Oleh : Heni Kusmawati, S.Pd
"Ulama adalah pewaris para nabi", begitulah sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At Tirmidzi. Tentu saja, sebagai pewaris para nabi, ulama punya kewajiban untuk membimbing dan mendidik umat ke jalan yang benar yang sesuai syariat islam.
Namun, apa jadinya jika ulama tidak menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya. Seperti yang dilansir Cnn.com, 9/11/2018 bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan dana non halal dipakai untuk kemaslahatan umat.
Keputusan ini berdasarkan rapat pleno Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI di Ancol, Jakarta, pada Kamis (8/11) yang dipimpin Ketua MUI yang juga menjadi cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin.
Dana non halal yang dimaksud MUI adalah segala pendapatan Bank Syariah yang bersumber dari kegiatan yang tidak halal. Misalnya pendapatan berupa denda saat nasabah terlambat mengembalikan pinjaman. Lalu pendapatan dari kegiatan menjual produk, seperti makanan dan minuman halal.
Pendapat ulama di atas tentunya membuat umat bingung dan bahkan bisa jadi menjadikan dalih untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai syariat.
Benarlah apa yang disampaikan Rasul dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa ulama bagaikan lentera yang akan membimbing dan menunjukkan umat ke jalan yang benar, jika ulama terbenam maka umat akan kebingungan.
Semestinya ulama mampu manjaga umat dari tindak kejahatan, penyesatan, kehancuran. Mengontrol penguasa serta ulama juga harus mampu menyingkap makar dan permusuhan kaum kafir dalam memerangi Islam dan kaum Muslim. Maka ulama harus memiliki visi politis agar dengan fatwa-fatwa yang dikeluarkannya tidak membuat umat tersesat. Belajar dari akhir kehancuran Daulah Khilafah Ustmaniyah, dimana syaikhul Islam mengeluarkan fatwa mengenai bolehnya kaum Muslim mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan perundang-undangan Barat.
Hal ini membuktikan begitu pentingnya peran ulama bagi kaum muslim. Kita tentu tidak asing dengan para ulama-ulama besar seperti Imam Bukhari, Imam Gazhali dan ulama-ulama besar lain dengan karya nya yang memukau di kalangan kaum muslim.
Berbeda dengan sebagian ulama saat ini yang keberadaannya justru membuat umat bingung dan tidak tahu arah dengan kebijakan-kebijakan yang justru bertentangan dengan syariat. Yang halal bisa haram serta yang haram bisa halal.
Inilah akibat dari sistem sekuler, siapapun orangnya tidak terkecuali ulama sekalipun, hanya menampakkan ketakutan pada Pencipta saat beribadah saja sementara di luar itu tidak ada rasa takutnya terhadap Pencipta. Buktinya, perkara yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat malah dibolehkan dengan berbagai alasan.
Sistem sekuler ini jika terus dibiarkan bercokol di negeri-negeri muslim, kehancuranlah yang menimpa umat. Maka, wajib bagi kita mencampakan dan menggantinya dengan sistem islam. Dimana aqidah islam lah yang menjadi dasar berdirinya. Kapan pun dan dimana pun berada selalu terikat dengan syariat islam.
Wallahua'lam