Fatwa MUI ini menyebut dana nonhalal tidak boleh dihitung dan digunakan sebagai keuntungan perusahaan Bank Syariah. Adapun Bentuk-bentuk penyaluran dana nonhalal yang boleh seperti sumbangan untuk penanggulangan korban bencana, penunjang pendidikan seperti masjid dan musala, fasilitas umum yang memiliki dampak sosial.
Maka disini jelas, bahwa MUI telah melegalkan berbagai cara untuk melegalkan sesuatu yang buruk (haram) dalam pandangan Islam. Inilah bahaya sekulerisme, ketika manusia lebih sami'na waatho'na terhadap undang-undang dan hukum buatan manusia lantas keudian meninggalkan dan menjauhkan diri dari Aturan Islam yang notabene merupakan ketetapan al-Khaliq sebagai Rabb manusia.
Dulu, ketika hendak membangun kabah, di masa jahiliah Abu Wahb bin Abid bin imran bin Makhzum mengatakan :
يا معشر قريش لا تدخلوا في بنيانها من كسبكم إلا طيباً، لا يدخل فيها مهر بغي، ولا بيع ربا، ولا مظلمة أحد من الناس
“Wahai orang Quraisy, jangan sampai melibatkan modal untuk pembangunan ka’bah kecuali yang halal. Jangan melibatkan upah pelacur, hasil transaksi riba, atau uang kedzaliman dari orang lain. (Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam)
Dari mana mereka memahami itu, sementara mereka tidak memiliki al-kitab?.Jawabannya adalah karena nurani dan akal sehat yang Allah titipkan pada dirinya. Maka, berpikirlah!. Menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan (maslahat) sungguh tidak pernah dibenarkan dalam Islam. Sungguh hanya dengan Islam lah kita akan mampu mengembalikan peran Ulama kepada peran utamanya sebagai 'Ahli waris' Rasulullah Saw dalam menjalankan dan menegakkan Agama Allah.
Wallahu a'lam Bi Shawwab