SISTEM SEKULAR MEMALINGKAN ULAMA DARI KETAATAN

Oleh: Elis Setiawati, S.Pd.

 Dewan Pengawas Syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lembaga Keuangan Syariah menggelar forum tahunan (ijtima samawi). Salah satu yang menjadi keputusan dalam rapat pleno tersebut adalah MUI memperbolehkan bank syariah memakai dana nonhalal untuk kemaslahatan umat. Menurut Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Dana nonhalal wajib digunakan dan disalurkan untuk kemaslahatan umat dan kepentingan umum yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat.

"Bentuk-bentuk penyaluran dana nonhalal yang boleh seperti sumbangan untuk penanggulangan korban bencana, penunjang pendidikan seperti masjid dan musala, fasilitas umum yang memiliki dampak sosial," tuturnya. (http://laduni.id/post/read/48076/mui-putuskan-bank-syariah-boleh-gunakan-dana-non-halal.html).

 Sungguh miris, ulama yang disebut-sebut sebagai pewaris nabi (waratsat al-anbiya’) dan manusia yang paling takut kepada Allah, namun kini justru menyerukan kebolehan terhadap suatu kemaksiatan. Riba adalah perkara yang sudah sangat jelas dan tegas diharamkan dalam Islam, namun ternyata masih saja ada ulama yang membolehkannya saat ini.

Jangan membuatmu takjub, seseorang yang memperoleh harta dari cara haram, jika dia infakkan atau dia sedekahkan maka tidak diterima, jika ia pertahankan (simpan) maka tidak diberkahi, dan jika ia mati dan ia tinggalkan harta itu maka akan jadi bekal dia ke neraka” (HR Ath-Thabrani).

 Sistem sekular yang masih mengakar kuat di negeri mayoritas muslim ini secara nyata telah berhasil membuat para ulama berpaling dari syariat. Halal-haram yang mestinya menjadi standar perbuatan tak lagi dijadikan acuan. Keuntungan materi sudah menjadi perkara utama untuk diperjuangkan tak peduli meski bersumber dari harta haram. Meski dengan tujuan kemaslahatan umat, kehalalan sumber dana tentu mutlak harus diperhatikan.

 Kita sudah diperingatkan oleh Rasulullah SAW untuk berhati-hati dari ulama yang hanya akan membawa pada kebinasaan umat. Di antara ulama suu’ adalah ulama salathiin, yaitu ulama yang menjadi stempel penguasa. Anas bin Malik ra. Menuturkan sebuah hadits, “Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama suu’. Mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu.” (HR al-Hakim).

Islam adalah serangkaian aturan hidup yang berfungsi sebagai solusi terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Solusi-solusi tersebut terangkai dalam suatu sistem hukum. Ulama adalah pihak yang paling kredibel untuk menjelaskan semua itu. Persoalan masyarakat dari masalah kebutuhan sumber pendanaan untuk penanggulangan korban bencana, penunjang pendidikan seperti masjid dan musala, fasilitas umum dll yang kesemuanya itu perlu solusi. Dan sekali lagi hanya ulamalah yang bisa menjelaskan kepada kaum muslimin bahwa hanya Islamlah yang mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalan secara komprehensif, dan bukan solusi ala kapitalis-sekular dengan jalan riba.

Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama. (HR ad-Darimi).

Semoga Allah menganugerahi kita ulama-ulama yang senantiasa menuntun kepada ketaatan, bukan pada kemaksiatan. Aamiin yaa robbal ‘alaamiin.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak